KAJIAN
ORIENTALIS TERHADAP AL-QUR’AN
“Kelancangan Malaikat Kepada Allah”
(Tuduhan Orientalis terhadap Surat Al-Baqarah Ayat 30)
By: Evi Muzaiyidah Bukhori (Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-qur’an adalah kitab
suci yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai mukjizat dan jalan
penerang bagi sekalian umat muslim di dunia, sebagai pedoman yang benar
untuk sebagai tuntunan menuju keridaan Alla SWT yaitu amal saleh yang ganjarannya
yaitu kenikmatan surga. Sebagai umat yang taat tentunya akan selalu berbuat
baik yang adapun dasar hukum perbuatan baik yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Allah swt telah menetapkan Muhammad saw sebagai Rasul-Nya yang
terakhir, dialah penyempurna Agama Islam dan penutup para Nabi sebagai khalifah
di bumi. Al-qur’an adalah kitab suci yang di turunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, sebagai mukjizat dan jalan penerang bagi sekalian umat
muslim di dunia, sebagai pedoman yang benar untuk sebagai tuntunan menuju
keridaan Alla SWT yaitu amal saleh yang ganjarannya yaitu kenikmatan surga.
Sebagai umat yang taat tentunya akan selalu berbuat baik yang adapun dasar
hukum perbuatan baik yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Namun seiring dengan berkembangnya zaman, muncullah interpretasi-interpretasi
mengenai ajaran Islam, salah satunya adalah gagasan orientalisme. Bagaimanakah
interpretasi mereka? Dan apa Tujuan mereka? Akan penulis bahas dalam makalah
ini.
1.2 Rumusan Masalah
1
Apa
Pengertian Orientalis?
2
Bagaimana
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 30?
3
Bagaimanakah
Tuduhan Orientalis terhadap Surat Al-Baqarah Ayat 30?
1.3 Tujuan Penulisan
1
Mengetahui
Pengertian Orientalis
2
Mengetahui
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 30
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Orientalis
2.1.1
Orientalis
Menurut Arti kata dan Istilah
Orientalisme didefiniskan sebagai pemahaman masalah-masalah
ketimuran. Istilah ini berasal dari bahasa Perancis, orient yang berarti
timur atau bersifat timur. Isme berarti paham, ajaran, sikap atau
cita-cita. Orang yang mempelajari masalah-masalah ketimuran (termasuk
keislaman) disebut orientalis yaitu ilmuwan Barat yang mendalami bahasa-bahasa,
kesustraan, agama, sejarah, adat istiadat dan ilmu-ilmu dunia Timur. Dunia
Timur yang dimaksud di sini adalah wilayah yang terbentang dari Timur dekat
sampai ke Timur jauh dan negara-negara yang berada di Afrika Utara.
Kata orientalisme adalah kata
yang dinisbatkan kepada sebuah studi/penelitian yang dilakukan oleh selain
orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama,
sejarah dan permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa Timur. Atau ada
juga yang mengatakan orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas
tentang ketimuran.[1]
Kata orientalis biasa digunakan
bagi para ilmuwan Barat yang mempelajari hal-hal ketimuran dalam berbagai
aspek, baik bahasa, kebiasaan, peradaban, terlebih agama-agamanya. Secara umum,
orientalis adalah sekelompok orang atau golongan yang berasal dari
negara-negara dan ras yang berbeda-beda, yang mengkonsentrasikan diri dalam
berbagai kajian ketimuran, khususnya dalam hal keilmuan, peradaban, dan agama,
khususnya negara Arab, Cina, Persia, dan India. Selanjutnya, kata orientalis
ini ditujukan kepada orang-orang Kristen yang sangat berkeinginan untuk
melakukan studi terhadap Islam dan Bahasa Arab.[2]
“Orientalis” bagi sebagian kalangan sering
kali dianggap sebagai “momok” yang harus diwaspadai dan disingkirkan jauh-jauh.
Dalam hal ini, untuk memberi kesan seolah-olah obyektif dan autoritatif,
orientalis-missionaris ini biasanya “berkedok” sebagai pakar (scholar/expert)
dalam bahasa, sejarah, agama dan kebudayaan Timur, baik yang “jauh” (far
eastern, seperti Jepang, Cina dan India) maupun yang “dekat” (near
eastern, seperti Persia, Mesir, dan Arabia).[3]
Tetapi
bagi sebagian yang lain tidaklah demikian. Hal ini tidak terlepas dari
keberadaannya yang memang problematis. Satu sisi, orientalis sangat merugikan
karena kajian dan analisis yang dilakukannya seringkali dimaksudkan untuk mendiskreditkan
dan menghegemoni dunia islam. Tetapi di sisi lain, tidak jarang mereka
melakukan analisis dan kajian dengan begitu objektif, sehingga -diakui atau
tidak- mereka telah memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi peradaban
Timur pada umumnya, dan dunia Islam khususnya.
Sikap
kritis pada setiap karya para orientalis, berkaitan dengan kajian Islam pada
umumnya dan al-Qur’an khususnya, jelas sangat diperlukan dalam dunia akademis.
Dengan kata lain, kritik yang sebaiknya diarahkan pada mereka bukan berdasarkan
agama mereka bukan Islam, tetapi atas dasar semangat untuk mencari kebenaran
ilmiah.[4]
2.1.2
Tujuan
Orientalis
Tujuan
utama orientalisme adalah mengungkap dan menyingkap signifikansi simbolik
ungkapan kultural Islam yang dalam, dimana bahasa Arab merupakan wahana
utamanya. Harus kita akui dengan terus terang bahwa beberapa orang diantara
para orientalis telah menghabiskan sebagian umur, kekuatan atau kemampuan
mereka mempelajari agama Islam. Mereka bentuk organisasi untuk menyelidiki dan
mempelajari masalah-masalah keTimuran dan keIslaman tanpa pengaruh-pengaruh
politik ,ekonomi, atau agama, tetapi semata-mata kedoyanan atau kegemaran
mereka mendapatkan ilmu pengetahuan. Orientalist yang kerjanya hanya mencari
kejelekan-kejelekan dan kelemahan-kelemahan agama Islam, kebudayaan Islam, dan
sejarah Islam, yang mereka sengaja membeberkannya dalam kitab-kitab karangan
mereka dengan tujuan tertentu yang bersifat politik dan agama. Adapun
tujuan-tujuan yang ingin mereka wujudkan adalah:
1. Membuat keraguan terhadap keabsahan
alqur’an sebagai firman Allah Para Orientalis mengatakan tentang humanismenya
Al Qur’an sehingga mereka berkesimpulan bahwa ia bukan besumber dari Allah,
tapi merupakan ungkapan tentang lingkungan Arab yang dikarang oleh seorang
Rasul.
2. Membuat keraguan terhadap kebenaran
ajaran nabi Muhammad Upaya peraguan yang mereka lakukan mencakup masalah
keabsahan hadist-hadist Nabi Muhammad, mereka mencari-cari alasan bahwa hadist
Rasulullah mengandung dusta tanpa menghiraukan usaha keras yang dilakukan
ulama-ulama kita dalam menyeleksi hadist-hadist yang sahih atau tidak.[5]
3. Membuat keraguan terhadap urgensi
bahasa Arab sebagai bahasa yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Tidak hayal lagi, bahwa bahasa Arab termasuk salah satu bahasa dunia yang
paling kaya kosa katanya, istilah-istilah didalamnya, dan ia mampu berjalan
seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.[6]
4. Membuat keraguan terhadap nilai
fikih Islami yang asasi. Para orientalis benar-benar membuat kekeliruan ketika
menelaah tentang kebebasan undang-undang fikih tersebut. jadi mereka langsung
saja menduga bahwa fikih yang luar biasa ini bersumber dari undang-undang
Romawi (Eropa).[7]
5. Membuat keraguan terhadap nilai
peninggalan kebudayaan Islam dan ilmu pengetahuan yang ditemukan oleh
cendikiawan muslim. Dalam pandangan mereka, Islam hanya bisa berdiri terbengong
dihadapan kemajuan manusia dan mencekik perjalanan hidup ini. Padahal,
sebagaimana kita ketahui Islam bukanlah agama yang mencekik nilai-nilai akal
dan Islam selalu mengajak orang untuk menggunakan akalnya.
6. Melemahkan jiwa ukhuwah Islamiyah
antara sesama umat Islam diberbagi Negara. Mereka menghembus isu-isu yang dapat
mengakibatkan perang saudara. Demikian juga yang mereka lakukan dinegara-negara
Islam dansecara terang-terangan menghalangi persatuan dan kekompakan ummat
Islam dengan metode jahat yang ada pada pikiran mereka.
7. Mereka pertama-tama menentukan objek
yang akan mereka kritik, lalu dengan segala kepandaian dan kecerdikan berfikir
mereka, mereka tetapkan cara-cara membeberkannya. Sekalipun hal-hal yang
merekakemukakan itu bohong semata dan tak ada nilai sama sekali, mereka sajikan
begitu rupa seakan-akan kejadian yang sebenarnya, sebab mereka tambahi dan
bumbui. Lalu mereka tetapkan pandangan mereka tentang hal-hal tersebut yang
tidak ada sama sekali dalam agama Islam, hanya keluar dari otak khayal mereka
sendiri.[8]
2.2
Tafsir
Surat Al-Baqarah ayat 30
2.2.1
Tafsir Ibnu Kastir
Tafsir ibnu
Kastir, Dalam ayat ini Allah memberitahukan tentang karunia yang dia anugrahkan
kepada anak cucu Adam, berupa kehormatan bagi mereka dimana Allah membicarakan
perihal mereka dihadapan para malaikat sebelum mereka diciptakan. Allah
berfirman: “Ingatlah ketika Rabb-mu
berfirman kepada para malaikat.”[9]
Maknanya, wahai Muhammad, ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada
malaikat, dan ceritakan pula hal itu kepada Kaummu. Ayat selanjutnya “sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah dimuka bumi ini”. Yakni suatu kaum yang akan menggantikan kaum
lainnya, kurun demi kurun dan generasi demi generasi (berkesinambungan).
Yang jelas,
bahwa yang dikehendaki oleh Allah bukan hanya Adam saja, karena jika yang Dia
maksud hanya Adam, niscaya tidak akan tepat pertanyaan Malaikat : “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah)
dibumu itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?”. Maknanya,
maksud para malaikat itu bahwa ada di antara jenis Makhluk ini yang melakukan
perbuatan tersebut. Seolah-olah para Malaikat mengetahui Hal Itu berdasarkan
Ilmu khusus, atau pengetahuan mereka tentang Tabi’at Manusia, karena Allah tela
mengabarkan kepada mereka bahwa jenis makhluk ini diciptakan dari tanah liat
kering (yang berasal) dari Lumpur Hitam yang diberi bentuk, atau mereka
memahami arti kata ”Khalifah” yaitu
orang yang memutuskan perkara di antara manusia tentang kedzaliman yang terjadi
di tengah-tengah mereka dan mencegah mereka dari perbuatan terlarang dan Dosa.
Ucapan Malaikat
tersebut bukan merupakan penentangan kepada Allah Azza wa Jalla, bukan pula kedengkian
terhadap anak cucu Adam, karena Allah telah mensifati para Malaikat sebagai
Makhluk yang tidak pernah Mendahului-Nya dengan ucapan. Artinya, mereka tidak
menanyakan sesuatu yang tidak di izinkan. Disini, tatkala Allah memberitahukan
kepada mereka bahwa dia akan menciptakan makhluk dibumi, para malaikat itu
telah mengetahui bahwa mereka pasti akan melakukan kerusakan dimuka bumi. Dari
sinilah para Malaikat melontarkan pertanyaan di atas tersebut, pertanyaan
tersebut hanya meminta penjelasan dan keterangan tentang hikmah yang didapat
didalamnya.[10]
2.2.2
Tafsir At-Thabari
Dalam tafsir
At-Thabari, Mufassir berpendapat bahwa, keberanian malaikat untuk mengatakan: “ Mengapa Engkau menjadikan (Khalifah)
dibumi itu ada orang yang akan merusak padanya dan menumpahkan darah”. Yaitu:
pertanyaan itu bukan maksud untuk mengingkari Allah tetapi bertanya untuk lebih
mengetahui, lalu mereka memberitahukan diri mereka yang selalu bertasbih mereka
berkata demikian karena mereka enggan melihat Allah di maksiati, dimana jin
telah bermaksiat kepada Allah sebelum itu. Perkataan Malaikat itu juga
bertujuan untuk mengetahui apa yang belum mereka ketahui, seakan-akan mereka
berkata: “Wahai Tuhan, Tolong beritahukan
kepada kami”.
Adapun makna
dari pertanyaan tersebut, Allah mengizinkan kepada mereka untuk bertanya dalam
hal itu sesudah Allah menginformasikan kepada mereka bahwa hal itu akan terjadi
dari bani Adam, dan maka bertanyalah Malaikat dengan nada heran: bagaimana mereka berani bermaksiat kepada-Mu
wahai Allah sedang Engkau-lah yang menciptakan mereka? Maka Allah menjawab
: “Sesungguhnya Aku (Allah) mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui”. Maksudnya, bahwa hal itu terjadi dari mereka
meskipun kalian tidak mengetahuinya. Sesungguhnya diantara Khalifah tersebut
terdapat orang-orang yang shalih. Mereka mengetahui hal itu secara terbatas
tidak seperti pengetahuan Tuhan Yang Maha Esa.[11]
2.2.3
Tafsir Al-Maraghi
Pengangkatan
khalifah tersebut menyangkut pula pengertian pengangkatan sebagaimana manusia
yang diberi Wahyu oleh Allah tentang Syari’at-syari’at-Nya. Pengertian khalifah
ini juga mencakup seluruh makhluk (manusia) yang berciri mempunyai kemampuan
berpikir yang luar biasa, manusia dengan kekuatan akal, ilmu pengetahuan dan
daya tangkap mereka belum bisa diketahui secara jelas sampai sejauh mana
kemampuan manusia sesungguhnya. Dengan kemampuan akal manusia bisa berbuat
mengelola alam semesta dengan penuh kebebasan. Manusia dapat berkreasi . Dengan
kemampuan akalnya, manusia dapat pula merubah jenis tanaman baru sebagai hasil
cangkoknya, sehingga tumbuh pohon yang sebelumnya belum pernah ada. Kemudian
manusia dapat pula melakukan penyilangan keturunan terhadap macam-macam hewan
sehingga lahir hewan-hewan bastar yang belum pernah ada. Semuanya ini
diciptakan Allah Yang Maha Kuasa untuk kepentingan umat Islam.
Jadi, tak ada
bukti yang jelas dalam hikmah Allah menciptakan jenis manusia ini kecuali
manusia itu mempunyai keistimewaan dengan bakat-bakat yang ada pada diri mereka
sehingga mampu mengemban tugas khalifah dimuka bumi ini. [12]
Pertanyaan dan
anggapan (bukan keraguan dan perasaan dengki) para Malaikat dijawab oleh Allâh Azza
wa Jalla bahwa semua itu sudah diperhitungkan secara matang atas dasar
Kemahatahuan-Nya yang melampaui pengetahuan semua makhluq-Nya, termasuk para
Malaikat. Semua yang akan Allâh Azza wa Jalla lakukan atas makhluq-Nya
sudah Allâh Azza wa Jalla skenariokan dengan penuh detil yang
tidak ada cacatnya. “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian
ketahui.” Allâh Azza wa Jalla bermaksud menyadarkan para
Malaikat-Nya bahwa sesungguhnya Dia mengetahui kemaslahatan dan hikmah sesuatu
yang tidak mereka ketahui. Termasuk dalam penciptaan seorang khalifah, tentu
ada suatu hikmah yang boleh jadi tidak mereka ketahui.
Itulah penafsiran khalifah yang benar, bukan pendapat orang yang
mengatakan bahwa Adam merupakan khalifah Allah di bumi dengan berdalihkan
firman Allah, ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Abdur
Razaq, dari Muammar, dan dari Qatadah berkata berkaitan dengan firman Allah,
”Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi orang yang akan membuat kerusakan
padanya.”
Seolah-olah Allah memberitahukan kepada para malaikat bahwa apabila
di bumi ada makhluk, maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah
di sana. Perkataan malaikat ini bukanlah sebagai bantahan kepada Allah
sebagaimana diduga orang, karena malaikat disifati Allah sebagai makhluk yang
tidak dapat menanyakan apa pun yang tidak diizinkan-Nya. Ibnu Juraij berkata
bahwa sesungguhnya para malaikat itu berkata menurut apa yang telah
diberitahukan Allah kepadanya ihwal keadaan penciptaan Adam. Maka malaikat
berkata, ”Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya?” Ibnu Jarir berkata, ”Sebagian ulama mengatakan,
’Sesungguhnya malaikat mengatakan hal seperti itu, karena Allah mengizinkan
mereka untuk bertanya ihwal hal itu setelah diberitahukan kepada mereka bahwa
khalifah itu terdiri atas keturunan Adam. Mereka berkata, ”Mengapa Engkau
hendak menjadikan orang yang akan membuat kerusakan padanya?” Sesungguhnya
mereka bermaksud mengatakan bahwa di antara keturunan Adam itu ada yang
melakukan kerusakan.
Pertanyaan itu bersifat meminta informasi dan mencari tahu ihwal
hikmah. Maka Allah berfirman sebagai jawaban atas mereka, ”Allah berkata,
’Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui,’ “yakni Aku
mengetahui kemaslahatan yang baik dalam penciptaan spesies yang suka malakukan
kerusakan seperti yang kamu sebutkan, dan kemaslahatan itu tidak kamu ketahui,
karena Aku akan menjadikan di antara mereka para nabi, rasul, orang-orang
saleh, dan para wali. Insya Allah, saya akan mengemukakan pendapat Ibnu Mas’ud,
Ibnu Abbas, dan beberapa sahabat dan tabi’in tentang hikmah yang terkandung
dalam firman Allah, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”[13]
2.3
Tuduhan Orientalis
2.3.1
Pendapat Orientalis
Kaum Orientalis
membantah bukanlah ini artinya para Malaikat telah lancang kepada Allah?
Sementara itu di ayat yang lain disebutkan bahwa mereka selalu taat kepadaNya: “Mereka
itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan
perintah-perintahNya”. (Al-Anbiya’ 21:27).[14]
2.3.2
Jawaban / Sanggahan Ulama
Menurut Ulama, Para
malaikat itu tidak akan berani berbuat lancang, karena mereka hanya melakukan
apa yang diperintahkan. Sebagai mana firman Allah. Sebagai mana firmn Allah: “para
malaikat terhadap apa yan diperintahkan –Nya kepada mereka dan selalalu mengerjakan apa yang
diperintahkan. (At-Thahrim 66:6)
Dan bukti
bahwa, selalu mensucikan Tuhan dan mengagungkan-Nya, adalah perkataan mereka
dan bukti bahwa mereka selalu mensucikan Tuhan dan mengagungkan_Nya, padahal
kami senantiasa bertasybih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau.
(Al-Baqarah 2:30)
Dari sini
selalu timbul pernyataan” dari manakah para malaikat itu mengetahui bahwa
manusia akan berbuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah?[15]
Para ulama juga
mengatakan mereka hanya mrmprediksi saja, karena bangsa Jin yang
sebelumnya berada dibumi selalu bertikai
dan berbuat kerusakan, maka setelah itu Allah mengutus para malaikat untuk
menghancurkan mareka, lalu merekapun berlarian ke gunung-gunung, lahan-lahan
kosong, dan ke tengah-tengan lautan, Atau, pengetahuan itu adalah ilmu yang
telah dia telah di ajarkan oleh Allah kepada mereka.
Sekarang kami
ingin bertanya kepada kalian wahai para penuding (orientalis) apakah kalian
menganggap para malaikat itu sebagai kelancangan, sementara kalian lupa bahwa
kitab suci kalian menyebutkan tentang (menurut kalian) kelancangan kami Nabi
kalian terhadap Tuhan? Bacalah oleh keterangan-keterangan di bawah ini.[16]
“sesudah itu ia berseru kepada Tuhan,
katanya:”Ya Tuhan, Allahku! Apakah engkau menimpakan kemalangan ini atas janda
ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang. Dengan membunuh anaknya”.
(Raja-raja 17:20)
“Berapa
lama lagi ya, Ya Tuhan, Engkau bersembungi terus –menerus, berkobar-kobar
murka-Mu laksana api? Ingatlah apa umur hidup itu, betapa sia-sia kau ciptakan
semua anak Manusia!”. (Mazmur 89:46-47)
“sampai berapa lama, Tuhan, Engkau memandangi
saja? Selamatkanlah jiwaku dari perusakan mereka, nyawaku dari singa-singa
muda! Aku mau menyanyikan syukur terhadap-Mu dalam jemaah yang besar, di
tengah-tengah rakyat yang banyak ak mau memuji-muji engkau. Janganlah
sekali-kali bersukacita atas kau orang-orang memusuhi aku tanpa sebab, atau
mengedip-ngedipkan mata orang-orang yang membenci aku tanpa alas an. Karena
mereka tidak membicarakan damai, dan terhadap orang=orang yang rukun di negeri
mereka merancang penipuan. Mereka membuka mulutnya lebar-lebar terhadap aku dan
berkata : syukur, syukur, mata kami telah melihatnya!” Engkau telah melihatnya, Tuhan, janganlah berdiam
diri, ya Tuhan, janganlah jauh dari padaku! Terjagalah dan bangunlah membela
hakku, membela perkaraku, Ya Allahku dan Ya Tuhanku. (Mazmur 35:17-23.).
2.3.3
Analisis Penulis
Para Orientalis orang yang benar-benar tertutup hati
mereka, walaupun telah di tunjukkan kebenaran mereka akan tetap tidak faham,
dunia ini semakin tua semakin menjadi, Islam yang jelas-jelas adalah agama yang
benar tidak pernah di anggap benar oleh mereka, ini lah
orang-orang kafir yang iri akan kejayaan islam dahulu, sampai Al-Qur’an yang
sebuah kitab suci yang mu’jiz dari Allah SWT kepada umat Islam untuk
mereka pegang sebagai pedoman utama, mereka (orientalis) telah merubah
keyakinan akan keimanan serang muslim bahwa Malaikat telah lancang kepada Allah,
padahal dalam Tafsir – tafsir itu menyatakan bahwa para malaikat hanya meminta penjelasan dan keterangan tentang
hikmah yang didapat didalamnya. Dan Allah mengizinkan kepada mereka (Malaikat) untuk
bertanya dalam hal itu, inilah salah satu fitnah mereka akan islam dan ini bukan hanya
satu-satunya tapi masih banyak lagi fitnah yang mereka ungkapkan dari asas
pedoman dan kajian keislaman, mereka masuk melalui ilmu pengetahuan, pola
kehidupan dan sosial, maka dari itu kita harus lebih waspada
terhadap kemajuan dan ke moderenan elektronik, dan sarana-sarana yang
mengatasnamakan western, semua itu harus kita filter agar yang baik dapat
bermanfaat dan yang jelek dapat di tinggalkan.
Akan tetapi tidak semua
orientalis, mempunyai pemikiran sama, dimana mereka mempelajari Islam untuk
menyerang Islam itu, tetapi justru banyak diantara mereka juga yang membela
Islam.
Terkadang para orientalis dalam mengkaji
Islam ternyata membawa dampak yang baik , Tidak sedikit dari mereka yang masuk
Islam seperti Lord Hedley, Aten kaeeeDinech, penyair Jerman gothe, dan
Dr. Gerinech sebagai seoarang anggota parlemen Prancis. Ketika ditanya mengapa dia masuk Islam , ia menjelaskan: “ Saya telah
melakukan studi terhadap semua ayat Al-Quran yang berhubungan dengnan ilmu kedokteran, kesehatan, ilmu alam, dan
yang berhungungan dengan pelajaran saya waktu kecil serta pengetahuan baru yang
saya peroleh. Oleh karena itu saya masuk Islam dan saya yakin bahwa Nabi
Muhammad Saw. Telah membawa kebenaran sejak beribu tahun yang lalu. Seandainya
seluruh pakar ilmu pengetahuan mau membandingkan ayat ayat Alquran dengan Ilmu
pengetahuan sekarang sebagaimana yang saya lakukan , niscaya ia akan masuk
Islam jika mereka berfikir objektif tentunya.[17]
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Orientalis adalah orang-orang non muslim
yang mempelajari islam atau studi keislaman di dunia timur secara mendalam
dengan tujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam maupun hanya ingin
mempelajari Islam semata. Bahkan seakan-akan mereka orang-orang orientalis
seperti orang islam sendiri. Padahal mereka mempelajari islam dalam keadaan
tanpa iman pada Allah. Para Orientalis orang yang benar-benar tertutup hati mereka, walaupun
telah di tunjukkan kebenaran mereka akan tetap tidak faham, dunia ini semakin
tua semakin menjadi, Islam yang jelas-jelas adalah agama yang benar tidak
pernah di anggap benar oleh mereka. Orientalis hanya ingin menghancurkan Islam
semata.
Pada hakikatnya mereka orang-orang
Orientalis mempelajari Islam lantaran ketakutan mereka terhadap Islam. Sehingga
mereka ingin menghancurkan Islam dari dalam, agar Islam selalu terpuruk, tak
pernah maju, mengadu domba dan membuat rancu tentang Islam itu bagaimana bagi
masyarakat awam.
Dunia sangatlah luas dan semua orang
membutuhkan pengetahuan tentang perkembangan jaman, tidak terkecuali agama,
sebagai orang yang beragama, khususnya islam yang memang menjadi sasaran
orang-orang barat, kita perlu mempelajari teka-teki dunia,termasuk kaum
orientalis yang mempunyai tujuan yang perlu diwaspadai oleh manusia
islam, orang-orang islam seharusnya mengerti islam lebih dari kaum lain, agar
pemikiran kita, islam tidak dihujat, dan kita bisa membela agama islam dengan
cara yang cerdas dan tidak hanya dengn emosi sesaat. Bukan hal yang susah untuk
membuktikan bahwa islam adalah agama yang cerdas dan sesuai perkembanga jaman,
karena islam memang agama yang tidak terbelakang dan membuka diri terhadap
peradaban dunia, islam bergabung tetapi tak berarti melebur.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang:
CV. Toha Putra. Jilid 1. 1989
Al-mubarakfuri, Syafiyyurrahman, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Terjemahan
Abu Ihsan al-Atsari, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir. Jilid 1. 2007
Ar-Rifa’I , Muhammad Nasib. ringkasan tafsir ibnu
Katsir. Jakarta: Gema Insani Press. 1999
Buchari , H. A. Mannan, Menyingkap Tabir Orientalisme. Jakarta :
Amzah, 2002 .
Hanafi, A. Orientalisme
ditinjau menurut kacamata Agama, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1981.
MF ,
Zenrif.
Sistesis Paradigma studi Al-Qur’an. Malang: UIN-Press. 2008
Muhammad, Abu Ja’far.
Tafsir At-Thabari.
terjemahan Ahsan Askan.
Jakarta: Pustaka Azzam.
Jilid 1. 2007
Said, Edward
W. Orientalisme, terjemah. AsepHikmat. Bandung Pustaka. 1996
Syamsuddin,
Sahiron, dkk. Hermeneutika al-Qur’an .Yogyakarta: Islamika. 2003
Assalamu'alaikum kak, boleh dikasih footnote?
BalasHapus