Menulislah sesuai kemampuanmu

Rabu, 16 April 2014

PERANAN BANGSA TURKI DALAM PEMERINTAHAN DINASTI ABBASIYAH (JURNAL STUDI ISLAM)





BOOK REVIEW
PERANAN BANGSA TURKI DALAM PEMERINTAHAN DINASTI ABBASIYAH
 (JURNAL STUDI ISLAM)


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Peradaban islam

Dosen Pembimbing :
Dr. A. Khudori Soleh, M.Ag









Oleh :

Evi Muzaiyidah Bukhori
(13720040)



PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
NOPEMBER 2013

Nama Pengarang         : Muhammad Alfatih Suryadilaga

Judul Jurnal                : Peranan Bangsa Turki Dalam Pemerintahan Dinasti Abbasiyah  (Jurnal Budaya Islam)
Jumlah halaman           : 9 halaman
Bulan / Tahun terbit    : September-Desember 2009
Penerbit / Kota terbit  : El-Harakah, UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang
ISSN                           : 1858-4357


A.    RESENSI JURNAL

Jurnal yang berjudul “Peranan Bangsa Turki Dalam Pemerintahan Dinasti Abbasiyah” yang ditulis oleh  Muhammad Alfatih Suryadilaga, Materinya terdiri dari III bab pembahasan. Bab pertama berisi tentang pendahuluan, dan didalamnya diterangkan bahwa pemerintahan dinasti Abbasiyah berlangsung sekitar 524 tahun, dimulai dari pemerintahan Abu Abbas al Shaffah dan di akhiri oleh serangan hulagu. Dari panjangnya pemerintahan, para sejarawan membagi dua bagian. Bagian pertama, berlangsung selama 100 tahun (132 – 232 H/750 – 874 M), bagian kedua, mulai pemerintahan mutawakkil (232 H./847 M) sampai pemerintahan al Musta’shim (Khalifah terakhir) (640 – 645 H./1242 – 1252 M). Pada masa ini yaitu muncul bangsa persia dan turki yang memainkan peranan penting dan berbeda. Bangsa persia memainkan peranannya dibidang ilmu pengetahuan, sedangkan turki dibidang kemiliteran dan cenderung destruktif, yang menjadikan Abbasiyah lemah.
Selanjutnya pada bab II diulas tentang “Pemerintahan Dinasti Abbasiyah”. Dan pada bab ini dipaparkan bahwa khalifah pertama pada dinasti ini adalah Abu Abbas al Safiah (132 – 136 H) dan eksistensi kekhalifahanya disempurnakan oleh Abu Ja’far al Mansur (136 – 158 H) disebut masa pembentukan, yang mempunyai kebijakan – kebijakan yaitu pertama, memberantas kekuatan-kekuatan yang berusaha menghancurkan kekuatan Abbasiyah. Kedua, memindahkan inukota dari Damaskus ke Bagdad. Ketiga, mengangkat wazir yang membawahi departemen – departemen. Khalid Ibnu Barmak dari persia yang dipercayai sebagai Wazir. Setelah berakhir, digantikan Al-Mahdi, (775 – 785 M./157 – 164 M) khalifah yang mampu mengantarkan kemajuan dibidang perekonomian yang mulai membaik dengan adanya pelabuhan bagi perdagangan di basrah. Pada masa sebelumnya Khalifah Harus al Rasyid (785 – 833 M) disebut masa kemakmuran dan kemewahan, sejarawan menyebutnya Masa Keemasan. Yang berhasil mendirikan gedung – degung fasilitas umum seperti masjid dll.
Kemudian pemerintahan dipimpin oleh Al-Amin yang mengalami kemajuan dibidang ilmu pengetahuan terjadi pada masa al Ma’mun dengan dibangunnya Bait al Hikmah sebuah perguruan tinggi yang memuat beberapa beribu buku dan tempat kegiatan ilmiah lainnya. Dan adanya penerjemahan besar terhadap karya yunani. Kemudian pemerintahan selanjutnya, Khalifah al-Mu’tasim (833 – 842 M) pada masa al Mu’tasim juga dinamakan masa keemasan, disebabkan ia meneruskan tradisi sebelumnya dan ia mengembangkan sumber – sumber pendapatan negara dari sumber daya alam daerah imperium dan hasil pertanian kemudian khalifah al Wasiq (842 – 849 M). masa ini mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan, yang terbukti dengan seringnya ia mengunjungi perpustakaan dan berderma serta mendorong ilmu pengetahuan, pada masa ini Industri tumbuh subur dan perdagangan meningkat. Dan pada Masa ini juga awal munculnya pengaruh turki dalam pemerintahan Abbasiyah, dengan berakhirnya kekuasaan al Wasiq maka pemerintahan Bani Abbas bagian pertama berakhir. Dapat dikatakan masa pemerintahan Abbasiyah pertama merupakan masa keemasan.
Sedangkan pada bab III dipaparkan tentang “Peran dan pengaruh bangsa Turki dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah”. Dan didalamnya dijelaskan bahwa peranan bangsa turki pada pemerintahan Abbasiyah dimulai pada masa pemerintahan al Mu’tasim sampai pada akhi pemerintahan al Wasiq. sebelumya, pemerintahan Bani Abbasiyah telah didominasi oleh bangsa pesia yang mengantarkan kepada kemajuan dibidang ilmu pengetahuan.
Kebijakan yang dilakukan Pada masa al Mu’tasim ini adalah meneruskan kebijaksanaan sebelumnya, bahwa al-Qur’an adalah Makhluq, yang merupakan tindakan keras tehadap pengikut al Mu’tasim dan adanya jaminan terhadap Turki. Al Mu’tasim mawas diri atas kekuasaannya dengan peistiwa – peistiwa   yang terjadi sebelumnya, ia tidak percaya dengan keturunan arab dan bangsa persi. Kesalahan yang dilakukan keturunan Arab adalah adanya perlawanan atas khalifah al Ma’mun. Sedangkan kesalahan bangsa persi adalah pembrontakan yang dilakukan oleh Salamah al Khallal dll. Terpaksa al Mu’tasim melakukan peperangan yang berkelanjutan dan pertempuran yang sengit melawan pembrontak zatt di Irak, Babuk al Khuasani, dan tentara romawi. Dari peristiwa tersebut al Mu’tasim merekrut angkatan tentara yang tangguh dan berani untuk memenangkan beberapa pertempuran tersebut.
Keberadaan bangsa Turki dalam pemerintahan dinasti Abbasiyah dimulai sejak al Mu’tasim naik tahta, peranan mereka semakin meluas pada masa pemerintahan sesudah al Mu’tasim. Yang berawal dari pengawal pribadi raja, kemudian menjadi tentara kerajaan. Mereka diberi penghargaan oeh al Mu’tasim atas kerja keras dan keberanian dalam peperangan. Dan mereka dikenal sebagai kekuatan pasukannya yang gagah dan berani di medan perang, tapi mereka juga dikenal suka meremehkan bangsa lain, sombong, dan angkuh. Dan untuk memperkuat posisi mereka, tentara Turk berusaha menjatuhkan tokoh – tokoh tentara Islam dari keturunan Arab karena merasa tersaingi, hal ini membuat keturunan Arab terdesak. Disamping itu, banyaknya bangsa Turki yang berdomisili di Bagdad jumlahnya 75.000 orang. Rakyat merasa terbebani. Khalifah membatasi gerak mereka dengan membangun kota sebagai pusat kegiatan mereka. Akhirnya kota tersebut dijadikan ibu kota kerajaan yang semula kota Bagdad yaitu kota Sammara (Surra man ra’a), kota Sammara menyerupai kota bagdad dalam segi Bangunan Fisiknya.
Keinginan al Mu’tasim yang ingin menjauhkan kekuasaan dari pengaruh orang Persi dan keturunan Arab yang menyebabkan ia dan keturunannya serta kerajaan Islam ternyata jatuh ke tangan orang – orang Turki. Ketika al Mu’tasim menyerahkan urusannya kepada orang Turki yang angkuh dan kejam itu membuat sebagian sejarawan mengecamnya dan menuntut pertanggungjawaban al Mu’tasim tersebut. Adapun reaksi orang Turki adalah adanya pembrontakan yang bertujuan membunuh al Mu’tasim dan Afsyin (panglima keturunan Turki yang terkenal pada masa al Mu’tasim) yang dilakukan oleh Abbas ibn al Ma’mun atas kekecewaanya atas kebijakan dan sikap al Mu’tasim pada keturunan Arab dan Bangsa Persi dan juga peranan orang tuki yang sangat Dominan. Berita tersebut telah diketahui sebelumnya yang terlibat pembrontakan ditahan. Adanya ketergantungan pemerintahan Abbasiyah terhadap Orang Turki menjadi faktor orang Arab melakukan pembrontakan di Syiria, dipimpin Abu Harb al Mubarqa terjadi setelah kematian al Mu’tasim. tapi bangsa turki terus berlanjut bahkan semakin kokoh.
 Setelah kematian al Mu’tasim digantikan anaknya al Wasiq (227 H./842) dan kedudukan panglima Turki berada pada posisi tinggi. Kebijakannya tidak dapat dijalankan secara bebas akibat ketergantungannya pada bangsa Turki dan kepercayanya terhadap Ashinas (panglima keturunan Turki yang terkenal pada masa al Mu’tasim) dalam penyelenggaraan roda pemerintahannya. Al Wasiq memberinya mahkota kehormatan yang diberi gelar Sultan. Ashinas telah diberi hak yang lebih besar daripada tugas ketentaraan. Bahkan seorang Budak Istana yang mewakili Ashinas juga diberikan hak yang Istimewa yang mana ia berhak melantik siapa saja yang dikehendakinya sebagai Khalifah. Menjelang wafatnya al Wasiq ia tidak mengangkat putera mahkota.
Al Wasiq pun meninggal Dunia dan keberadaan bangsa Turki dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah terus berlanjut karena peranan mereka selalu deduktif yang mana mudah sekali membuat khalifah terpengauh. Dengan berakhirnya pemeintahan al Wasiq, berakhir pula masa keemasan Abbasiyah. Dan ketergantungan Turki semakin berlanjut hingga sampai akhirnya Turki dapat mewujudkan Impiannya mendirikan Negara, negara itu ialah Salajiqah, mamalik, dan Turki Usmani.
B.  ANALISIS JURNAL
Setelah membaca pemaparan dari bab ke bab, maka dapat disimpulkan bahwa tulisan Muhammad Alfatih Suryadilaga ini telah mengulas secara ringkas dan detail terkait “Peranan Bangsa Turki Dalam Pemerintahan Dinasti Abbasiyah”. Tulisan ini dapat memberikan cukup informasi bagi para pembaca. Hal tersebut dapat disingkronkan dengan buku Dinasti Abbasiyah yang ditulis Yusuf al Isy. Didalamnya disebutkan Al Mu’tasim berhayal bahwa dia telah mengumpulkan kekuatan dari unsur yang sangat penting sehingga pemerintahanya akan aman dengan adanya unsur tersebut.
Pada periode pemerintahannya yang kedua al Makmun berusaha untuk menguatkan pemerintahan tersebut, adapun al Mu’tasim dia tidak bisa melakukan apapun. Digambarkan seakan – akan dia akan hilang Ibunya berkebangsaan turki sehingga secara alami dia berkoalisi dengan orang – orang turki. Dia menjadikan mereka sebagai pelayan, hamba, tentara, dan komandan. Bangsa Turki adalah orang – orang yang sangat kuat, mereka terlatih perang, naik kuda dan senjata. Orang Turki sama sekali bukanlah orang yang berpendidikan seperti bangsa arab dan persia mereka mirip orang orang – orang yang buta huruf dan kemampuan berfikir mereka sangat lemah. Yang bisa mereka lakukan hanyalah memanggul senjata dan berperang, al Mu’tasim pun menyangka bahwa mereka adalah sekutunya dan tidak berbahaya.[1]
Berdasakan pernyataan tersebut, bahwa al Mu’tasim tertalu menganggap Orang Turki adalah dari golongan yang sama dan mereka adalah orang kuat, tangguh, berani di medan perang. Yang mana mereka tidak akan membrontak pemerintahan Abbasiyah dan dapat membantu kejayaan pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Dalam buku tersebut di paparkan juga bahwa al Mu’tasim mulai membangun kota Surra man ra’a (Samarra). Jarak dari Bagdad sekitar seratus empat puluh kilometer. Dia memilih tempat yang tinggi dan kokoh, dia mengalirkan air ke tempat tersebut dan memfasilitasinya dengan pertahanan dan benteng. Dia memperluas kota dan membangun jalan – jalan supaya antara tentara dan masyarakat tidak terjadi bentrok. Disamara dia membangun sebuah jalan yang namanya Asy-syari’al ‘adzim (jalan yang luas). Jalan tersebut sangat luas dan lebar. Diapun juga membangun istana – istana di samara serta memberikannya kepada kerabat, tentara dan orang – orang Turki. Dengan demikian, orang – orang Turki memiliki Tanah dan Rumah sendiri. Mereka pun menguasai tempat yang mereka diami, Akhirnya mereka menjadi tuan – tuan kota dan kota menjadi milik mereka. Karena merekalah kota tersebut dibangun dan dimakmurkan. Tentu saja dimasa al Mu’tasim mereka tidak menggulingkan khalifah, Namun mereka bisa melakukanya di samara. Negeri mereka. Akhirnya, seiring dengan waktu kekuasaan merekapun terus bergerak.[2]
Dengan pernyataan tersebut yaitu dengan dibangunnya kota Samarra, berpindahnya orang – orang Turki dari kota Bagdad menuju ke kota Samarra karena adanya bentrok antara masyarakat dengan orang – orang Turki yang kejam dan sombong tingkah lakunya, agar masyarakat dan Orang Turki tersebut tidak terjadi bentrok maka al Mu’tasim memindahkan Orang Turki beserta kerabatnya di kota Tersebut. Akan tetapi al Mu’tasim justru memberikan kepada orang Turki hal yang Istimewa, tanpa ia sadari bahwa orang Turki akan menghancurkan pemerintahannya.
Pemaparan senada dengan tulisan ini juga disampaikan dalam buku “Sejarah Peradaban Islam” yang ditulis oleh Badri Yatim. Didalamnya dituliskan bahwa Al Mu’tasim memberi peluang besar kepada orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Yang mana mereka dijadikan tentara, tentara dibina secara khusus untuk menjadi prajurit – prajurit professional. Agar kekuatan militer pada masa Dinasti Abbasiyah tersebut menjadi sangat kuat.[3]
Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa – apa, bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan olitik mereka. Kekuasaan berada di tangan orang – orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334 H/945 – 447 H/1055 M) Daulat Abbasiyah. [4]
Dengan demikian bahwa orang – orang Turki telah menghancurkan pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Harapan – harapan al Mu’tasim menjauhkan kekuasaanya dari keturunan Arab dan orang Persi menyebabkan ia dan keturunan Islam harus jatuh dalam Tangan orang – orang Turki tanpa disadari bahwa al Mu’tasim juga telah Membantu orang Turki untuk merebut kekuasaan pemerintahan. Dengan Demikian bahwa Jurnal yang berjudul “Peranan Bangsa Turki Dalam Pemerintahan Dinasti Abbasiyah” yang ditulis oleh  Muhammad Alfatih Suryadilaga, benar – benar sesuai dengan kondisi Bani Abbasiyah tersebut. Tidak ada pembahasan yang menyimpang didalamnya. Dan semua pembahasanya sesuai dengan sejarah peradaban Islam yang ada.

C.  DAFTAR PUSTAKA
Al – Isy, Yusuf. Dinasti Abbasiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
El Harakah.  Jurnal Studi Islam, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2009.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.


[1] Yusuf al Isy, Dinasti Abbasiyah, (Jakata Timur : Pustaka al Kaustar, 2007) hal. 102
[2] Yusuf al Isy, Dinasti Abbasiyah, hal. 103-104
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:PT. Raja Grafindo persada,2008) hal. 53
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar