ALIRAN FILSAFAT, TEORI KEBENARAN,
METODE PENALARAN DAN MACAM PENGETAHUAN
By: Evi Muzaiyidah Bukhori (Mahasiswi Pascasarjana UIN Maliki Malang)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak kehadirannya di muka bumi ini, manusia sudah
menggunakan akal fikirannya untuk melakukan dan menyelesaikan suatu masalah. Walaupun pada
saat kehadirannya pertama kali di muka bumi jalan fikiran manusia tidak
serevolusioner sekarang ini.
Seiring dengan berkembangnya zaman,
berkembang pula cara berpikir manusia manusia sebagai mahluk yang unik
berbeda dari mahluk lainnya. Keunikan manusia terletak pikiran yang
dimilikinya. Dalam menggunakan fikiran mungkin saja manusia melakukan
kesalahan. Cara belajar dari kesalahan yang di perbuat pada dasarnya merupakan
karakteristik yang sama pada semua mahluk hidup. Apakah itu pada binatang
tingkat rendah, tingkat tingi, apakah itu pada simpanse atau seorang ilmuwan.
Perubahan dari pola pikir mitos ke
rasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang
selama itu ditakuti kemudian di dekati dan bahkan dapat dikuasai. Perubahan
yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori – teori ilmiah
yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta maupun manusia
sendiri.
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat
yang merefleksi, radikal dan integral mengenai hakikat ilmu pengetahuan,
terdapat beberapa aliran filsafat yang akan kami bahasa dalam makalah ini.
Berikut teori kebenaran metode penalaran dan macam pengetahuan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah Aliran-aliran dalam filsafat?
2. Bagaimanakah teori kebenaran dalam
Filsafat?
3. Bagaimanakah metode Penalaran dalam
Filsafat?
4. Bagaimana macam-macam pengetahuan?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui Aliran-aliran dalam filsafat.
2.
Mengetahui teori kebenaran dalam Filsafat.
3.
Mengetahui metode Penalaran dalam Filsafat.
4.
Mengetahui macam-macam pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Aliran Filsafat
Sangat banyak sekali aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat,
diantaranya aliran metafisika, etika, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.
Namun, untuk mempermudah pemahaman kita mengenai aliran filsafat, kita
kerucutkan untuk membahas airan-aliran filsafat ilmu pengetahuan.
Aliran-aliran teori pengetahuan mencoba menjawab pertanyaan
bagaimana manusia mendapat pengetahuannya. Berikut aliran-aliran yang berkaitan
dengan sumber pengetahuan:[1]
1.
Rasionalisme,
berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal. Akal memperoleh bahan
melalui indra untuk kemudian diolah oleh akal, sehingga menjadi pengetahuan.
Rasionalisme menggunakan metode deduksi, yaitu cara memperoleh kepastian
melalui langkah-langkah metodis yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat
umum untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus.
2.
Empirisme,
berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indra. Indra memperoleh
kean-kesan dari alam nyata, untuk kemudian kesan tersebut berkumpul dalam diri
manusia, sehingga menjadi pengalaman. Pengetahuan yang berupa engalaman terdiri
atas penyusunan dan pengaturan kesan yang bermacam-macam.
3.
Realisme,
adalah aliran yang menyatakan bahwa objek-objek pengetahuan yang diketahui
adalah nyata dalam dirinya sendiri. Objek tersebut tidak bergantung pada yang
mengetahui, atau tidak bergantung pada pikiran.pikiran dan dunia luar saling
berinteraksi, akan tetapi interaksi ini tidak mempengaruhi sifat dasar dunia.
Dunia tetap ada sebelum pikiran menyadarinya dan akan tetap ada setelah pikiran
berhenti menyadarinya.
4.
Kritisisme,
adalah aliran yang berusaha menjawab persoalan pengetahuan dengan tokohnya
Immanuel Kant. Titik tolaknya adalah ruang dan waktu sebagai dua bentuk
pengamatan. Akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri. Bahan tersebut
masih kacau, kemudian akal mengatur dan menertibkannya dalam bentuk pengamatan,
yakni ruang dan waktu. Pengamatan
merupakan permulaan pengetahuan, sedangkan pengolahan oleh akal merupakan
pembentukannya.
Berikut
aliran-aliran yang masih berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang menitik
beratkan pada hakikat pengetahuan:
1.
Idealisme,
berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses mental atau proses psikologis yang
sifatnya subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang kenyataan.
Pengetahuan tidak menggambarkan kebenaran yang sesungguhnya atau pengetahuan tidak
memberikan gambaran yang tepat tentang hakikat sesuatu yang berada di luar
pikiran manusia.
2.
Empirisme,
berpendirian bahwa hakikat pengetahuan adalah berupa pengalaman. David Hume
menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada sensasi atau rangsang indra.
Pengalaman merupakan ukuran terakhir dari kenyatan.
3.
Positivisme,
berpendirian bahwa kepercayaan-kepercayaan yang dogmatis harus digantikan
dengan pengetahuan yang faktawi. Apapun yang berada di luar dunia pengalaman
tidak perlu diperhatikan. Manusia harus menaruh perhatian pada dunia ini. Sikap
negatif positivisme terhadap kenyataan yang di luar pengalaman telah
mempengaruhi berbagai bentuk pemikiran modern, seperti: pragmatisme,
instrumentalisme, naturalisme ilmiah dan behaviorisme.
4.
Pragmatisme
tidak mempersoalkan hakikat pengetahuan melainkan menanyakan apa gna
pengetahuan tersebut. Daya pengetahuan hendaknya dipandang sebagai sarana bagi
perbuatan.
B.
Teori Kebenaran
Adapun teori-teori
Kebenaran adalah
1.
Teori
Korespondensi
Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling
awal dan paling tua. Teori ini berawal dari teori pengetahuan Aristoteles yang
menyatakan segala sesuatu yang diketahui adalah sesuatu yang dapat dikembalikan
pada kenyataan yang dikenal oleh subyek.
Menurut teori ini, kebenaran adalah persesuaian antara fakta dan
situasi nyata. Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan dalam pikiran
dengan situasi ligkungannya.
Sebagai contoh, pendapat bahwa pulau Jawa adalah pulau yang
terpadat penduduknya di Indonesia. Pendapat ini benar bukan karena persesuaian
dengan pendapat orang lain sebelumnya, atau karena diterima oleh banyak orang,
melainkan karena persesuaian dengan kenyataan yang sebenarnya.[2]
Contoh lain misalnya, pernyataan “air akan menguap jida dipanaskan sampai 100
derajat”. Pernyataan tersebut dinyatakan benar apabila kemudian diuji coba
dengan memanasi air sampai 100 derajat. Apakah air itu menguap? Jika air itu
tidak menguap, maka pernyataan tersebut dianggap salah, tetapi jika air itu
menguap maka pernyataan tersebut adalah benar.[3]
Teori korespondensi ini pada umumnya di
anut oleh para pengikut realism. Diantara pelopor teori korespondensi ini
adalah plato, Aristoteles, Moore, Russel, Ramsey, dan Tarski. Dan teori ini
dikembangkan oleh Bertrand Russell (1872-1970). Dan seseorang yang bernama K.
Roders, seorang penganut realisme kritis Amerika ini berpendapat, bahwa:
keadaan ini terletak dalam kesesuaian antara “esensi atau arti yang kita
berikan” dengan “esensi yang terdapat didalam objeknya”.
Maka teori korespondensi
tentang kebenaran dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1.
Pernyataan
2.
Kenyataan
Menurut teori ini kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan
tentang sesuatu dengan kenyataan itu sendiri. Adapun contohnya: “Jakarta adalah
Ibu Kota Republik Indonesia”. Pernyataan ini dapat dikatakan benar karena
kenyataanya Jakarta memang ibukota Republik Indonesia. Kebenarannya terletak
pada hubungan antara pernyataan dan kenyataan.
2.
Teori Koherensi tentang Kebenaran
Teori yang kedua adalah teori koherensi atau konsistensi, the
consistence theory of truth, yang sering pula dinamakan the coherence
theory of truth. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan
antara putusan (judgement) dengan sesuatu bentuk yang lain. Yaitu fakta atau
realitas, tetapi atas hubungan antara putusan – putusan itu sendiri. Dengan
perkataan lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru itu
dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya
terlebih dahulu.
Menurut Karl Kopper adalah suatu teori dianggap benar apabila tahan
uji (testable). Artinya, suatu teori yang sudah dicetuskan oleh seseorang
kemudian teori tersebut diuji oleh orang lain. Tentunya dapat mengkomparasikan
dengan data-data baru. Oleh karena itu, apabila teori itu bertentangan dengan baru,
secara otomatis teori pertama gugur atau batal, sebaliknya, kalau ada data yang
cocok dengan teori lama, teori itu semakin kuat (Corroboration).
Maka teori ini teori konsistensi dapat kita simpulkan dengan dua
macam:
Pertama, kebenaran
menurut teori ini ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui, terima dan
akui dengan benar.
Kedua, teori ini agak
agaknya dapat dinamakan teori penyaksian (justtifikasi) tentang
kebenaran, karena menurut teori ini satu putusan dianggap benar apabila
mendapat penyaksian-penyaksian oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang
sudah diketahui, diterima, dan diakui benarnya.
Contoh dari teori koherensi adalah Ilmu Matematika dan turunannya
yaitu: 3 + 3 = 6 adalah benar karena sesuai dengan kebenaran yang sudah
disepakati bersama terutama oleh komunitas matematika. [4]
3.
Teori Pragmatisme Tentang Kebenaran
Teori ketiga ini adalah teori Pragmatisme Tentang Kebenaran, the
pramagtic theory of truth. Pragmatisme berasal dari bahasa yunani Pragma,
artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan,
sebutan lagi filsafat yang dikembangkan oleh William James di
Amerika Serikat. Menurut filsafat ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau
teori semata-mata bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika
mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat.
Contoh dalam teori pragmatisme tentang kebenaran yaitu : pandangan
para penganut pragmatis tentang tuhan. Bagi pragmatisme, suatu agama itu bukan
benar karena Tuhan yang disembah oleh penganut agama itu sungguh-sungguh ada,
tetapi agama itu dianggap benar karena pengaruhnya yang positif atas kehidupan
manusia dan berkat kepercayaan manusia akan adanya tuhan maka kehidupan masyarakat berlaku secara
tertib dan jiwanya semakin tenang.[5]
C.
Metode dalam logika
Logika sesuai dengan fungsinya memecahkan masalah
mempunyai dua Metode :
1. Metode Deduktif yaitu pengkajian
dari suatu yang umum (general) untuik menghasilkan suatu yang khusus. Berpikir
dengan Metode deduktif menggunakan sarana berfikir matematika.
2. Metode Induktif
yaitu logika berfikir yang bergerak dari hal-hal yang khusus menghasilkan
gegeralisasi yang umum. Berfikir
induktif menggunakan sarana berfikir statistika.
Baik matematika maupun statistika bukanlah ilmu
melainkan sarana berfikir. Kedua Metode berfikir tersebut dapat diterapkan
dalam penelitian Ilmiah yang direalisasikan dalam karya Ilmiah
Penelitian.
Logika
berfikir deduktif dipakai dalam perumusan hipotesis penelitian yang dideduksi
dari teori-teori yang ada. Logika berfikir Induktif di terapkan
dalam pengujian hipotesis dengan menggunakan data dan sample. Untuk
menyimpulkan kasus yang berdasarkan data dan sample di perlukan sarana
statistika. Proses Ilmiah yang secara epistemologis adalah paroses ilmiah agar
hasil yang diperoleh dapat di katagorikan sebagai produk ilmiah yaitu
Ilmu.[6]
D.
Macam-macam pengetahuan
Beranjak dari
pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka didalam
kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran.
Burhanuddin Salam,
mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu:[7]
Pertama, pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan
dengan istilah common sence, dan sering diartikan dengan Good sence,
karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Semua orang
menyebutnya sesuatu itu merah karena memang itu merah, benda itu panas karena
memang dirasakan panas dan sebagainya.
Dengan Common
Sence, semua orang sampai pada keyakinan secara umum tentang sesuatu,
dimana mereka akan berpendapat sama semuanya. Common sence diperoleh
dari pengalaman sehari-hari, seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga,
makanan dapat memuaskan rasa lapar. Musim kemarau akan mengeringkan sawah tadah
hujan, dan sebagainya.
Kedua, pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari
science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk
menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif.
Ilmu pada
Prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan Common
Sence, suatu pengetahuan yang berasal sari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari. Namun, dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat
dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
Ketiga, pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari
pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekuatif. Pengetahuan filsafat lebih
menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu
hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal
yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang
reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup
menjadi longgar kembali.
Keempat, Pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini
oleh pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu
ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan, yang sering juga disebut dengan
hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia, yang sering
disebut dengan hubungan Horizontal.
Pengetahuan
agama yang lebih penting disamping informasi tentang Tuhan, juga informasi
tentang Hari Akhir. Iman kepada Hari Akhir merupakan ajaran pokok agama dan
sekaligus merupakan ajaran yang membuat manusia optimis akan masa depannya.
Menurut para pangamat, agama masih bertahan sampai sekarang karena adanya
doktrin tentag hidup setelah mati karenanya masih dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta:Rajawali
pers, 2009
Dirgantarawicaksono.blogspot.com/2013/04/penalaran-dan-logika-dalam-filsafat.
Ihsan Fuad. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di
Indonesia. Jakarta:Bumi Aksara, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar