Menulislah sesuai kemampuanmu

Rabu, 16 April 2014

Kajian Orientalis terhadap Al-Qur'an (Analisis Q.S. Al-Baqarah 30)




KAJIAN ORIENTALIS TERHADAP AL-QUR’AN

“Kelancangan Malaikat Kepada Allah”

(Tuduhan Orientalis terhadap Surat Al-Baqarah Ayat 30)
By: Evi Muzaiyidah Bukhori (Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang)


BAB I


PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Al-qur’an adalah kitab suci yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai mukjizat dan jalan penerang bagi sekalian  umat muslim di dunia, sebagai pedoman yang benar untuk sebagai tuntunan menuju keridaan Alla SWT yaitu amal saleh yang ganjarannya yaitu kenikmatan surga. Sebagai umat yang taat tentunya akan selalu berbuat baik yang adapun dasar hukum perbuatan baik yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Allah swt telah menetapkan Muhammad saw sebagai Rasul-Nya yang terakhir, dialah penyempurna Agama Islam dan penutup para Nabi sebagai khalifah di bumi. Al-qur’an adalah kitab suci yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai mukjizat dan jalan penerang bagi sekalian  umat muslim di dunia, sebagai pedoman yang benar untuk sebagai tuntunan menuju keridaan Alla SWT yaitu amal saleh yang ganjarannya yaitu kenikmatan surga. Sebagai umat yang taat tentunya akan selalu berbuat baik yang adapun dasar hukum perbuatan baik yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Namun seiring dengan berkembangnya zaman, muncullah interpretasi-interpretasi mengenai ajaran Islam, salah satunya adalah gagasan orientalisme. Bagaimanakah interpretasi mereka? Dan apa Tujuan mereka? Akan penulis bahas dalam makalah ini.
1.2  Rumusan Masalah
1        Apa Pengertian Orientalis?
2        Bagaimana Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 30?
3        Bagaimanakah Tuduhan Orientalis terhadap Surat Al-Baqarah Ayat 30?
1.3 Tujuan Penulisan
1        Mengetahui Pengertian Orientalis
2        Mengetahui Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 30
3        Mengetahui Tuduhan Orientalis terhadap Surat Al-Baqarah Ayat 30

BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Orientalis
2.1.1        Orientalis Menurut Arti kata dan Istilah
Orientalisme didefiniskan sebagai pemahaman masalah-masalah ketimuran. Istilah ini berasal dari bahasa Perancis, orient yang berarti timur atau bersifat timur. Isme berarti paham, ajaran, sikap atau cita-cita. Orang yang mempelajari masalah-masalah ketimuran (termasuk keislaman) disebut orientalis yaitu ilmuwan Barat yang mendalami bahasa-bahasa, kesustraan, agama, sejarah, adat istiadat dan ilmu-ilmu dunia Timur. Dunia Timur yang dimaksud di sini adalah wilayah yang terbentang dari Timur dekat sampai ke Timur jauh dan negara-negara yang berada di Afrika Utara.
Kata orientalisme adalah kata yang dinisbatkan kepada sebuah studi/penelitian yang dilakukan oleh selain orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah dan permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa Timur. Atau ada juga yang mengatakan orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran.[1]
Kata orientalis biasa digunakan bagi para ilmuwan Barat yang mempelajari hal-hal ketimuran dalam berbagai aspek, baik bahasa, kebiasaan, peradaban, terlebih agama-agamanya. Secara umum, orientalis adalah sekelompok orang atau golongan yang berasal dari negara-negara dan ras yang berbeda-beda, yang mengkonsentrasikan diri dalam berbagai kajian ketimuran, khususnya dalam hal keilmuan, peradaban, dan agama, khususnya negara Arab, Cina, Persia, dan India. Selanjutnya, kata orientalis ini ditujukan kepada orang-orang Kristen yang sangat berkeinginan untuk melakukan studi terhadap Islam dan Bahasa Arab.[2]
 “Orientalis” bagi sebagian kalangan sering kali dianggap sebagai “momok” yang harus diwaspadai dan disingkirkan jauh-jauh. Dalam hal ini, untuk memberi kesan seolah-olah obyektif dan autoritatif, orientalis-missionaris ini biasanya “berkedok” sebagai pakar (scholar/expert) dalam bahasa, sejarah, agama dan kebudayaan Timur, baik yang “jauh” (far eastern, seperti Jepang, Cina dan India) maupun yang “dekat” (near eastern, seperti Persia, Mesir, dan Arabia).[3]
Tetapi bagi sebagian yang lain tidaklah demikian. Hal ini tidak terlepas dari keberadaannya yang memang problematis. Satu sisi, orientalis sangat merugikan karena kajian dan analisis yang dilakukannya seringkali dimaksudkan untuk mendiskreditkan dan menghegemoni dunia islam. Tetapi di sisi lain, tidak jarang mereka melakukan analisis dan kajian dengan begitu objektif, sehingga -diakui atau tidak- mereka telah memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi peradaban Timur pada umumnya, dan dunia Islam khususnya.
Sikap kritis pada setiap karya para orientalis, berkaitan dengan kajian Islam pada umumnya dan al-Qur’an khususnya, jelas sangat diperlukan dalam dunia akademis. Dengan kata lain, kritik yang sebaiknya diarahkan pada mereka bukan berdasarkan agama mereka bukan Islam, tetapi atas dasar semangat untuk mencari kebenaran ilmiah.[4]
2.1.2        Tujuan Orientalis
Tujuan utama orientalisme adalah mengungkap dan menyingkap signifikansi simbolik ungkapan kultural Islam yang dalam, dimana bahasa Arab merupakan wahana utamanya. Harus kita akui dengan terus terang bahwa beberapa orang diantara para orientalis telah menghabiskan sebagian umur, kekuatan atau kemampuan mereka mempelajari agama Islam. Mereka bentuk organisasi untuk menyelidiki dan mempelajari masalah-masalah keTimuran dan keIslaman tanpa pengaruh-pengaruh politik ,ekonomi, atau agama, tetapi semata-mata kedoyanan atau kegemaran mereka mendapatkan ilmu pengetahuan. Orientalist yang kerjanya hanya mencari kejelekan-kejelekan dan kelemahan-kelemahan agama Islam, kebudayaan Islam, dan sejarah Islam, yang mereka sengaja membeberkannya dalam kitab-kitab karangan mereka dengan tujuan tertentu yang bersifat politik dan agama. Adapun tujuan-tujuan yang ingin mereka wujudkan adalah:
1.      Membuat keraguan terhadap keabsahan alqur’an sebagai firman Allah Para Orientalis mengatakan tentang humanismenya Al Qur’an sehingga mereka berkesimpulan bahwa ia bukan besumber dari Allah, tapi merupakan ungkapan tentang lingkungan Arab yang dikarang oleh seorang Rasul.
2.      Membuat keraguan terhadap kebenaran ajaran nabi Muhammad Upaya peraguan yang mereka lakukan mencakup masalah keabsahan hadist-hadist Nabi Muhammad, mereka mencari-cari alasan bahwa hadist Rasulullah mengandung dusta tanpa menghiraukan usaha keras yang dilakukan ulama-ulama kita dalam menyeleksi hadist-hadist yang sahih atau tidak.[5]
3.      Membuat keraguan terhadap urgensi bahasa Arab sebagai bahasa yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak hayal lagi, bahwa bahasa Arab termasuk salah satu bahasa dunia yang paling kaya kosa katanya, istilah-istilah didalamnya, dan ia mampu berjalan seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.[6]
4.      Membuat keraguan terhadap nilai fikih Islami yang asasi. Para orientalis benar-benar membuat kekeliruan ketika menelaah tentang kebebasan undang-undang fikih tersebut. jadi mereka langsung saja menduga bahwa fikih yang luar biasa ini bersumber dari undang-undang Romawi (Eropa).[7]
5.      Membuat keraguan terhadap nilai peninggalan kebudayaan Islam dan ilmu pengetahuan yang ditemukan oleh cendikiawan muslim. Dalam pandangan mereka, Islam hanya bisa berdiri terbengong dihadapan kemajuan manusia dan mencekik perjalanan hidup ini. Padahal, sebagaimana kita ketahui Islam bukanlah agama yang mencekik nilai-nilai akal dan Islam selalu mengajak orang untuk menggunakan akalnya.
6.      Melemahkan jiwa ukhuwah Islamiyah antara sesama umat Islam diberbagi Negara. Mereka menghembus isu-isu yang dapat mengakibatkan perang saudara. Demikian juga yang mereka lakukan dinegara-negara Islam dansecara terang-terangan menghalangi persatuan dan kekompakan ummat Islam dengan metode jahat yang ada pada pikiran mereka.
7.      Mereka pertama-tama menentukan objek yang akan mereka kritik, lalu dengan segala kepandaian dan kecerdikan berfikir mereka, mereka tetapkan cara-cara membeberkannya. Sekalipun hal-hal yang merekakemukakan itu bohong semata dan tak ada nilai sama sekali, mereka sajikan begitu rupa seakan-akan kejadian yang sebenarnya, sebab mereka tambahi dan bumbui. Lalu mereka tetapkan pandangan mereka tentang hal-hal tersebut yang tidak ada sama sekali dalam agama Islam, hanya keluar dari otak khayal mereka sendiri.[8]

2.2   Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 30
2.2.1        Tafsir Ibnu Kastir
Tafsir ibnu Kastir, Dalam ayat ini Allah memberitahukan tentang karunia yang dia anugrahkan kepada anak cucu Adam, berupa kehormatan bagi mereka dimana Allah membicarakan perihal mereka dihadapan para malaikat sebelum mereka diciptakan. Allah berfirman: “Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para malaikat.”[9] Maknanya, wahai Muhammad, ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada malaikat, dan ceritakan pula hal itu kepada Kaummu. Ayat selanjutnya “sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi ini”. Yakni suatu kaum yang akan menggantikan kaum lainnya, kurun demi kurun dan generasi demi generasi (berkesinambungan).
Yang jelas, bahwa yang dikehendaki oleh Allah bukan hanya Adam saja, karena jika yang Dia maksud hanya Adam, niscaya tidak akan tepat pertanyaan Malaikat : “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumu itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?”. Maknanya, maksud para malaikat itu bahwa ada di antara jenis Makhluk ini yang melakukan perbuatan tersebut. Seolah-olah para Malaikat mengetahui Hal Itu berdasarkan Ilmu khusus, atau pengetahuan mereka tentang Tabi’at Manusia, karena Allah tela mengabarkan kepada mereka bahwa jenis makhluk ini diciptakan dari tanah liat kering (yang berasal) dari Lumpur Hitam yang diberi bentuk, atau mereka memahami arti kata ”Khalifah” yaitu orang yang memutuskan perkara di antara manusia tentang kedzaliman yang terjadi di tengah-tengah mereka dan mencegah mereka dari perbuatan terlarang dan Dosa.
Ucapan Malaikat tersebut bukan merupakan penentangan kepada Allah  Azza wa Jalla, bukan pula kedengkian terhadap anak cucu Adam, karena Allah telah mensifati para Malaikat sebagai Makhluk yang tidak pernah Mendahului-Nya dengan ucapan. Artinya, mereka tidak menanyakan sesuatu yang tidak di izinkan. Disini, tatkala Allah memberitahukan kepada mereka bahwa dia akan menciptakan makhluk dibumi, para malaikat itu telah mengetahui bahwa mereka pasti akan melakukan kerusakan dimuka bumi. Dari sinilah para Malaikat melontarkan pertanyaan di atas tersebut, pertanyaan tersebut hanya meminta penjelasan dan keterangan tentang hikmah yang didapat didalamnya.[10]
2.2.2        Tafsir At-Thabari
Dalam tafsir At-Thabari, Mufassir berpendapat bahwa, keberanian malaikat untuk mengatakan: “ Mengapa Engkau menjadikan (Khalifah) dibumi itu ada orang yang akan merusak padanya dan menumpahkan darah”. Yaitu: pertanyaan itu bukan maksud untuk mengingkari Allah tetapi bertanya untuk lebih mengetahui, lalu mereka memberitahukan diri mereka yang selalu bertasbih mereka berkata demikian karena mereka enggan melihat Allah di maksiati, dimana jin telah bermaksiat kepada Allah sebelum itu. Perkataan Malaikat itu juga bertujuan untuk mengetahui apa yang belum mereka ketahui, seakan-akan mereka berkata: “Wahai Tuhan, Tolong beritahukan kepada kami”.
Adapun makna dari pertanyaan tersebut, Allah mengizinkan kepada mereka untuk bertanya dalam hal itu sesudah Allah menginformasikan kepada mereka bahwa hal itu akan terjadi dari bani Adam, dan maka bertanyalah Malaikat dengan nada heran: bagaimana mereka berani bermaksiat kepada-Mu wahai Allah sedang Engkau-lah yang menciptakan mereka? Maka Allah menjawab : “Sesungguhnya Aku (Allah) mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Maksudnya, bahwa hal itu terjadi dari mereka meskipun kalian tidak mengetahuinya. Sesungguhnya diantara Khalifah tersebut terdapat orang-orang yang shalih. Mereka mengetahui hal itu secara terbatas tidak seperti pengetahuan Tuhan Yang Maha Esa.[11]
2.2.3        Tafsir Al-Maraghi
Pengangkatan khalifah tersebut menyangkut pula pengertian pengangkatan sebagaimana manusia yang diberi Wahyu oleh Allah tentang Syari’at-syari’at-Nya. Pengertian khalifah ini juga mencakup seluruh makhluk (manusia) yang berciri mempunyai kemampuan berpikir yang luar biasa, manusia dengan kekuatan akal, ilmu pengetahuan dan daya tangkap mereka belum bisa diketahui secara jelas sampai sejauh mana kemampuan manusia sesungguhnya. Dengan kemampuan akal manusia bisa berbuat mengelola alam semesta dengan penuh kebebasan. Manusia dapat berkreasi . Dengan kemampuan akalnya, manusia dapat pula merubah jenis tanaman baru sebagai hasil cangkoknya, sehingga tumbuh pohon yang sebelumnya belum pernah ada. Kemudian manusia dapat pula melakukan penyilangan keturunan terhadap macam-macam hewan sehingga lahir hewan-hewan bastar yang belum pernah ada. Semuanya ini diciptakan Allah Yang Maha Kuasa untuk kepentingan umat Islam.
Jadi, tak ada bukti yang jelas dalam hikmah Allah menciptakan jenis manusia ini kecuali manusia itu mempunyai keistimewaan dengan bakat-bakat yang ada pada diri mereka sehingga mampu mengemban tugas khalifah dimuka bumi ini. [12] 
Pertanyaan dan anggapan (bukan keraguan dan perasaan dengki) para Malaikat dijawab oleh Allâh Azza wa Jalla bahwa semua itu sudah diperhitungkan secara matang atas dasar Kemahatahuan-Nya yang melampaui pengetahuan semua makhluq-Nya, termasuk para Malaikat. Semua yang akan Allâh Azza wa Jalla lakukan atas makhluq-Nya sudah Allâh  Azza wa Jalla skenariokan dengan penuh detil yang tidak ada cacatnya. “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” Allâh Azza wa Jalla bermaksud menyadarkan para Malaikat-Nya bahwa sesungguhnya Dia mengetahui kemaslahatan dan hikmah sesuatu yang tidak mereka ketahui. Termasuk dalam penciptaan seorang khalifah, tentu ada suatu hikmah yang boleh jadi tidak mereka ketahui.
Itulah penafsiran khalifah yang benar, bukan pendapat orang yang mengatakan bahwa Adam merupakan khalifah Allah di bumi dengan berdalihkan firman Allah, ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Abdur Razaq, dari Muammar, dan dari Qatadah berkata berkaitan dengan firman Allah, ”Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya.”
Seolah-olah Allah memberitahukan kepada para malaikat bahwa apabila di bumi ada makhluk, maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di sana. Perkataan malaikat ini bukanlah sebagai bantahan kepada Allah sebagaimana diduga orang, karena malaikat disifati Allah sebagai makhluk yang tidak dapat menanyakan apa pun yang tidak diizinkan-Nya. Ibnu Juraij berkata bahwa sesungguhnya para malaikat itu berkata menurut apa yang telah diberitahukan Allah kepadanya ihwal keadaan penciptaan Adam. Maka malaikat berkata, ”Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya?” Ibnu Jarir berkata, ”Sebagian ulama mengatakan, ’Sesungguhnya malaikat mengatakan hal seperti itu, karena Allah mengizinkan mereka untuk bertanya ihwal hal itu setelah diberitahukan kepada mereka bahwa khalifah itu terdiri atas keturunan Adam. Mereka berkata, ”Mengapa Engkau hendak menjadikan orang yang akan membuat kerusakan padanya?” Sesungguhnya mereka bermaksud mengatakan bahwa di antara keturunan Adam itu ada yang melakukan kerusakan.
Pertanyaan itu bersifat meminta informasi dan mencari tahu ihwal hikmah. Maka Allah berfirman sebagai jawaban atas mereka, ”Allah berkata, ’Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui,’ “yakni Aku mengetahui kemaslahatan yang baik dalam penciptaan spesies yang suka malakukan kerusakan seperti yang kamu sebutkan, dan kemaslahatan itu tidak kamu ketahui, karena Aku akan menjadikan di antara mereka para nabi, rasul, orang-orang saleh, dan para wali. Insya Allah, saya akan mengemukakan pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan beberapa sahabat dan tabi’in tentang hikmah yang terkandung dalam firman Allah, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”[13]
2.3   Tuduhan Orientalis
2.3.1        Pendapat Orientalis
Kaum Orientalis membantah bukanlah ini artinya para Malaikat telah lancang kepada Allah? Sementara itu di ayat yang lain disebutkan bahwa mereka selalu taat kepadaNya: “Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya”. (Al-Anbiya’ 21:27).[14]
2.3.2        Jawaban / Sanggahan Ulama
Menurut Ulama, Para malaikat itu tidak akan berani berbuat lancang, karena mereka hanya melakukan apa yang diperintahkan. Sebagai mana firman Allah. Sebagai mana firmn Allah: “para malaikat terhadap apa yan diperintahkan –Nya kepada  mereka dan selalalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Thahrim 66:6)
Dan bukti bahwa, selalu mensucikan Tuhan dan mengagungkan-Nya, adalah perkataan mereka dan bukti bahwa mereka selalu mensucikan Tuhan dan mengagungkan_Nya, padahal kami senantiasa bertasybih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau. (Al-Baqarah 2:30)   
Dari sini selalu timbul pernyataan” dari manakah para malaikat itu mengetahui bahwa manusia akan berbuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah?[15]
Para ulama juga mengatakan mereka hanya mrmprediksi saja, karena bangsa Jin yang sebelumnya  berada dibumi selalu bertikai dan berbuat kerusakan, maka setelah itu Allah mengutus para malaikat untuk menghancurkan mareka, lalu merekapun berlarian ke gunung-gunung, lahan-lahan kosong, dan ke tengah-tengan lautan, Atau, pengetahuan itu adalah ilmu yang telah dia telah di ajarkan oleh Allah kepada mereka.
Sekarang kami ingin bertanya kepada kalian wahai para penuding (orientalis) apakah kalian menganggap para malaikat itu sebagai kelancangan, sementara kalian lupa bahwa kitab suci kalian menyebutkan tentang (menurut kalian) kelancangan kami Nabi kalian terhadap Tuhan? Bacalah oleh keterangan-keterangan di bawah ini.[16]
 “sesudah itu ia berseru kepada Tuhan, katanya:”Ya Tuhan, Allahku! Apakah engkau menimpakan kemalangan ini atas janda ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang. Dengan membunuh anaknya”. (Raja-raja 17:20)
“Berapa lama lagi ya, Ya Tuhan, Engkau bersembungi terus –menerus, berkobar-kobar murka-Mu laksana api? Ingatlah apa umur hidup itu, betapa sia-sia kau ciptakan semua anak Manusia!”. (Mazmur 89:46-47)
 “sampai berapa lama, Tuhan, Engkau memandangi saja? Selamatkanlah jiwaku dari perusakan mereka, nyawaku dari singa-singa muda! Aku mau menyanyikan syukur terhadap-Mu dalam jemaah yang besar, di tengah-tengah rakyat yang banyak ak mau memuji-muji engkau. Janganlah sekali-kali bersukacita atas kau orang-orang memusuhi aku tanpa sebab, atau mengedip-ngedipkan mata orang-orang yang membenci aku tanpa alas an. Karena mereka tidak membicarakan damai, dan terhadap orang=orang yang rukun di negeri mereka merancang penipuan. Mereka membuka mulutnya lebar-lebar terhadap aku dan berkata : syukur, syukur, mata kami telah melihatnya!” Engkau  telah melihatnya, Tuhan, janganlah berdiam diri, ya Tuhan, janganlah jauh dari padaku! Terjagalah dan bangunlah membela hakku, membela perkaraku, Ya Allahku dan Ya Tuhanku. (Mazmur 35:17-23.).

2.3.3        Analisis Penulis
Para Orientalis  orang yang benar-benar tertutup hati mereka, walaupun telah di tunjukkan kebenaran mereka akan tetap tidak faham, dunia ini semakin tua semakin menjadi, Islam yang jelas-jelas adalah agama yang benar tidak pernah di anggap benar oleh mereka, ini lah orang-orang kafir yang iri akan kejayaan islam dahulu, sampai Al-Qur’an yang sebuah kitab suci yang mu’jiz dari Allah SWT kepada umat Islam untuk mereka pegang sebagai pedoman  utama, mereka (orientalis) telah merubah keyakinan akan keimanan serang muslim bahwa Malaikat telah lancang kepada Allah, padahal dalam Tafsir – tafsir itu menyatakan bahwa  para malaikat hanya meminta penjelasan dan keterangan tentang hikmah yang didapat didalamnya. Dan Allah mengizinkan kepada mereka (Malaikat) untuk bertanya dalam hal itu, inilah salah satu fitnah mereka akan islam dan ini bukan hanya satu-satunya tapi masih banyak lagi fitnah yang mereka ungkapkan dari asas pedoman dan kajian  keislaman, mereka masuk melalui ilmu pengetahuan, pola kehidupan dan sosial, maka dari itu kita harus lebih waspada terhadap kemajuan dan ke moderenan elektronik, dan sarana-sarana yang mengatasnamakan western, semua itu harus kita filter agar yang baik dapat bermanfaat dan yang jelek dapat di tinggalkan.
Akan tetapi tidak semua orientalis, mempunyai pemikiran sama, dimana mereka mempelajari Islam untuk menyerang Islam itu, tetapi justru banyak diantara mereka juga yang membela Islam.
Terkadang para orientalis dalam mengkaji Islam ternyata membawa dampak yang baik , Tidak sedikit dari mereka yang masuk Islam seperti  Lord Hedley, Aten kaeeeDinech, penyair Jerman gothe, dan Dr. Gerinech sebagai seoarang anggota parlemen Prancis. Ketika ditanya mengapa dia masuk Islam , ia menjelaskan: “ Saya telah melakukan studi terhadap semua ayat Al-Quran yang berhubungan dengnan ilmu kedokteran, kesehatan, ilmu alam, dan yang berhungungan dengan pelajaran saya waktu kecil serta pengetahuan baru yang saya peroleh. Oleh karena itu saya masuk Islam dan saya yakin bahwa Nabi Muhammad Saw. Telah membawa kebenaran sejak beribu tahun yang lalu. Seandainya seluruh pakar ilmu pengetahuan mau membandingkan ayat ayat Alquran dengan Ilmu pengetahuan sekarang sebagaimana yang saya lakukan , niscaya ia akan masuk Islam jika mereka berfikir objektif tentunya.[17]




BAB III
PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
Orientalis adalah orang-orang non muslim yang mempelajari islam atau studi keislaman di dunia timur secara mendalam dengan tujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam maupun hanya ingin mempelajari Islam semata. Bahkan seakan-akan mereka orang-orang orientalis seperti orang islam sendiri. Padahal mereka mempelajari islam dalam keadaan tanpa iman pada Allah. Para Orientalis  orang yang benar-benar tertutup hati mereka, walaupun telah di tunjukkan kebenaran mereka akan tetap tidak faham, dunia ini semakin tua semakin menjadi, Islam yang jelas-jelas adalah agama yang benar tidak pernah di anggap benar oleh mereka. Orientalis hanya ingin menghancurkan Islam semata.
Pada hakikatnya mereka orang-orang Orientalis mempelajari Islam lantaran ketakutan mereka terhadap Islam. Sehingga mereka ingin menghancurkan Islam dari dalam, agar Islam selalu terpuruk, tak pernah maju, mengadu domba dan membuat rancu tentang Islam itu bagaimana bagi masyarakat awam.
Dunia sangatlah luas dan semua orang membutuhkan pengetahuan tentang perkembangan jaman, tidak terkecuali agama, sebagai orang yang beragama, khususnya islam yang memang menjadi sasaran orang-orang barat, kita perlu mempelajari teka-teki dunia,termasuk kaum orientalis  yang mempunyai tujuan yang perlu diwaspadai oleh manusia islam, orang-orang islam seharusnya mengerti islam lebih dari kaum lain, agar pemikiran kita, islam tidak dihujat, dan kita bisa membela agama islam dengan cara yang cerdas dan tidak hanya dengn emosi sesaat. Bukan hal yang susah untuk membuktikan bahwa islam adalah agama yang cerdas dan sesuai perkembanga jaman, karena islam memang agama yang tidak terbelakang dan membuka diri terhadap peradaban dunia, islam bergabung tetapi tak berarti melebur.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: CV. Toha Putra. Jilid 1. 1989
Al-mubarakfuri, Syafiyyurrahman, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Terjemahan Abu Ihsan al-Atsari, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir. Jilid 1. 2007
Ar-Rifa’I , Muhammad Nasib. ringkasan tafsir ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani Press. 1999
Buchari , H. A. Mannan, Menyingkap Tabir Orientalisme. Jakarta : Amzah, 2002 .
Hanafi, A. Orientalisme ditinjau menurut kacamata Agama, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1981.
MF , Zenrif. Sistesis Paradigma studi Al-Qur’an. Malang: UIN-Press. 2008
Muhammad, Abu Ja’far. Tafsir At-Thabari. terjemahan Ahsan Askan. Jakarta: Pustaka Azzam. Jilid 1. 2007
Said, Edward W. Orientalisme, terjemah.  AsepHikmat. Bandung Pustaka. 1996
Syamsuddin, Sahiron, dkk. Hermeneutika al-Qur’an .Yogyakarta: Islamika. 2003
Yasin, Muhammad. Orientalis menuduh ulama menjawab, Jakarta: pustaka Al-kaustar. 2009


1 komentar: