MASA RASUL SAW (611-632 M)
PRINSIP-PRINSIP
DAKWAH RASUL
By: Evi Muzaiyidah Bukhori (Mahasiswi Pascasarjana UIN Maliki Malang)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam sejarah peradaban Islam, ?
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.
Bagaimana perkembangan Islam pada masa Nabi
Muhammad saw?
2.
Apa saja tahapan yang dilakukan Rasulullah dalam
berdakwah?
3.
Prinsip apa saja yang diterapkan Rasulullah
dalam berdakwah?
1.3. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan
sebagai berikut:
1.
Mengetahui perkembangan Islam pada masa Nabi
Muhammad saw
2.
Memahami tahapan yang dilakukan Rasulullah dalam
berdakwah
3.
Mengetahui prinsip apa saja yang diterapkan
Rasulullah dalam berdakwah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perkembangan Islam Pada Masa Nabi Muhammad Saw
Dalam
sejarah Peradaban Islam, sejarah hidup Nabi Muhammad SAW biasanya dibedakan
menjadi dua, yaitu ketika Nabi Muhammad menjalani hidupnya di Makkah dan di
Madinah.[1]
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar Makkah masih
diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan yang dikenal dengan istilah
paganisme. [2]
2.2. Tahapan yang dilakukan Rasulullah dalam
berdakwah
Dalam
mengemban misi risalahnya (berdakwah) Rasulullah melakukannya dalam tig
atahapan: Pertama, seruan terhadap perseorangan (al-marhalah al-fardiyah),
kedua, seruan kepada kaum kerabat dan ketiga seruan secara terbuka (al-Da’wah
al-‘a’mmah)[3].
2.2.1.
Da’wah Secara Rahasia (Sirriyatud Da’wah)
Nabi mulai melaksanakan perintah Allah dengan mengajak
manusia untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Tetapi da’wah
Nabi ini dilakukannya secara rahasia untuk menghindari tindakan buruk
orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan paganismenya. Nabi
saw tidak menampakan da’wah di majelis-majelis umum orang-orang Quraisy, dan
tidak melakukan da’wah kecuali kepada orang-orang yang memiliki hubungan
kerabat atau kenal baik sebelumnya.
Orang-orang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti
Khuwailid ra, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah saw
dan anak angkatnya, Abu bakar bin Abi Quhafah, Utsaman bin Affan, Zubair bin
Awwan, Abdur-Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan lainnya. Mereka ini
bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila diantara mereka ingin melaksanakan
salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekah seraya bersembunyi dari
pandangan orang Quraisy.
Ketika orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh
lelaki dan wanita, Rasulullah memilih rumah salah seseorang dari mereka, yaitu
rumah al-Arqam bin Abil Arqam, sebagai tempat pertama untuk mengadakan
pembinaan dan pengajaran. Da’wah pada tahap ini menghasilkan sekitar empat
puluh lelaki dan wanita telah menganut Islam. Kebanyakan mereka adalah
orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang Quraisy yang tidak memiliki
kedudukan.
Dakwah Islam dimulai di Mekah dengan cara sembunyi-sembunyi.
Dan Ibnu Ishaq menyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan selama tiga tahun.
Demikian pula dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah tertutup ini berjalan
selama tiga tahun.
2.2.2. Da’wah
Secara Terang-terangan (Jahriyatud Da’wah)
Ibnu Hisyam berkata: kemudian secara berturut-turut manusia,
wanita dan lelaki, memeluk Islam, sehingga berita Islam telah tersiar di Mekah
dan menjadi bahan pembicaraan orang. Lalu Allah memerintahkan Rasul-Nya
menyampaikan Islam dan mengajak kepadanya secara terang-terangan, setelah
selama tiga tahun Rasulullah saw melakukan da’wah secara tersembunyi, kemudian
Allah berfirman kepadanya:
“Maka siarkanlah apa
yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu pedulikan orang
musyrik.”(al-Hijr : 94)
“Dan berilah
peringatan kepada kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang
yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 214-215)
Dan katakanlah,
“sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan.” (al-Hijr:
89)
Pada waktu itu pula Rasulullah saw segera melaksanakan
perintah Allah, kemudian menyambut perintah Allah, “Maka siarkanlah apa
yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu pedulikan orang-orang
musyrik” dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu memanggil, “Wahai Bani
Fihir, wahai Bani ‘Adi,“ sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa
hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Maka Nabi saw
berkata, “Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung
ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu
mempercayaiku?”Jawab mereka, “Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta. “
kata Nabi, “Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan
kepada kalian dari sisksa pedih.” Kemudian Abu lahab memprotes, “Sungguh celaka
kamu sepanjang hari, hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami. “Lalu turunlah
firman Allah:
”Binasalah
kedua belah tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.”
Kemudian Rasulullah saw turun dan melaksanakan firman Allah,
”Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat” dengan mengumpulkan
semua keluarga dan kerabatnya, lalu berkata kepada mereka, “Wahai Bani Ka’b bin
Lu’ai, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka’b,
selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Abdi Syams, selamatkanlah
dirimu dari api neraka! Wahai Bani Abdul Muthalib, selamatkanlah dirimu dari
api neraka! Wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Sesungguhnya
aku tidak bisa dapat membela kalian di hadapan Allah, selain bahwa kalian
mempunyai tali kekeluargaan yang akan aku sambung dengan hubungannya.”
Da’wah Nabi saw secara terang-terangan ini ditentang dan
ditolak oleh bangsa Quarisy, dengan alasan bahwa mereka tidak dapat
meninggalkan agama yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan
sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat itulah Rasullulah
mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan akal mereka dari
belenggu taqlid. Selanjutnya di jelaskan oleh Nabi saw bahwa tuhan-tuhan yang
mereka sembah itu tidak dapat memberi faidah atau bahaya sama sekali. Dan,
bahwa turun-temurunya nenek moyang mereka dalam menyembah tuhan-tuhan itu
tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka secara taqlid buta. Firman
Allah menggambarkan mereka:
Dan
apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah,”mereka menjawab,”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti
juga,) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu pun, dan tidak
mendapat petunjuk? (al-Baqarah: 170).
1.3. Prinsip-Prinsip Dakwah Rasul
Prinsip dakwah Rasulullah saw dapat
diturunkan dari fase atau pembabakan kehidupan Muhammad saw. Banyak ahli
yang merumuskan kehidupan Rasulullah dalam beberapa fase, yakni fase
pertama Muhammad saw sebagai pedagang, fase kedua Muhammad saw
sebagai nabi dan rasul. Kedua fase ini berlangsung dalam periode
Mekah. Fase ketiga Muhammad saw sebagai politisi dan negarawan,
danfase keempat Muhammad saw sebagai pembebas. Fase ketiga dan keempat
berlangsung dalam periode Madinah.
Dari keempat fase tersebut, terlihat bahwa perjuangan Rasulullah
saw dalam menegakan amanat risalahnya, mengalami perkembangan dan peningkatan
yang cukup penting, strategis, dan sistematis, menuju keberhasilan dan
kemenangan yang gemilang, terutama dengan terbentuknya masyarakat muslim di
Madinah dan terjadinya futuh Mekah. Juga sebagai dasar bagi
perkembangan dan perjuangan untuk menegakan dan menyebarkan ajaran Islam ke segala
penjuru dunia.
Dilihat dari langkah-langkah dan sudut pandang pengembangan
dan pembangunan masyarakat, terdapat tiga posisi penting fungsi Rasulullah saw
sebagai figur pemimpin umat, yakni: Pertama, Rasulullah saw sebagai
peneliti masyarakat, kedua, Rasulullah saw sebagai pendidik masyarakat, ketiga Rasulullah
saw sebagai negarawan dan pembangun masyarakat.
1.3.1. Rasulullah saw sebagai peneliti masyarakat
Rasulullah saw sebagai peneliti masyarakat, berlangsung
ketika beliau menjadi pedagang. Ketika itu beliau sering kali melakukan
perjalanan ribuan mil ke sebelah utara jazirah Arab. Dalam perjalannya,
Rasulullah saw berhubungan dengan berbagai ragam orang dari berbagai bangsa,
suku, agama, bahasa, tradisi, dan kebudayaan, dengan bermacam watak dan sifatnya.
Beliau berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai agama dan kepercayaan
yang dianut; yaitu Yahudi, Nasrani, Majusi, dan orang-orang Romawi.
Dalam perjalannya ini, beliau mengadakan fact-finding,
(menghimpun data dan fakta) mengenai berbagai aspek hidup dan kehidupan
berbagai bangsa. Hal ini menjadi pengalaman dan pengetahuan beliau tentang
geografis, sosiologis, etnografis, religius, psikologis, antropologis, karakter
dan watak dari berbagai bangsa. Pengetahuan tentang situasi dan kondisi ini
sangat bermanfaat dalam menentukan taktik, strategi, dan metode perjuangannya.
Dari data dan fakta yang menjadi pengetahuan dan
pengalamannya itu, Rasulullah saw sering mengadakan tafakur (merenung), dan
kadang-kadang berkhalwat, bersemedi (tahannus) di suatu tempat sunyi yang
terkenal dengan Gua Hira. Di tempat inilah beliau mengolah, menganalisis,
mengklarifikasi, dan mengambil kesimpulan yang akan menjadi bahan pertimbangan
dalam sikap, langkah, dan pendekatan strategi perjuangan hidup
dan kehidupannya. Objektivitas, akurasi, dan validitas hasil penelitian
dan perenungan itu tidak diragukan lagi karena beliau termasyhur sebagai orang
jujur (al-amin).
Kesimpulan utama dari hasil penelitian dan perenungan adalah
masyarakat Arab harus diselamatkan dari jurang kehancuran serta membangun
landasan yang baru. Upaya kerja keras Rasulullah saw dalam mencari solusi dari
masalah yang sedang dihadapinya itu, kemudian dijemput oleh hidayah ilahi
dengan turunnya wahyu pertama, lima ayat surat al-alaq. Dengan ayat Al-Qur’an
yang mulia inilah, dimulai kegiatan dakwah dan risalah Islamiyah yang ditugaskan
kepada Muhammad Ibn Abdillah untuk disampaikan kepada segenap manusia, melalui
pembinaan dan pendidikan yang berdasarkan la ilaha illa al-llah (nilai
dasar ketahuidan).
Dengan demikian, dari turunnya wahyu pertama ini, Rasulullah
saw mulai berfungsi sebagai pendidik dan pembimbing masyrakat (social
educator), melalui perombakan dan revolusi mental masyarakat Arab dari
kebiasaan menyembah berhala yang merendahkan derajat kemanusiaan dan tidak
menggunakan akal pikiran yan sehat, tidak memiliki peri kemanusiaan dan
menghinakan kaum wanita dan sebagainya, menuju sikap mental yang mengangkat
derajat kemanusiaan yang penuh percaya diri dan hanya menyembah dan memohon
perlindungan kepada Allah SWT.
1.3.2. Rasulullah saw sebagai pendidik masyarakat
Adapun sistim pembinaan dan pendidikan yang dikembangkan
Rasulullah saw adalah sistim kaderisasi dengan membina beberapa orang sahabat.
Kemudian para sahabat ini mengembangkan Islam ke berbagai penjuru dunia.
Dimulai dari Khulafa Ar-Rasyidin, kemudian generasi berikutnya. Dimulai dari
pembinaan dan kaderisasi di Mekah yang agak terbatas, kemudian dikembangkan di
Madinah dengan membentuk komunitas muslim di tengah-tengah masyrakat Madinah
yang cukup heterogen. Pembinaan dan pendidikan di Mekah lebih dioerientasikan
pada pembinaan ketauhidan sehingga ayat Al-Qur’an yang turun dalam periode ini
lebih ditekankan pada pembinaan akidah dan ibadah. Ayat-ayat dan surat yang
turun biasanya pendek-pendek dan diawalii ungkapan “Ya ayyuha an-nasa”.
1.3.3. Rasulullah saw sebagai negarawan dan pembangun masyarakat
Adapun di Madinah, pembinaan yang dilakukan Rasulullah saw
lebih banyak ditekankan pada pembentukan masyarakat muslim di tengah-tengah
masyarakat nonmuslim. Ayat-ayat Al-Qur’an yang turun di periode ini lebih
ditekankan pada masalah muamalah, sistim kemasyarakatan, kenegaran,
hubungan sosial, hubungan antaragama (toleransi), ta’awun, ukhuwah, dan
sebagainya. Ayat-ayat yang turun pada periode ini biasanya panjang-panjang dan
diawali ungkapan “Ya ayyuha al-ladzina amanu”.
Pada peride Madinah ini, lahirlah suatu peristiwa yang
monumental dan sangat penting sebagai cermin bagi kehidupan beragama dan
bermasyarakat di masa mendatang, yakni terumuskannya suatu naskah perjanjian
dan kerja sama antara kaum muslimin dan masyarakat Madinah (nonmuslim), yang
kemudian terkenal dengan sebutan Piagam Madinah.
Di Madinah itulah Rasulullah saw mulai membangun sistim
hukum, tatanan masyarakat, dan kenegaraan. Fungsi Rasulullah saw meningkat dari
fungsi pendidik menjadi negarawan pembangun masyarakat (community builder) atau
pembangun Negara (state builder). Di bawah pembinaan dan kepemimpinan
Rasulullah saw, kota Madinah menjadi sebuah kota masyarakat yang beradab, sadar
hukum, penuh toleran, bersikap saling tolong menolong, dihiasi persaudaraan dan
semangat kerja sama antara warga masyarakat. Gambaran masyarakat seperti itu,
kemudian dikenal dengan sebutan masyarakat madani.
Pada masa awal-awal perkembangan Islam, masyarakat Islam
menampilkan diri sebagai masyarakat alternative, yang memberi warna tertentu
pada kehidupan manusia. Karakter yang paling penting yang ditampilkan oleh
masyarakat Islam ketika itu adalah kedamaian dan kasih sayang.
Masyarakat model seperti ini tampil di tengah kehadiran
Rasulullah saw, baik di Mekah atau Madinah, yang banyak disebut sejarawan
sebagai model masyarakat ideal dalam level masyarakat Arab yang masih sangat
sederhana. Sejumlah karakteristik penting yang diperlihatkan masyarakat Islam
pada masa Rasulullah saw ini, diantaranya adalah: memiliki akidah yang kuat dan
konsisten dalam beramal (berkarya). Semua itu dipandu oleh kepemimpinan yang
penuh wibawa.
Dakwah dalam
pelaksanaannya mempunyai beberapa prinsip, seperti halnya dakwah Rasulullah
Muhammad saw yang mempunyai prinsip-prinsip seperti yang disimpulkan dalam buku
Metode Pengembangan Dakwah karya Drs. H. Asep Muhyiddin, M. Ag., dan Agus Ahmad
Safe’i, M. Ag. Seperti berikut ini:
1. Mengetahui medan (mad’u) melalui penelitian dan
perenungan.
2. Melalui perncanaan pembinaan, pendidikan, dan pengembangan serta
pembangunan masyarakat.
3. Bertahap, diawali dengan cara diam-diam (marhalah sirriyah),
kemudian cara terbuka (marhalah alaniyyah). Diawali dari keluarga
dan teman terdekat, kemudian masyarakat secara umum.
4. Melalui cara dan strategi hijrah, yakni menghindari siutasi yang
negative untuk menguasai suasana yang lebih positif.
5. Melalui syiar dan pranata Islam, antara lain melalui khotbah,
adzan, iqamah, dan shalat berjamaah, ta’awun, zakat, dan sebagainya.
6. Melalui musyawarah dan kerja sama, perjanjian dengan masyarakat
sekitar, seperti dengan Bani Nadhir, Bani Quraidzah, dan Bani Qainuqa.
7. Melalui cara dan tindakan yang akomodatif, toleran, dan saling
menghargai.
8. Melalui nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan demokratis.
9. Menggunakan bahasa kaumnya, melalui kadar kemampuan pemikiran
masyarakat (ala qadri uqulihim).
10. Melalui surat. Sebagaimana yang telah dikirim ke raja-raja
berpengaruh pada waktu itu, seperti pada Heraklius.
11. Melalui uswah hasanah dan syuhada ala an-nas, dan melalui
peringatan, dorongan dan motivasi (tarhib wa targhib).
12. Melalui Kelembutan dan pengampunan.
Seperti pada
peristiwa Fathul Mekah disaksikan para pemimpin kafir Quraisy sambil memendam
kemarahan dan kebencian. Begitu pula isi hati Fadhalah, yang begitu dalam
kebenciaanya kepada Rasulullah sehingga ingin membunuhnya. Tanpa ia duga,
Rasulullah mengetahui suara hatinya tersebut. ketika ditegur dengan lembut,
fadhalah menjadi ketakutan dan mencoba berbohong untuk membela diri. Tetapi
Rasulullah tidak marah, bahkan melempar dengan senyumnya. Seketika Fadhalah
terpesona dengan reaksi orang yang hendak dibunuhnyatersebut. Ia yang berada
dalam puncak ketakutan merasakan kelegaan luar biasa. Tumbuh simpatinya dan
kebenciannya mulai surut. Hatinya benar-benar berbalik ketika Rasulullah
meletakan tangan kanan tepat di dadanya. Sentuhan fisik refleksi dari kasih
sayang Rasulullah ini benar-benar mengharubiru perasaan Fadhalah.
Kedengkian dan Komunikasi merupakan bagian inheren dalam kehidupan manusia.
Bahkan, mempunyai urgensi yang besar dalam menjalani kehidupan itu sendiri,
dimana dengan berkomunikasi manusia dapat mengutarakan maksud dan keinginannya
serta mentranfer nilai-nilai tertentu yang diinginkan.
Islam sebagai agama yang kaafah dan syumul
juga sangat memperhatikan konsep dan nilai dalam berkomunikasi. Sebab, dakwah
Islam sendiri berpadu padan dengan komunikasi atau boleh dibilang dakwah itu
salah satu bentuk komunikasi.
Sementara itu, komunikasi memiliki seni tersendiri agar
suatu informasi dapat diterima dengan baik, benar, dan tepat kepada komunikan.
Sehingga, tidak keliru dalam memahami informasi yang dimaksud serta tidak salah
memahami keinginan sang pemberi informasi tersebut.
Dalam sejarah dakwah Islam, Rasulullah SAW juga sangat
memperhatikan metode dakwah agar pesan dakwah dapat diterima dengan baik bagi mad’u
(yang didakwahi). Hal itu dapat dilihat ketika Rasulullah saw melaksanakan
wahyu Allah Ta’ala untuk mentauhidkan akidah umat yang keliru dengan menuhankan
banyak Illah dan membersihkan peribadahan dari segala bentuk kesyirikan. Beliau
secara khusus memiliki sebuah tugas mulia dengan jalan mendakwahkan dien Islam
ini kepada umat melalui metode yang haq yaitu berupa cara-cara yang
sesuai dengan petunjuk Allah Ta’ala. Diantara metode dakwah beliau saw adalah:
1. Bil hikmah wal mau’izhah
Allah
Ta’ala berfirman,
Artinya, (QS. an-Nahl, 16:125)
Hikmah
ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak
dengan yang bathil. Oleh sebab itulah Allah Ta’ala meletakkan al-Qur’an dan as-Sunnah
sebagai asas pedoman dakwah bagi Rasulullah dan juga bagi tiap umat yang
bertugas meneruskan dakwah beliau hingga akhir zaman.
Pada ayat tersebut diatas dapat dipahami bahwa cara
berdakwah yang diperintah Allah Ta’ala adalah sebagai berikut,
- Dakwah bil hikmah, yaitu metode dakwah dengan memberi perhatian yang teliti terhadap keadaan dan suasana yang melingkungi para mad’u (orang-orang yang didakwahi), juga memperhatikan materi dakwah yang sesuai dengan kadar kemampuan mereka dengan tidak memberatkan mereka sebelum mereka bersedia untuk menerimanya. Metode ini juga membutuhkan cara berbicara dan berbahasa yang santun dan lugas. Sikap ghiroh yang berlebihan serta terburu-buru dalam meraih tujuan dakwah sehingga melampaui dari hikmah itu sendiri, lebih baik dihindari oleh seorang pendakwah.
- Dakwah dengan cara mau’izhah al-hasanah, yaitu metode dakwah dengan pengajaran yang meresap hingga ke hati para mad’u. Pengajaran yang disampaikan dengan penuh kelembutan akan dapat melunakkan kerasnya jiwa serta mencerahkan hati yang kelam dari petunjuk dien. Pada beberapa da’i, ada yang masih saja menggunakan metode dakwah yang berseberangan dengan hal ini, yaitu dengan cara memaksa, sikap yang kasar, serta kecaman-kecaman yang melampaui batas syar’i.
- Dakwah dengan perdebatan yang baik, yaitu metode dakwah dengan menggunakan dialog yang baik, tanpa tekanan yang zalim terhadap pihak yang didakwahi, tanpa menghina dan tanpa memburuk-burukkan mereka. Hal ini menjadi penting karena tujuan dakwah adalah sampai atau diterimanya materi dakwah tersebut dengan kesadaran yang penuh terhadap kebenaran yang haq dari objek dakwah. Metode ini menghindari dari semata karena ingin memenangkan perdebatan dengan para mad’u.
2. Benar dan tegas tanpa kompromi
Sesungguhnya dakwah Rasulullah merupakan dakwah yang tegas
tanpa kompromi. Perkara yang beliau saw sentuh dalam dakwahnya adalah perkara
yang paling pokok dan paling mendasar, laa ilaaha illallah, Muhammadur
rasulullah. Beliau saw menyeru bahwa tidak ada yang wajib diagungkan, diibadahi,
ditaati dan dicintai kecuali Allah Ta’ala. Begitu juga terhadap perkara hukum,
tidak ada hukum yang wajib diterapkan dan dilaksanakan, kecuali hukum-Nya. Oleh
karenanya perkara ini menjadi sangat penting dan oleh karena sifat
pembangkangan umat kafir serta muslim yang munafik, maka dakwah ini juga akan
menimbulkan kecaman, kemarahan, dan permusuhan.
3. Tidak menambah dan mengurangi satu huruf pun dari
materi dakwah
Orang-orang kafir semasa Rasulullah senantiasa mencari jalan
untuk menyelewengkan Rasulullah dari sifat dan karakter dakwahnya yang benar
dan tegas. Mereka menginginkan agar Rasulullah mengikuti kehendak hawa-nafsu
mereka dengan mengemukakan segala janji dan tipu-muslihat agar beliau saw
meninggalkan prinsip dan bergeser dari jalan yang telah ditetapkan-Nya. Dalam
al-Qur’an, sifat keengganan mereka mengikuti al-Qur’an dan sikap mereka yang
berupaya agar Rasulullah mengganti petunjuk yang haq dengan yang mereka
kehendaki
(QS. Yunus, 10:15)
(Disadur dengan
sedikit perubahan dari kitab Rojulun Sholih (Karakteristik Lelaki
Shalih) karya Ust. Abu Muhammad Jibriel AR)
Dakwah kalau di perhatikan dari maknanya
begitu banyak, baik secara etimologi maupun terminologi dan menurut pandangan
para ulama. Namun dari sekian banyak makna dakwah intinya adalah menyeru kepada
kebajikan dan meninggalkan kebathilan: ”Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung". QS. Ali Imran: 104.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul
Munir. 2009. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Penerbit
Teras.
Isa As-Salim, Abdurrahman. 2001. Manajemen Rasulullah (Dalam Berdakwah). Jakarta: Pustaka
Azzam.
Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di
Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Salabi, Ahmad. tt. Mausu’ah al-tarikh al-Islamy wa al-hadarah
al-islamiyah. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Islamiyah.
Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II).
Jakarta: Raja Grafindo Persada
[3] Ahmad Salabi, Mausu’ah
al-tarikh al-Islamy wa al-hadarah al-islamiyah (Kairo: Maktabah al-Nahdhah
al-Islamiyah, tt.,), hlm. 19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar