KHULAFAUR RASYIDIN (632-660)
MUNCULNYA
PERBEDAAN-PERBEDAAN KEAGAMAAN
By: Evi Muzaiyidah Bukhori (Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada Masa Nabi SAW ummat islam
adalah ummat yang satu, mereka satu akidah, satu syari’ah dan satu akhlaqul
karimah karena jika ada sedikit perbedaan langsung ditanyakan kepada beliau dan
bila terdapat perselisihan pendapat diantara mereka, maka hal tersebut dapat
diatasi dengan wahyu dan tidak ada perselisihan diantara mereka.
Setelah wafatnya Nabi Mulai muncul
gerakan-gerakan keagamaan, Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin mulailah
adanya perselisihan, pada pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang mana
orang-orang Islam Mulai terdapat permasalahan gerakan yang dikenal dengan kemurtadan. Setelah
wafatnya Nabi, beberapa orang mengklaim (mengaku-ngaku) kenabian.Beberapa
lainnya menjadi murtad dan yang lainnya orang-orang tidak mengakui pemerintahan
madinah karenanya, menolak untuk tidak membayar zakat.Kemudian Awal mula adanya perselisihan dipicu oleh Abdullah bin
Saba’ (Seorang Yahudi) pada pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan dan
berlanjut pada masa Khalifah Ali. Dan awal mula adanya gejala timbulnya aliran-aliran
adalah sejak kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah ke-3 setelah wafatnya
Rasulullah).
Pada
masa itu di latar belakangi oleh kepentingan kelompok, yang mengarah pada
terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kemudian
digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, pada masa itu perpecahan di tubuh umat
islam terus berlanjut. Umat islam pada masa itu ada yang pro terhadap
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan
yang kontra yang menamakan dirinya kelompok Khawarij.
Akhirnya perpecahan memuncak, kemudian
terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin
yaitu perang antara Ali dengan mu’awiyah. Bermula dari itulah akhirnya timbul
berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok
juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi
banyak, seperti aliran syi’ah, khawarij, murji’ah,dll.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
1.
Apa
yang melatar belakangi Munculnya Gerakan-gerakan keagamaan pada Masa Khulafaur
Rasyidin?
2.
Bagaimana
pokok-pokok pemikiran Gerakan-gerakan keagamaan pada Masa Khulafaur Rasyidin?
1.3 Tujuan Makalah
1.
Mengetahui
Latar Belakang Munculnya Gerakan-gerakan pada masa Khulafaur Rasyidin.
2.
Mengetahui
pokok-pokok pemikiran dari Gerakan-gerakan keagamaan pada masa Khulafaur
Rasyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Munculnya
aliran-aliran keagamaan pada masa Khulafaur Rasyidin
Pemerintahan
khulafaur Rasyidin terbagi menjadi empat periode: Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin
Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Selama pemerintahan khulafaur
Rasyidin terjadi gerakan-gerakan keagamaan, antara lain:
2.1.1.
Pemurtadan
orang-orang Arab
Masalah
utama umat islam adalah gerakan yang dikenal dengan kemurtadan. Menurut para
ahli sejarah bahwa setelah wafatnya Nabi, beberapa orang mengklaim
(mengaku-ngaku) kenabian. Beberapa orang-orang tidak mengakui pemerintahan
madinah karenanya, menolak untuk tidak membayar zakat. Mereka menganggap
membayar zakat itu hanya paksaan bagi umat islam, dan bagi mereka umat Islam
hanyalah suku Quraisy, Aus dan Khazraj. Peristiwa-peristiwa ini masing-masing
memiliki tujuannya sendiri, tetapi sistem khalifah memandang semuanya itu
sebagai kemurtadan yang menentang mereka.
Al
aswad dari suku ‘ans yaitu orang pertama yang mengumumkan kenabian atas dirinya
sendiri di Yaman dengan bantuan rakyatnya, dia menyerbu najran dan najran
menyerah, juga meyerang Shahr ibn Badhan, penguasa San’a, aswad membunuhnya dan
mengawini istrinya. Dia mengancam umat islam di Yaman yang menulis surat kepada
Nabi. Nabi Muhammad memerintah mereka agar membunuhnya.Dengan waktu tiga bulan
umat islam untuk dapat menundukkan pemberotakan aswad dan membunuhnya di malam
sebelum wafatnya Nabi. [1]
Pemberontakan
melawan Pemerintahan suku Quraisy terus berkembang. Yang paling berbahaya
adalah orang-orang yang mengaku Nabi yaitu Musailamah bin Habib al kadzab, dari
Bani Hanifah dan para pengikut-pengikut sajah dari Bani Tamim yang berselisih
pendapat. Musailamah al kadzab menulis surat kepada Nabi Muhammad menuntut
persekutuan dalam misi kenabian, pembagian negara dan supermasinya di seluruh
jazirah arab. Ketika Abu Bakar menggantikan Nabi sebagai kholifah pertama
pasukan perang umat islam dan pasukan musailamah al kadzab bertemu, musailamah
al kadzab bisa tegak melawan kholid, umat islam bisa mengalahkan pengikut
musailamah al kadzab dan membunuhnya.
Nabi
palsu lainnya ialah Tulayha ibn Khuwaylid, pemimpin Banu Asnad. Diantara
pengikut-pengikut nabi-nabi palsu itu banyak yang mengetahui kepalsuan dan
kesesatan nabi-nabi palsu itu, namun mereka mau mendukung dan menggabungkan
diri kepada nabi-nabi palsu itu hanyalah agar mereka jadi kuat untuk menghadapi
Quraisy yang hendak memonopoli kekuasaan di Tanah Arab. Demikian pula banyak di
antara orang-orang yang murtad menggabungkan diri kepada seorangpun nabi-nabi
palsu, mereka hanya semata-mata meniggalkan Islam, antara lain ialah penduduk
Bahrain, mereka memperlihatkan kemurtadannya setelah meninggalnya pemimpin
mereka al-Mundir Ibn Sawwa.
Abu
bakar menghadapi kesulitan-kesulitan ini dengan kemauan keras, ketetapan hati
dan semangat. Dia segera mengirim bala tentaranya beserta para pemimpin pasukan
sebagai bantuan kaum muslimin yang berada di tempat-tempat tersebut. Setiap
pertempuran antara kaum muslimin dan kaum musyrikin selalu dimenangkan oleh tentara
Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Kaum
muslimin berhasil membunuh banyak kaum murtad dan merebut harta rampasan perang
yang sangat banyak.Dengan itu mereka menjadi lebih kuat dalam menghadapi
musuh-musuh yang berada disana. Dengan demikian secara berkesinambungan pasukan
Islam terus menumpas seluruh gerakan murtad hingga akhirnya Jazirah arab di
kuasai oleh orang-orang yang patuh dan tunduk kepada Allah dan RasulNya.[2]
2.1.2.
Syi’ah
Syi’ah
dilihat dari segi Bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok.Sedangkan
secara terminology adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual
dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi SAW, atau orang yang
disebut sebagai ahl bait. Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah
pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl bait.
Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat bukan ahl bait
atau para pengikutnya.
Menurut
Thabathbai, Istilah syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan bagi pengikut Ali
bin Abi Thalib, pemimpin pertama ahl bait pada masa Nabi Muhammas SAW.
Para pengikutnya Ali yang disebut Syi’ah itu diantaranya Abu Dzar al-Ghifari,
Miqad bin Al-Aswad, Ammar bin Yasir, dll.[3]
Pusat
Syi’ah berada di Iran, Irak bagian Selatan dan Asia Selatan, mereka percaya
berkisar diseputar Figur Ali, karena Ali adalah sebagaimana laki-laki pertama
sekaligus menantu Nabi Muhammad. Dia adalah khalifah keempat mula-mula
menggantikan Nabi sebagai penguasa Islam. Kaum Syi’ah percaya bahwa Nabi
Muhammad memilih Ali sebagai penggantinya oleh karena itu seharusnya Ali
menjadi Khalifah pertama setelah Nabi Muhammad SAW tidak hanya karena dia
pantas menerima pertunjukan tersebut tapi karena dia juga menantu Nabi. Satu-satunya
Khalifah dimana Syi’ah menerima Ali, khususnya kaum Syi’ah menolak tiga khalifah
pertama yaitu Abu Bakar, Umar dan Usman.berarti merampas jabatan dari orang
yang berhak menerimanya. Dalam tradisi Persia raja dipandang memiliki kesucian.
Mereka memandang Ali dan keturunannya dengan pandangan demikian.[4]
Selain
memandang Ali sebagai keturunanya Nabi, Ali juga dianggap mempunyai ketegasan,
kebijakan, dan ia juga memiliki model kualitas-kualitas ideal orang arab,
berani di medan perang, bijak dalam member petuah, fasih bicara, jujur kepada
teman, pemaaf kepada musuh, Ali juga menjadi model kemuliaan dan kebaikan (Futuwah).[5]
Mereka
berpendapat bahwa mematuhi imam adalah wajib.Karena mematuhinya berarti
mematuhi Allah.Menurut pendapat lain, Syi’ah lebih banyak diambil dari Bangsa
Yahudi dari pada Bangsa Persia alasannya Abdullah ibnu Saba’ adalah orang yang
pertama yang mengembangkan paham kesucian Ali adalah orang yahudi.
Mengenai
kemunculan Syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan pendapat dikalangan para
ahli. Menurut Abu Zahrah Syi’ah mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Usman
bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib.[6]Adapun
menurut Watt, Syi’ah baru benar-benar
muncul ketika pecahnya perperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan
perang Siffin.
Hal
tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat Rasulullah semasa hidupnya antara lain;
a. Ketika pada awal islam mendakwahkan
ajarannya secara terang-terangan kesempatan itu disebut da’wat dzul asyirah (dakwah kepada karib kerabat). Meminjam
kata-kata Rev Sale, Nabi SAW bersabda: “Tuhan
telah memerintahkanku untuk mengajak kalian kepadanya, siapa diantara kalian
yang ingin membantuku berdakwah dan menjadi penerusku?” sebagian besar
mereka yang datang menolak dan membenci ajakan itu, akan tetapi saat itu Ali
bangkit dan mengatakan bersedia menolong Rasul SAW, sehingga Rasulullah memeluk
Ali.
b. Peristiwa ketika Ali memperoleh
kemenangan pada perang Khaybar, Rasulullah berkata: “Engkau adalah bagianku dan aku adalah bagianku, kau akan mewariskanku…
engkau bagiku bagaikan Harun bagi Musa as. Engkau akan paling dekat denganku di
hari kiamat dan paling dekat denganku di telaga kausar. Permusuhan terhadapmu
adalah permusuhan terhadapku, perang melawanmu adalah perang melawanku.
Keimanan yang kau miliki sebanyak keimananku. Kau adalah gerbang bagiku”.
Tidak ada kata-kata yang lebih jelas, tegas, kuat, serta fasih dari pada kata
tersebut dan Rasulullah tidak pernah mengatakan kata-kata itu untuk selain Ali
r.a.
c. Peristiwa perang Tabuk menjadi bukti
ketiganya, Rasulullah SAW mempercayai Ali dan mengangkatnya sebagai pengawal
utama untuk mempertahankan benteng terakhir pertahanan pasukan islam dan
menyukseskan dakwahnya. Nabi SAW bersabda: “Ya
Ali tidak ada yang mampu menjaga negeri muslim selain dirimu dan aku”.
d. Dan peristiwa Ghadir Khumm menjadi salah satu bukti yang mengesahkan Ali sebagai
penerus Rasulullah dan penggantinya dihadapan masa yang penuh sesak yang
menyertai beliau.[7]
Demikianlah
sedikit banyaknya tentang isyarat-isyarat Rasulullah yang menyatakan bahwa Ali adalah
penerusnya, dan masih banyak isyarat lainnya yang menyatakan Ali sebagai
penerus Nabi Muhammad SAW.
Akan
tetapi ketika Rasulullah wafat, Ali tidak menjadi khalifah atau penerus Nabi
Muhammad SAW, karena berlawanan dengan harapan mereka maka muncullah sikap di
kalangan kaum muslimin yang menentang kekhalifahan, mereka berpendapat bahwa
pengganti Nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Inilah yang kemudian
disebut sebagai Syi’ah.[8]
2.1.3.
Khawarij
Khawarij
Muncul ketika Konflik politik antara Ali Ibn Thalib dengan Muawiyah Ibn Abi
Sufyan diakhiri dengan tahkim. Dari
pihak Ali Ibn Abi Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan
tidak “cerdik” dalam politik,yaitu Abu Musa Al-Asy’ari. Sebaliknya, dari pihak
Muawiyah Ibnu Abi Sufyan diutus seorang yang sangat “cerdik” dalam berpolitik,
yaitu Amr ibn Ash.
Dalam Tahkim tersebut, pihak Ali Ibn Abi
Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah karena kecerdikan Amr Ibn Ash yang dapat
mengalahkan Abu Musa Al-Asy’ari. Pendukung Ali kemudian terpecah menjadi dua,
yaitu kelompok pertama adlah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil
tahkim dan mereka tetap setia kepada Ali Ibn Abi Thalib, sedangkan kelompok
yang kedua adalah kelompok yang menolak hasil kahkim dan kecewa terhadap
kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib. Mereka menyatakan diri keluar dari pendukung
Ali Ibn Abi Thalib yang kemudian melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat
dalam tahkim,termasuk Ali Ibn Abi thalib.
Peristiwa
tahkim tersebut menyebabkan sebagian pengikut Ali tidak setuju, dan mereka
keluar dari barisan Ali, kemudian mereka menjadikan Nahrawan sebagai markasnya
serta terus-menerus merongrong pemerintahan Ali. Golongan yang keluar dari
barisan Ali tersebut biasa disebut sebagai Khawarij. Kerepotan Khalifah dalam
menyelesaikan kaum Khawarij ini digunakan Muawiyah untuk merebut mesir.
Padahal, Mesir dapat dikatakan sebagai sumber kemakmuran dan ekonomi dari pihak
lain.
Dengan
terjadi pemberontakan dan keluarnya sebagian pendukung Ali,banyak pengikut Ali
yang gugur dan juga berkurang serta hilangnya sumber ekonomi dari Mesir karena
dikuasai oleh muawiyah menjadikan karisma khalifah menurun, sementara Muawiyah
semakin hari makin bertambah kekuatannya.hal tersebut memaksa khalifah Ali
menyetujui perdamaian dengan Muawiyah.
Penyelesaian
melalui kompromi dengan Muawiyah itu sebenarnya merupakan kegagalan bagi Ali.
Berbagai kerusuhan yang harus dihadapi Ali sejak penobatannya sebagai Khlifah, terutama
disebabkan oleh kegagalannya menindas pemberontakan Muawiyah, pemberontakan
yang hebat dari Thalhah dan Zubair memperlemah kedudukan Ali dan memperkuat
kekuasaan Muawiyah. Pemberontakan-pemberontakan terjadi pula di Bashrah, Mesir,
dan persia untuk mendapat kemerdekaan. Khalifah Ali harus menangani pemberontakan-pemberontakan
ini dan memulihkan ketertiban didalam imperium, terutama kaum khawarij sangat
memperlemah kekuatannya dan terus-menerus menyibukannya.
Jumlah
manusia, keuangan, dan sumber-sumber kekayaan Muawiyah jauh lebih kuat
dibandingkan dengan khalifah Ali. Ali tidak memiliki sumber-sumber kekayaan
yang memadai dan memimpin suatu kaum yang kesetiaannya kepadanya berubah-ubah
dan meragukan. Sebaliknya Muawiyah memililiki sumber-sumber kekayaan disiria
dan memilikih dukungan yang tangguh dari keluarganya. Bani Ummayah maupun
orang-orang Siria dengan kuat berada di balakangnya dan memasoknya dengan
sumber-sumber kekuatan yang tak habis-habisnya. Ali hanyalah seorang Jendral
dan prajurit yang gagah berani, sedangkan Muawiyah adalah seorang diplomat yang
licik dan seorang politikus yang pintar. Dia memainkan kelicikan apabila
keberanian bertarung tidak berhasil. Dengan cerdik, dia memanfaatka pembunuhan
Khalifah Ustman untuk menjatuhkan nama dan memperlemah Khalifah Ali dan
membantu rencananya. Karena dia sendiri adalah orang yang paling licik pada
waktu itu, Muawiyah menjalin persahabatan dan persekutuan dengan Amr, yang juga
orang yang paling cerdik dab banyak akal pada waktu itu. Karena gagal dalam
menggunakan pedang, Muawiyah dan sekutunya menipuh dan mengalahkan Khalifak Ali
dengan permainan kecerdikan dan kelicikan didalam perang Shiffin.
Penyelesaian
kompromis Ali dengan muawiyah tidak disukai oleh kaum perusuh karena hal itu
membebaskan Khalifah untuk memusatkan perhatiannya pada tugas menghukum mereka.
Khaum Khawarij merencanakan untuk membunuh Ali, Muawiyah dan Amr memiliki
seorang Khalifah yang sehaluan dengan mereka, yang dengan bebas dipilih dari
seluruh umat Islam. Karena itu, Abdurahman, pengikut setia khaum Khawarij,
memberikan pukulan yang hebat kepada Ali sewaktu dia akan adzan di masjid.
Pukulan itu fatal, dan Khalifah Ali wafat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H.,
bertepatan dengan tahun 661 M.
Dalam
kisah lain diceritakan bahwa kematian Khalifah Ali diakibatkan oleh pukulan
pedang beracun Abdurahman Ibn Muljam,sebagaimana dijelaskan Philip K. Hitty,
bahwa:
“ Pada 24
Januari 661, ketika Ali dalam perjalanan menuju masjid Khufah, ia terkena
hantaman pedang beracun di dahinya. Pedang yang menganai otaknya tersebut
diayunkan oleh seorang pengikut kelompok Khawarij, Abd Ar-rahman ibn Muljam,
yang ingin membalas dendam atas kematian seorang keluarga wanita, kufa yang
menjadi makam Ali, kini masyhad Ali di Najaf, berkembang menjadi salah satu
pusat ziarah terbesar dalam agama Islam.[9]
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian
dijabat oleh Hasan selama beberapa bulan, karena Hasan lemah dan Muawiyah
semakin kuat, Hasan membuat perjanjian damai untuk mempersatukan umat Islam
kembali dibawah Muawiyah bin Abi Sofyan, Tapi perjanjian itu menyebabkan
muawiyah menjadi panguasa absolut dalam Islam, Tahun persatuan itu disebut
tahun jamah (am jamaah) dengan demikian berakhirlah kehalifahan rasyidin.[10]
2.1.4.
Murji’ah
Murji’ah
muncul setelah terjadinya Perang Jamal. Dinamakan perang Jamal, karena
dalam peristiwa tersebut, janda Rasulullah SAW dan putri Abu Bakar Shiddiq,
Aisyah ikut dalam peperangan dengan mengendarai unta. Perang ini berlangsung
pada lima hari terakhir Rabi’ul Akhir tahun 36H/657M. Ikut terjunnya Aisyah
memerangi Ali sebagai khalifah dipandang sebagai hal yang luar biasa, sehingga
orang menghubungkan perang ini dengan Aisyah dan untanya, walaupun menurut
sementara ahli sejarah peranan yang dipegang Aisyah tidak begitu dominan.
Keterlibatan
Aisyah pada perang ini pada mulanya menuntut atas kematian Utsman bin Affan
terhadap Ali, sama seperti yang dituntut Thalhah dan Zubair ketika mengangkat
bai’at pada Ali. Setelah itu Aisyah pergi ke Mekkah kemudian disusul oleh
Thalhah dan Zubair. Ketiga tokoh ini nampaknya mempunyai harapan tipis bahwa
hukum akan ditegakkan. Karena menurut ketiganya, Ali sudah menetapkan kebijakan
sendiri karena ia didukung oleh kaum perusuh. Kemudian mereka dengan dukungan
dari keluarga Umayah menuntut balas atas kematian Utsman. Akhirnya mereka pergi
ke Basrah untuk menghimpun kekuatan dan di sana mereka mendapat dukungan
masyarakat setempat.[11]
Ali
beserta pasukannya yang sudah berada di Kufah telah mendengar kabar bahwa di
Syria (Syam) Muawiyah telah bersiap-siap dengan pasukannya untuk menghadapi
Ali. Ali segera memimpin dan menyiapkan pasukannya untuk memerangi Mu’awiyah.
Namun sebelum rencana tersebut terlaksana, tiga orang tokoh terkenal yaitu
Aisyah tokoh terkenal Aisyah, Thalhah, dan Zubair beserta para pengikutnya di
Basrah telah siap untuk memberontak kepada Ali. Ali pun mengalihkan pasukannya
ke Basrah untuk memadamkan pemberontakan tersebut.
Aisyah
ikut berperang melawan Ali alasannya bukan semata menuntut balas atas kematian
Utsman, akan tetapi ada semacam dendam pribadi antara dirinya dengan Ali. Dia
masih teringat terhadap peristiwa tuduhan selingkuh terhadap dirinya (hadits
al-ifk), dimana pada waktu itu Ali memberatkan dirinya. Faktor lain adalah
persaingan dalam pemilihan jabatan khalifah dengan ayahnya, Abu Bakar, yang
kemudian disusul dengan sikap Ali yang tidak segera membai’at Abu Bakar, dan
yang terakhir ada faktor Abdullah bin Zubair, kemenakannya, yang berambisi
untuk menjadi khalifah, yang terus mendesak dan memprovokasi Aisyah agar
memberontak terhadap Ali.[12]
Seperti
dikutip oleh Syalabi dari Ath-Thabari bahwa Pertempuran dalam peperangan Jamal
ini terjadi amat sengitnya, sehingga Zubai melarikan diri dan dikejar oleh
beberapa orang yang benci kepadanya dan menewaskannya. Begitu juga Thalhah
telah terbunuh pada permulaan perang ini, sehingga perlawanan ini hanya
dipimpin Aisyah hingga akhirnya ontanya dapat dibunuh maka berhentilah
peperangan setelah itu. Ali tidak mengusik-usik Aisyah bahkan dia
menghormatinya dan mengembalikannya ke Mekkah dengan penuh kehormatan dan
kemuliaan.[13]
Menurut
Thabari peperangan jamal disebabkan oleh karena keninginan dan
nafsu perseorangan yang timbul pada diri Abdullah bin Zubair dan Thalhah, dan
oleh perasaan benci Aisyah terhadap Ali. Abdullah bin Zubair bernafsu besar
untuk menduduki kursi khalifah dan kemudian menghasut Aisyah sebagai Ummul
Mukminin untuk segera memberontak terhadap Ali bin Abi Thalib.[14]
Murji’ah
artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa,
yakni Ali dan Muawiyyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.Ada
teori yang berkembang mengenai asal usul kemunculan Murji’ah. Teori
tersebut mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian
sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika
terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah
diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan syi’ah dan khawarij, kelompok
ini merupakan musuh berat khawarij.[15]
Murji’ah kaum yang menfatwakan bahwa
membuat ma’siat tidak memberi madharat kalau sudah beriman, sebagai keadaannya
membuat keajaiban tidak memberi manfaat kalau kafir.
2.2. Pokok-pokok Pemikiran
gerakan-gerakan keagamaan pada masa Khulafaur Rosyidin
2.2.1.
Kemurtadan Orang Arab
Pokok-pokok
pemikiran kemurtadan Orang Arab
a.
Tidak
mengakui kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq, menurut mereka tidak ada kewajiban
untuk menunjuk seseorang pemimpin tunggal untuk semua umat Islam, tapi jika
taat kepada Muhammad karena ia adalah seorang Nabi, tetapi setelah wafat, maka
tidak ada kewajiban untuk taat kepada orang lain.
b.
Tidak
mau membayar zakat, karena menurut mereka membayar zakat itu adalah paksaan
yang dilakukan umat Islam.
c.
Tidak
percaya pada pemerintahan Madinah, mereka hanya percaya memiliki suatu hubungan
religius dengan Madinah.[16]
2.2.2.
Syi’ah
Pokok-Pokok Pikiran Syi’ah, Kaum Syi’ah
memiliki lima prinsip utama yang wajib dipercayai oleh penganutnya. Kelima
prinsip itu adalah :
a.
Al-Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa Allah itu ada, Maha esa, tunggal, mahatahu, maha mendengar, selalu hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar dan bebas berkehendak. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa Allah itu ada, Maha esa, tunggal, mahatahu, maha mendengar, selalu hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar dan bebas berkehendak. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
b.
Al-‘Adl
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena ketidakadilan dan kedzaliman terhadap yang lain merupakan tanda kebodohan dan ketidakmampuan dan sifat ini jauh dari keabsolutan dan kehendak Tuhan.
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena ketidakadilan dan kedzaliman terhadap yang lain merupakan tanda kebodohan dan ketidakmampuan dan sifat ini jauh dari keabsolutan dan kehendak Tuhan.
c.
Al-Nubuwwah
Kepercayaan Syi’ah terhadap ajaran tauhid dengan kerasulan sejak Adam hingga Muhammad dan tidak ada nabi setelah Muhammad, mereka juga percaya adanya kiamat, Allah mengutus sejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untuk petunjuk umat manusia.
Kepercayaan Syi’ah terhadap ajaran tauhid dengan kerasulan sejak Adam hingga Muhammad dan tidak ada nabi setelah Muhammad, mereka juga percaya adanya kiamat, Allah mengutus sejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untuk petunjuk umat manusia.
d.
Al-Ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat) untuk menghadap pengadilan Tuhan di akhirat, kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat) untuk menghadap pengadilan Tuhan di akhirat, kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi
e.
Al-Imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti Institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir.[17]
Menurut Syi’ah, Imamah berarti Institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir.[17]
2.2.3.
Khawarij
Beberapa pokok-pokok
pemikiran yang disepakati aliran Khawarij:
1.
Dibidang Politik
a.
Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas
oleh seluruh umat islam (yang paling tegas)
b.
Khalifah tidak harus berasal dari Keturunan
Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi Khalifah apabila sudah
memenuhi syarat.
c.
Khalifah dipilih secara permanen selama yang
bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan
bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
d.
Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, umar, Utsman)
adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a.
dianggap telah menyeleweng.
e.
Khalifah Ali adalah sah tetapi setelahterjadi
arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
f.
Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa
Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah kafir.Pasukan perang jamal yang
melawan Ali juga kafir.
g.
Perang JamalYang melawan Ali juga Kafir.
2.
Bibidang Teologi
a.
Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut
muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka
menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau
membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia menganggung beban
harus dilenyapkan pula.
b.
Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung
dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena
hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap
berada dalam dar al-islam (negara islam).
c.
Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang
menyeleweng
d.
Adanya wa’ad dan wa’id (orang
yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka).
3.
Dibidang Teologis Sosial
a.
Amar Ma’ruf nahi Munkar.
b.
Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak Mutasabihat
(samar).
c.
Qur’an adalah Makhluk
d.
Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan
dari Tuhan.[18]
2.2.4.
Murji’ah
Pokok-pokok
pemikiran dari Golongan Murji’ah ini dibagi menjadi 2 Aspek:
1.
Dibidang
Politik.
a.
Dilarang
menentang Khalifah yang zalim sebab masalah Khalifah bukanlah urusan manusia
tetapi Urusan Tuhan semata.
b.
Baik
buruknya sesuatu pemerintahan/Khalifah bukanlah urusan manusia, tetapi terserah
Tuhan, karena masalah itu adalah urusan Tuhan.
c.
Tidak
mau menjatuhkan hukuman terhadap Ali maupun Mu’awiyah sebab kedua-duanya
sahabat Nabi.
2.
Dibidang
Theologi
a.
Iman
adalah mengenal Tuhan dan Rasul-rasul-Nya, dan bila seseorang telah mengenal
Tuhan dan Rasul-rasul-Nya itu sudah dinamakan Mukmin.
b.
Orang
yang telah beriman dalam Hatinya bila berbuat dosa besar orang tersebut masih
tetap mukmin.
c.
Orang
yang beriman bila ia berbuat dosa, maka hukum baginya ditangguhkan atau
menunggu sampai kemuka Tuhan pada hari Kiamat.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
3.1.1
Latar Belakang Munculnya aliran-aliran keagamaan pada masa
Khulafaur Rasyidin
a)
Kemurtadan
Orang Arab
Setelah
wafatnya Nabi Muhammad beberapa orang arab mengklaim (mengaku-ngaku) kenabian.
Beberapa lainnya menjadi murtad dan mengenakan mahkota kebangsaan, sedangkan
yang lainnya orang-orang tidak mengakui pemerintahan madinah karenanya, menolak
untuk tidak membayar zakat. Mereka menganggap membayar zakat itu hanya paksaan
bagi umat islam,
b)
Syi’ah
Kelompok yang
mengikuti dan mendukung Ali bin Abi Thalib, dan memandangnya lebih utama dibandingkan
dari para sahabat Nabi yang lain. Dan mereka berkeyakinan bahwa ali adalah Imam
yang ditetapkan berdasarkan wasiat Nabi Muhammad. Mereka berdiri karena tidak
puas dengan keadaan saat itu karena khalifah tidak dipegang Ali bib Abi Thalib,
dan mereka menuntut agar Khalifah dipegang oleh keturunan Nabi.
c)
Khawarij
Kelompok ini
pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar dari Induk pasukannya lantaran tidak
setuju pada politik Ali yang bersedia mau menerima Arbitrase dan tibul setelah
perang siffin, mereka mengatakan Ali tidak konsekwen dalam membela kebenaran.
d)
Murji’ah
Kelompok ini tidak
berpihak kepada siapapun (Netral), mereka berusaha melepaskan diri serta
menjauhkan dari pertikaian tidak mau ikut menyalahkan orang lain. Semua masalah
yang ada mereka tangguhkan hingga kehadirat Tuhan, Tuhanlah yang akan
menghukumi dengan adil.
3.2.1.
Pokok-pokok Pemikiran gerakan-gerakan keagamaan pada masa Khulafaur
Rosyidin
a)
Kemurtadan
Orang Arab
1. Tidak mengakui kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq
2. Tidak mau membayar zakat
3. Tidak mengakui pemerintahan Madinah
b)
Syiah
1.
Al-Tauhid
2.
Al-‘Adl
3.
Al-Nubuwah
4.
Al-Ma’ad
5.
Al-Imamah
c)
Khawarij
1.
Dibidang
Politik
2.
Dibidang
Teologi
3.
Dibidang
Teologis Sosial
d)
Murji’ah
1.
Dibidang
Politik
2.
Dibidang
Theologi
3.2
SARAN
Kami harus bangga sekaligus kagum atas
perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh khulafaur Rasyidin. Mereka melakukan
ekspansi, pemberatasan kaum murtad yang membuahkan hasil cemerlang bagi Agama
Islam. Dan pada hakikatnya semua aliran aliran keagamaan tersebut tidaklah
keluar dari Islam, tetapi tetap Islam. Dengan demikian tiap umat Islam bebas
memilih salah satu aliran dari aliran-aliran tersebut, yaitu mana yang sesuai
dengan jiwa dan pendapatnya. Hal ini tidak ubahnya pula dengan kebebasan tiap
orang Islam memilih Madzab fikih mana yang sesuai dengan jiwa dan
kecenderungannya. Disinilah hikmah sabda Nabi Muhammad SAW: ” Perbedaan
paham dikalangan umatku membawa rahmat”. Memang rahmat besarlah kalau kaum
terpelajar menjumpai dalam Islam aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan
pembawaanya, dan kalau pula kaum awam memperoleh dalamnya aliran-aliran yang
dapat mengisi kebutuhan rohaninya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Akbar S. Rekonstruksi Sejarah
Islam.Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. 2003.
Hitti, Philip K. History of Arabs.
Terj R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2010.
Ismail, Faisal. Sejarah dan kebudayaan islam dari zaman permulaan
hingga zaman khulafau rrasyidin. yogyakarta: CV. Bina Usaha. 1984.
Jafariyah, Rasul. SejarahKhilafah.
Jakarta: Al –huda. 2006.
Jousouf , Sou’yb. Sejarah
Daulat Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang. 1979.
Katsir, Ibnu. Tartib wa Tadzhib kitab al-bidayah wan Nihayah.
Jakarta : Darul Haq. 2006.
Rozak, Abdul dkk. 2012. IlmuKalam.
Bandung: CV PustakaSetia.
supriyadi , Dedi. sejarah peradaban islam. cet 10.
Bandung:Pustaka Setia. 2008.
Syalabi, Ahmad. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Pustaka Al-Husna. 1982.
Yatim,
Badri. Sejarah Peadaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Raja
GrafindoPersada. 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar