Menulislah sesuai kemampuanmu

Rabu, 16 April 2014

Munculnya Perbedaan - perbedaan Keagamaan




KHULAFAUR RASYIDIN (632-660)

MUNCULNYA PERBEDAAN-PERBEDAAN KEAGAMAAN
By: Evi Muzaiyidah Bukhori (Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang)

BAB I


PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
                        Pada Masa Nabi SAW ummat islam adalah ummat yang satu, mereka satu akidah, satu syari’ah dan satu akhlaqul karimah karena jika ada sedikit perbedaan langsung ditanyakan kepada beliau dan bila terdapat perselisihan pendapat diantara mereka, maka hal tersebut dapat diatasi dengan wahyu dan tidak ada perselisihan diantara mereka.
                        Setelah wafatnya Nabi Mulai muncul gerakan-gerakan keagamaan, Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin mulailah adanya perselisihan, pada pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang mana orang-orang Islam Mulai terdapat permasalahan gerakan yang dikenal dengan kemurtadan. Setelah wafatnya Nabi, beberapa orang mengklaim (mengaku-ngaku) kenabian.Beberapa lainnya menjadi murtad dan yang lainnya orang-orang tidak mengakui pemerintahan madinah karenanya, menolak untuk tidak membayar zakat.Kemudian Awal mula adanya perselisihan dipicu oleh Abdullah bin Saba’ (Seorang Yahudi) pada pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan dan berlanjut pada masa Khalifah Ali. Dan awal mula adanya gejala timbulnya aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah ke-3 setelah wafatnya Rasulullah).
Pada masa itu di latar belakangi oleh kepentingan kelompok, yang mengarah pada terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kemudian digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, pada masa itu perpecahan di tubuh umat islam terus berlanjut. Umat islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang menamakan dirinya kelompok Khawarij.
Akhirnya perpecahan memuncak, kemudian terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali dengan mu’awiyah. Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi banyak, seperti aliran syi’ah, khawarij, murji’ah,dll.
1.2 Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apa yang melatar belakangi Munculnya Gerakan-gerakan keagamaan pada Masa Khulafaur Rasyidin?
2.      Bagaimana pokok-pokok pemikiran Gerakan-gerakan keagamaan pada Masa Khulafaur Rasyidin?
1.3 Tujuan Makalah
1.      Mengetahui Latar Belakang Munculnya Gerakan-gerakan pada masa Khulafaur Rasyidin.
2.      Mengetahui pokok-pokok pemikiran dari Gerakan-gerakan keagamaan pada masa Khulafaur Rasyidin.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Latar Belakang Munculnya aliran-aliran keagamaan pada masa Khulafaur Rasyidin
Pemerintahan khulafaur Rasyidin terbagi menjadi empat periode: Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Selama pemerintahan khulafaur Rasyidin terjadi gerakan-gerakan keagamaan, antara lain:
2.1.1.      Pemurtadan orang-orang Arab
Masalah utama umat islam adalah gerakan yang dikenal dengan kemurtadan. Menurut para ahli sejarah bahwa setelah wafatnya Nabi, beberapa orang mengklaim (mengaku-ngaku) kenabian. Beberapa orang-orang tidak mengakui pemerintahan madinah karenanya, menolak untuk tidak membayar zakat. Mereka menganggap membayar zakat itu hanya paksaan bagi umat islam, dan bagi mereka umat Islam hanyalah suku Quraisy, Aus dan Khazraj. Peristiwa-peristiwa ini masing-masing memiliki tujuannya sendiri, tetapi sistem khalifah memandang semuanya itu sebagai kemurtadan yang menentang mereka.
Al aswad dari suku ‘ans yaitu orang pertama yang mengumumkan kenabian atas dirinya sendiri di Yaman dengan bantuan rakyatnya, dia menyerbu najran dan najran menyerah, juga meyerang Shahr ibn Badhan, penguasa San’a, aswad membunuhnya dan mengawini istrinya. Dia mengancam umat islam di Yaman yang menulis surat kepada Nabi. Nabi Muhammad memerintah mereka agar membunuhnya.Dengan waktu tiga bulan umat islam untuk dapat menundukkan pemberotakan aswad dan membunuhnya di malam sebelum wafatnya Nabi. [1]
Pemberontakan melawan Pemerintahan suku Quraisy terus berkembang. Yang paling berbahaya adalah orang-orang yang mengaku Nabi yaitu Musailamah bin Habib al kadzab, dari Bani Hanifah dan para pengikut-pengikut sajah dari Bani Tamim yang berselisih pendapat. Musailamah al kadzab menulis surat kepada Nabi Muhammad menuntut persekutuan dalam misi kenabian, pembagian negara dan supermasinya di seluruh jazirah arab. Ketika Abu Bakar menggantikan Nabi sebagai kholifah pertama pasukan perang umat islam dan pasukan musailamah al kadzab bertemu, musailamah al kadzab bisa tegak melawan kholid, umat islam bisa mengalahkan pengikut musailamah al kadzab dan membunuhnya.
Nabi palsu lainnya ialah Tulayha ibn Khuwaylid, pemimpin Banu Asnad. Diantara pengikut-pengikut nabi-nabi palsu itu banyak yang mengetahui kepalsuan dan kesesatan nabi-nabi palsu itu, namun mereka mau mendukung dan menggabungkan diri kepada nabi-nabi palsu itu hanyalah agar mereka jadi kuat untuk menghadapi Quraisy yang hendak memonopoli kekuasaan di Tanah Arab. Demikian pula banyak di antara orang-orang yang murtad menggabungkan diri kepada seorangpun nabi-nabi palsu, mereka hanya semata-mata meniggalkan Islam, antara lain ialah penduduk Bahrain, mereka memperlihatkan kemurtadannya setelah meninggalnya pemimpin mereka al-Mundir Ibn Sawwa.
Abu bakar menghadapi kesulitan-kesulitan ini dengan kemauan keras, ketetapan hati dan semangat. Dia segera mengirim bala tentaranya beserta para pemimpin pasukan sebagai bantuan kaum muslimin yang berada di tempat-tempat tersebut. Setiap pertempuran antara kaum muslimin dan kaum musyrikin selalu dimenangkan oleh tentara Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Kaum muslimin berhasil membunuh banyak kaum murtad dan merebut harta rampasan perang yang sangat banyak.Dengan itu mereka menjadi lebih kuat dalam menghadapi musuh-musuh yang berada disana. Dengan demikian secara berkesinambungan pasukan Islam terus menumpas seluruh gerakan murtad hingga akhirnya Jazirah arab di kuasai oleh orang-orang yang patuh dan tunduk kepada Allah dan RasulNya.[2]
2.1.2.      Syi’ah
Syi’ah dilihat dari segi Bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok.Sedangkan secara terminology adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi SAW, atau orang yang disebut sebagai ahl bait. Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat bukan ahl bait atau para pengikutnya.
Menurut Thabathbai, Istilah syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan bagi pengikut Ali bin Abi Thalib, pemimpin pertama ahl bait pada masa Nabi Muhammas SAW. Para pengikutnya Ali yang disebut Syi’ah itu diantaranya Abu Dzar al-Ghifari, Miqad bin Al-Aswad, Ammar bin Yasir, dll.[3]
Pusat Syi’ah berada di Iran, Irak bagian Selatan dan Asia Selatan, mereka percaya berkisar diseputar Figur Ali, karena Ali adalah sebagaimana laki-laki pertama sekaligus menantu Nabi Muhammad. Dia adalah khalifah keempat mula-mula menggantikan Nabi sebagai penguasa Islam. Kaum Syi’ah percaya bahwa Nabi Muhammad memilih Ali sebagai penggantinya oleh karena itu seharusnya Ali menjadi Khalifah pertama setelah Nabi Muhammad SAW tidak hanya karena dia pantas menerima pertunjukan tersebut tapi karena dia juga menantu Nabi. Satu-satunya Khalifah dimana Syi’ah menerima Ali, khususnya kaum Syi’ah menolak tiga khalifah pertama yaitu Abu Bakar, Umar dan Usman.berarti merampas jabatan dari orang yang berhak menerimanya. Dalam tradisi Persia raja dipandang memiliki kesucian. Mereka memandang Ali dan keturunannya dengan pandangan demikian.[4]
Selain memandang Ali sebagai keturunanya Nabi, Ali juga dianggap mempunyai ketegasan, kebijakan, dan ia juga memiliki model kualitas-kualitas ideal orang arab, berani di medan perang, bijak dalam member petuah, fasih bicara, jujur kepada teman, pemaaf kepada musuh, Ali juga menjadi model kemuliaan dan kebaikan (Futuwah).[5]
Mereka berpendapat bahwa mematuhi imam adalah wajib.Karena mematuhinya berarti mematuhi Allah.Menurut pendapat lain, Syi’ah lebih banyak diambil dari Bangsa Yahudi dari pada Bangsa Persia alasannya Abdullah ibnu Saba’ adalah orang yang pertama yang mengembangkan paham kesucian Ali adalah orang yahudi.
Mengenai kemunculan Syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah Syi’ah mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.[6]Adapun menurut Watt, Syi’ah baru benar-benar muncul ketika pecahnya perperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Siffin.
Hal tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat Rasulullah semasa hidupnya antara lain;
a.       Ketika pada awal islam mendakwahkan ajarannya secara terang-terangan kesempatan itu disebut da’wat dzul asyirah (dakwah kepada karib kerabat). Meminjam kata-kata Rev Sale, Nabi SAW bersabda: “Tuhan telah memerintahkanku untuk mengajak kalian kepadanya, siapa diantara kalian yang ingin membantuku berdakwah dan menjadi penerusku?” sebagian besar mereka yang datang menolak dan membenci ajakan itu, akan tetapi saat itu Ali bangkit dan mengatakan bersedia menolong Rasul SAW, sehingga Rasulullah memeluk Ali.
b.      Peristiwa ketika Ali memperoleh kemenangan pada perang Khaybar, Rasulullah berkata: “Engkau adalah bagianku dan aku adalah bagianku, kau akan mewariskanku… engkau bagiku bagaikan Harun bagi Musa as. Engkau akan paling dekat denganku di hari kiamat dan paling dekat denganku di telaga kausar. Permusuhan terhadapmu adalah permusuhan terhadapku, perang melawanmu adalah perang melawanku. Keimanan yang kau miliki sebanyak keimananku. Kau adalah gerbang bagiku”. Tidak ada kata-kata yang lebih jelas, tegas, kuat, serta fasih dari pada kata tersebut dan Rasulullah tidak pernah mengatakan kata-kata itu untuk selain Ali r.a.
c.       Peristiwa perang Tabuk menjadi bukti ketiganya, Rasulullah SAW mempercayai Ali dan mengangkatnya sebagai pengawal utama untuk mempertahankan benteng terakhir pertahanan pasukan islam dan menyukseskan dakwahnya. Nabi SAW bersabda: “Ya Ali tidak ada yang mampu menjaga negeri muslim selain dirimu dan aku”.
d.      Dan peristiwa Ghadir Khumm menjadi salah satu bukti yang mengesahkan Ali sebagai penerus Rasulullah dan penggantinya dihadapan masa yang penuh sesak yang menyertai beliau.[7]
Demikianlah sedikit banyaknya tentang isyarat-isyarat Rasulullah yang menyatakan bahwa Ali adalah penerusnya, dan masih banyak isyarat lainnya yang menyatakan Ali sebagai penerus Nabi Muhammad SAW.
Akan tetapi ketika Rasulullah wafat, Ali tidak menjadi khalifah atau penerus Nabi Muhammad SAW, karena berlawanan dengan harapan mereka maka muncullah sikap di kalangan kaum muslimin yang menentang kekhalifahan, mereka berpendapat bahwa pengganti Nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Inilah yang kemudian disebut sebagai Syi’ah.[8]
2.1.3.      Khawarij
Khawarij Muncul ketika Konflik politik antara Ali Ibn Thalib dengan Muawiyah Ibn Abi Sufyan diakhiri dengan tahkim. Dari pihak Ali Ibn Abi Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak “cerdik” dalam politik,yaitu Abu Musa Al-Asy’ari. Sebaliknya, dari pihak Muawiyah Ibnu Abi Sufyan diutus seorang yang sangat “cerdik” dalam berpolitik, yaitu Amr ibn Ash.
Dalam Tahkim tersebut, pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah karena kecerdikan Amr Ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al-Asy’ari. Pendukung Ali kemudian terpecah menjadi dua, yaitu kelompok pertama adlah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil tahkim dan mereka tetap setia kepada Ali Ibn Abi Thalib, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok yang menolak hasil kahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib. Mereka menyatakan diri keluar dari pendukung Ali Ibn Abi Thalib yang kemudian melakukan gerakan  perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat dalam tahkim,termasuk Ali Ibn Abi thalib.
Peristiwa tahkim tersebut menyebabkan sebagian pengikut Ali tidak setuju, dan mereka keluar dari barisan Ali, kemudian mereka menjadikan Nahrawan sebagai markasnya serta terus-menerus merongrong pemerintahan Ali. Golongan yang keluar dari barisan Ali tersebut biasa disebut sebagai Khawarij. Kerepotan Khalifah dalam menyelesaikan kaum Khawarij ini digunakan Muawiyah untuk merebut mesir. Padahal, Mesir dapat dikatakan sebagai sumber kemakmuran dan ekonomi dari pihak lain.
Dengan terjadi pemberontakan dan keluarnya sebagian pendukung Ali,banyak pengikut Ali yang gugur dan juga berkurang serta hilangnya sumber ekonomi dari Mesir karena dikuasai oleh muawiyah menjadikan karisma khalifah menurun, sementara Muawiyah semakin hari makin bertambah kekuatannya.hal tersebut memaksa khalifah Ali menyetujui perdamaian dengan Muawiyah.
Penyelesaian melalui kompromi dengan Muawiyah itu sebenarnya merupakan kegagalan bagi Ali. Berbagai kerusuhan yang harus dihadapi Ali sejak penobatannya sebagai Khlifah, terutama disebabkan oleh kegagalannya menindas pemberontakan Muawiyah, pemberontakan yang hebat dari Thalhah dan Zubair memperlemah kedudukan Ali dan memperkuat kekuasaan Muawiyah. Pemberontakan-pemberontakan terjadi pula di Bashrah, Mesir, dan persia untuk mendapat kemerdekaan. Khalifah Ali harus menangani pemberontakan-pemberontakan ini dan memulihkan ketertiban didalam imperium, terutama kaum khawarij sangat memperlemah kekuatannya dan terus-menerus menyibukannya.
Jumlah manusia, keuangan, dan sumber-sumber kekayaan Muawiyah jauh lebih kuat dibandingkan dengan khalifah Ali. Ali tidak memiliki sumber-sumber kekayaan yang memadai dan memimpin suatu kaum yang kesetiaannya kepadanya berubah-ubah dan meragukan. Sebaliknya Muawiyah memililiki sumber-sumber kekayaan disiria dan memilikih dukungan yang tangguh dari keluarganya. Bani Ummayah maupun orang-orang Siria dengan kuat berada di balakangnya dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang tak habis-habisnya. Ali hanyalah seorang Jendral dan prajurit yang gagah berani, sedangkan Muawiyah adalah seorang diplomat yang licik dan seorang politikus yang pintar. Dia memainkan kelicikan apabila keberanian bertarung tidak berhasil. Dengan cerdik, dia memanfaatka pembunuhan Khalifah Ustman untuk menjatuhkan nama dan memperlemah Khalifah Ali dan membantu rencananya. Karena dia sendiri adalah orang yang paling licik pada waktu itu, Muawiyah menjalin persahabatan dan persekutuan dengan Amr, yang juga orang yang paling cerdik dab banyak akal pada waktu itu. Karena gagal dalam menggunakan pedang, Muawiyah dan sekutunya menipuh dan mengalahkan Khalifak Ali dengan permainan kecerdikan dan kelicikan didalam perang Shiffin.
Penyelesaian kompromis Ali dengan muawiyah tidak disukai oleh kaum perusuh karena hal itu membebaskan Khalifah untuk memusatkan perhatiannya pada tugas menghukum mereka. Khaum Khawarij merencanakan untuk membunuh Ali, Muawiyah dan Amr memiliki seorang Khalifah yang sehaluan dengan mereka, yang dengan bebas dipilih dari seluruh umat Islam. Karena itu, Abdurahman, pengikut setia khaum Khawarij, memberikan pukulan yang hebat kepada Ali sewaktu dia akan adzan di masjid. Pukulan itu fatal, dan Khalifah Ali wafat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H., bertepatan dengan tahun 661 M.
Dalam kisah lain diceritakan bahwa kematian Khalifah Ali diakibatkan oleh pukulan pedang beracun Abdurahman Ibn Muljam,sebagaimana dijelaskan Philip K. Hitty, bahwa:
“ Pada 24 Januari 661, ketika Ali dalam perjalanan menuju masjid Khufah, ia terkena hantaman pedang beracun di dahinya. Pedang yang menganai otaknya tersebut diayunkan oleh seorang pengikut kelompok Khawarij, Abd Ar-rahman ibn Muljam, yang ingin membalas dendam atas kematian seorang keluarga wanita, kufa yang menjadi makam Ali, kini masyhad Ali di Najaf, berkembang menjadi salah satu pusat ziarah terbesar dalam agama Islam.[9]
 Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh Hasan selama beberapa bulan, karena Hasan lemah dan Muawiyah semakin kuat, Hasan membuat perjanjian damai untuk mempersatukan umat Islam kembali dibawah Muawiyah bin Abi Sofyan, Tapi perjanjian itu menyebabkan muawiyah menjadi panguasa absolut dalam Islam, Tahun persatuan itu disebut tahun jamah (am jamaah) dengan demikian berakhirlah kehalifahan rasyidin.[10]

2.1.4.      Murji’ah
Murji’ah muncul setelah terjadinya Perang Jamal. Dinamakan perang Jamal, karena dalam peristiwa tersebut, janda Rasulullah SAW dan putri Abu Bakar Shiddiq, Aisyah ikut dalam peperangan dengan mengendarai unta. Perang ini berlangsung pada lima hari terakhir Rabi’ul Akhir tahun 36H/657M. Ikut terjunnya Aisyah memerangi Ali sebagai khalifah dipandang sebagai hal yang luar biasa, sehingga orang menghubungkan perang ini dengan Aisyah dan untanya, walaupun menurut sementara ahli sejarah peranan yang dipegang Aisyah tidak begitu dominan.
Keterlibatan Aisyah pada perang ini pada mulanya menuntut atas kematian Utsman bin Affan terhadap Ali, sama seperti yang dituntut Thalhah dan Zubair ketika mengangkat bai’at pada Ali. Setelah itu Aisyah pergi ke Mekkah kemudian disusul oleh Thalhah dan Zubair. Ketiga tokoh ini nampaknya mempunyai harapan tipis bahwa hukum akan ditegakkan. Karena menurut ketiganya, Ali sudah menetapkan kebijakan sendiri karena ia didukung oleh kaum perusuh. Kemudian mereka dengan dukungan dari keluarga Umayah menuntut balas atas kematian Utsman. Akhirnya mereka pergi ke Basrah untuk menghimpun kekuatan dan di sana mereka mendapat dukungan masyarakat setempat.[11]
Ali beserta pasukannya yang sudah berada di Kufah telah mendengar kabar bahwa di Syria (Syam) Muawiyah telah bersiap-siap dengan pasukannya untuk menghadapi Ali. Ali segera memimpin dan menyiapkan pasukannya untuk memerangi Mu’awiyah. Namun sebelum rencana tersebut terlaksana, tiga orang tokoh terkenal yaitu Aisyah tokoh terkenal Aisyah, Thalhah, dan Zubair beserta para pengikutnya di Basrah telah siap untuk memberontak kepada Ali. Ali pun mengalihkan pasukannya ke Basrah untuk memadamkan pemberontakan tersebut.
Aisyah ikut berperang melawan Ali alasannya bukan semata menuntut balas atas kematian Utsman, akan tetapi ada semacam dendam pribadi antara dirinya dengan Ali. Dia masih teringat terhadap peristiwa tuduhan selingkuh terhadap dirinya (hadits al-ifk), dimana pada waktu itu Ali memberatkan dirinya. Faktor lain adalah persaingan dalam pemilihan jabatan khalifah dengan ayahnya, Abu Bakar, yang kemudian disusul dengan sikap Ali yang tidak segera membai’at Abu Bakar, dan yang terakhir ada faktor Abdullah bin Zubair, kemenakannya, yang berambisi untuk menjadi khalifah, yang terus mendesak dan memprovokasi Aisyah agar memberontak terhadap Ali.[12]
Seperti dikutip oleh Syalabi dari Ath-Thabari bahwa Pertempuran dalam peperangan Jamal ini terjadi amat sengitnya, sehingga Zubai melarikan diri dan dikejar oleh beberapa orang yang benci kepadanya dan menewaskannya. Begitu juga Thalhah telah terbunuh pada permulaan perang ini, sehingga perlawanan ini hanya dipimpin Aisyah hingga akhirnya ontanya dapat dibunuh maka berhentilah peperangan setelah itu. Ali tidak mengusik-usik Aisyah bahkan dia menghormatinya dan mengembalikannya ke Mekkah dengan penuh kehormatan dan kemuliaan.[13]
Menurut Thabari peperangan jamal disebabkan oleh karena keninginan dan nafsu perseorangan yang timbul pada diri Abdullah bin Zubair dan Thalhah, dan oleh perasaan benci Aisyah terhadap Ali. Abdullah bin Zubair bernafsu besar untuk menduduki kursi khalifah dan kemudian menghasut Aisyah sebagai Ummul Mukminin untuk segera memberontak terhadap Ali bin Abi Thalib.[14]
Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.Ada teori yang berkembang mengenai asal usul kemunculan Murji’ah. Teori tersebut mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan  umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan syi’ah dan khawarij, kelompok ini merupakan musuh berat khawarij.[15]
Murji’ah kaum yang menfatwakan bahwa membuat ma’siat tidak memberi madharat kalau sudah beriman, sebagai keadaannya membuat keajaiban tidak memberi manfaat kalau kafir.
2.2. Pokok-pokok Pemikiran gerakan-gerakan keagamaan pada masa Khulafaur Rosyidin
2.2.1.      Kemurtadan Orang Arab
Pokok-pokok pemikiran kemurtadan Orang Arab
a.       Tidak mengakui kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq, menurut mereka tidak ada kewajiban untuk menunjuk seseorang pemimpin tunggal untuk semua umat Islam, tapi jika taat kepada Muhammad karena ia adalah seorang Nabi, tetapi setelah wafat, maka tidak ada kewajiban untuk taat kepada orang lain.
b.      Tidak mau membayar zakat, karena menurut mereka membayar zakat itu adalah paksaan yang dilakukan umat Islam.
c.       Tidak percaya pada pemerintahan Madinah, mereka hanya percaya memiliki suatu hubungan religius dengan Madinah.[16]
2.2.2.      Syi’ah
Pokok-Pokok Pikiran Syi’ah, Kaum Syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib dipercayai oleh penganutnya. Kelima prinsip itu adalah :
a.       Al-Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa Allah itu ada, Maha esa, tunggal, mahatahu, maha mendengar, selalu hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar dan bebas berkehendak. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
b.      Al-‘Adl
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena ketidakadilan dan kedzaliman terhadap yang lain merupakan tanda kebodohan dan ketidakmampuan dan sifat ini jauh dari keabsolutan dan kehendak Tuhan.
c.       Al-Nubuwwah
Kepercayaan Syi’ah terhadap ajaran tauhid dengan kerasulan sejak Adam hingga Muhammad dan tidak ada nabi setelah Muhammad, mereka juga percaya adanya kiamat, Allah mengutus sejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untuk petunjuk umat manusia.
d.      Al-Ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat) untuk menghadap pengadilan Tuhan di akhirat, kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi
e.        Al-Imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti Institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir.[17]
2.2.3.      Khawarij
Beberapa pokok-pokok pemikiran yang disepakati aliran Khawarij:
1.      Dibidang Politik
a.       Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam (yang paling tegas)
b.      Khalifah tidak harus berasal dari Keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi Khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c.       Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
d.      Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, umar, Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
e.         Khalifah Ali adalah sah tetapi setelahterjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
f.       Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah kafir.Pasukan perang jamal yang melawan  Ali juga kafir.
g.      Perang JamalYang  melawan Ali juga Kafir.
2.      Bibidang Teologi
a.       Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia menganggung beban harus dilenyapkan pula.
b.    Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-islam (negara islam).
c.       Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
d.      Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka).
3.      Dibidang Teologis Sosial
a.       Amar Ma’ruf nahi Munkar.
b.      Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak Mutasabihat (samar).
c.       Qur’an adalah Makhluk
d.      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.[18]
2.2.4.      Murji’ah
Pokok-pokok pemikiran dari Golongan Murji’ah ini dibagi menjadi 2 Aspek:
1.      Dibidang Politik.
a.       Dilarang menentang Khalifah yang zalim sebab masalah Khalifah bukanlah urusan manusia tetapi Urusan Tuhan semata.
b.      Baik buruknya sesuatu pemerintahan/Khalifah bukanlah urusan manusia, tetapi terserah Tuhan, karena masalah itu adalah urusan Tuhan.
c.       Tidak mau menjatuhkan hukuman terhadap Ali maupun Mu’awiyah sebab kedua-duanya sahabat Nabi.
2.      Dibidang Theologi
a.       Iman adalah mengenal Tuhan dan Rasul-rasul-Nya, dan bila seseorang telah mengenal Tuhan dan Rasul-rasul-Nya itu sudah dinamakan Mukmin.
b.      Orang yang telah beriman dalam Hatinya bila berbuat dosa besar orang tersebut masih tetap mukmin.
c.       Orang yang beriman bila ia berbuat dosa, maka hukum baginya ditangguhkan atau menunggu sampai kemuka Tuhan pada hari Kiamat.




BAB III
PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
3.1.1        Latar Belakang Munculnya aliran-aliran keagamaan pada masa Khulafaur Rasyidin
a)      Kemurtadan Orang Arab
Setelah wafatnya Nabi Muhammad beberapa orang arab mengklaim (mengaku-ngaku) kenabian. Beberapa lainnya menjadi murtad dan mengenakan mahkota kebangsaan, sedangkan yang lainnya orang-orang tidak mengakui pemerintahan madinah karenanya, menolak untuk tidak membayar zakat. Mereka menganggap membayar zakat itu hanya paksaan bagi umat islam,
b)      Syi’ah
Kelompok yang mengikuti dan mendukung Ali bin Abi Thalib, dan memandangnya lebih utama dibandingkan dari para sahabat Nabi yang lain. Dan mereka berkeyakinan bahwa ali adalah Imam yang ditetapkan berdasarkan wasiat Nabi Muhammad. Mereka berdiri karena tidak puas dengan keadaan saat itu karena khalifah tidak dipegang Ali bib Abi Thalib, dan mereka menuntut agar Khalifah dipegang oleh keturunan Nabi.
c)      Khawarij
Kelompok ini pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar dari Induk pasukannya lantaran tidak setuju pada politik Ali yang bersedia mau menerima Arbitrase dan tibul setelah perang siffin, mereka mengatakan Ali tidak konsekwen dalam membela kebenaran.
d)     Murji’ah
Kelompok ini tidak berpihak kepada siapapun (Netral), mereka berusaha melepaskan diri serta menjauhkan dari pertikaian tidak mau ikut menyalahkan orang lain. Semua masalah yang ada mereka tangguhkan hingga kehadirat Tuhan, Tuhanlah yang akan menghukumi dengan adil.

3.2.1.      Pokok-pokok Pemikiran gerakan-gerakan keagamaan pada masa Khulafaur Rosyidin
a)      Kemurtadan Orang Arab
1.      Tidak mengakui kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq
2.      Tidak mau membayar zakat
3.      Tidak mengakui pemerintahan Madinah
b)      Syiah
1.      Al-Tauhid
2.      Al-‘Adl
3.      Al-Nubuwah
4.      Al-Ma’ad
5.      Al-Imamah
c)      Khawarij
1.      Dibidang Politik
2.      Dibidang Teologi
3.      Dibidang Teologis Sosial
d)     Murji’ah
1.      Dibidang Politik
2.      Dibidang Theologi
3.2    SARAN
Kami harus bangga sekaligus kagum atas perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh khulafaur Rasyidin. Mereka melakukan ekspansi, pemberatasan kaum murtad yang membuahkan hasil cemerlang bagi Agama Islam. Dan pada hakikatnya semua aliran aliran keagamaan tersebut tidaklah keluar dari Islam, tetapi tetap Islam. Dengan demikian tiap umat Islam bebas memilih salah satu aliran dari aliran-aliran tersebut, yaitu mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Hal ini tidak ubahnya pula dengan kebebasan tiap orang Islam memilih Madzab fikih mana yang sesuai dengan jiwa dan kecenderungannya. Disinilah hikmah sabda Nabi Muhammad SAW: ” Perbedaan paham dikalangan umatku membawa rahmat”. Memang rahmat besarlah kalau kaum terpelajar menjumpai dalam Islam aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan pembawaanya, dan kalau pula kaum awam memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuhan rohaninya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Akbar S. Rekonstruksi Sejarah Islam.Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. 2003.
Hitti, Philip K. History of Arabs. Terj  R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2010.
Ismail, Faisal. Sejarah dan kebudayaan islam dari zaman permulaan hingga zaman khulafau rrasyidin. yogyakarta: CV. Bina Usaha. 1984.
Jafariyah, Rasul.  SejarahKhilafah. Jakarta:  Al –huda. 2006.
Jousouf , Sou’yb. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang. 1979.
Katsir, Ibnu. Tartib wa Tadzhib kitab al-bidayah wan Nihayah. Jakarta : Darul Haq. 2006.
Rozak, Abdul dkk. 2012. IlmuKalam. Bandung: CV PustakaSetia.
supriyadi , Dedi. sejarah peradaban islam. cet 10. Bandung:Pustaka Setia. 2008.
Syalabi, Ahmad.  Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Pustaka Al-Husna. 1982.
Yatim, Badri. Sejarah Peadaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Raja GrafindoPersada. 2008.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar