BOOK REVIEW
PERANAN BANGSA TURKI DALAM PEMERINTAHAN DINASTI ABBASIYAH
(JURNAL STUDI ISLAM)
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Sejarah Peradaban islam”
Dosen
Pembimbing :
Dr.
A. Khudori Soleh, M.Ag
Oleh
:
Evi
Muzaiyidah Bukhori
(13720040)
PROGRAM
PASCASARJANA
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
NOPEMBER
2013
Judul
Jurnal : Peranan Bangsa Turki Dalam Pemerintahan Dinasti Abbasiyah (Jurnal Budaya
Islam)
Jumlah halaman : 9
halaman
Bulan / Tahun
terbit : September-Desember 2009
Penerbit / Kota
terbit : El-Harakah, UIN Maulana Malik
Ibrahim. Malang
ISSN : 1858-4357
A.
RESENSI JURNAL
Jurnal
yang berjudul “Peranan Bangsa Turki Dalam Pemerintahan Dinasti Abbasiyah” yang ditulis oleh Muhammad Alfatih Suryadilaga, Materinya terdiri dari III bab
pembahasan. Bab pertama berisi tentang pendahuluan, dan didalamnya diterangkan
bahwa pemerintahan
dinasti Abbasiyah berlangsung sekitar 524 tahun, dimulai dari pemerintahan Abu
Abbas al Shaffah dan di akhiri oleh serangan hulagu. Dari panjangnya pemerintahan,
para sejarawan membagi dua bagian. Bagian pertama, berlangsung selama 100 tahun
(132 – 232 H/750 – 874 M), bagian kedua, mulai pemerintahan mutawakkil (232
H./847 M) sampai pemerintahan al Musta’shim (Khalifah terakhir) (640 – 645
H./1242 – 1252 M). Pada masa ini yaitu muncul bangsa persia dan turki yang
memainkan peranan penting dan berbeda. Bangsa persia memainkan peranannya
dibidang ilmu pengetahuan, sedangkan turki dibidang kemiliteran dan cenderung
destruktif, yang menjadikan Abbasiyah lemah.
Selanjutnya
pada bab II diulas tentang “Pemerintahan Dinasti
Abbasiyah”. Dan pada bab ini dipaparkan bahwa khalifah pertama pada dinasti ini adalah Abu
Abbas al Safiah (132 – 136 H) dan eksistensi kekhalifahanya disempurnakan oleh
Abu Ja’far al Mansur (136 – 158 H) disebut masa pembentukan, yang mempunyai
kebijakan – kebijakan yaitu pertama, memberantas kekuatan-kekuatan yang
berusaha menghancurkan kekuatan Abbasiyah. Kedua, memindahkan inukota dari
Damaskus ke Bagdad. Ketiga, mengangkat wazir yang membawahi departemen – departemen.
Khalid Ibnu Barmak dari persia yang dipercayai sebagai Wazir. Setelah berakhir,
digantikan Al-Mahdi, (775 – 785 M./157 – 164 M) khalifah yang mampu
mengantarkan kemajuan dibidang perekonomian yang mulai membaik dengan adanya
pelabuhan bagi perdagangan di basrah. Pada masa sebelumnya Khalifah Harus al
Rasyid (785 – 833 M) disebut masa kemakmuran dan kemewahan, sejarawan
menyebutnya Masa Keemasan. Yang berhasil mendirikan gedung – degung fasilitas
umum seperti masjid dll.
Kemudian pemerintahan dipimpin oleh Al-Amin
yang mengalami kemajuan dibidang ilmu pengetahuan terjadi pada masa al Ma’mun
dengan dibangunnya Bait al Hikmah sebuah perguruan tinggi yang memuat
beberapa beribu buku dan tempat kegiatan ilmiah lainnya. Dan adanya
penerjemahan besar terhadap karya yunani. Kemudian pemerintahan selanjutnya,
Khalifah al-Mu’tasim (833 – 842 M) pada masa al Mu’tasim juga dinamakan masa
keemasan, disebabkan ia meneruskan tradisi sebelumnya dan ia mengembangkan
sumber – sumber pendapatan negara dari sumber daya alam daerah imperium dan
hasil pertanian kemudian khalifah al Wasiq (842 – 849 M). masa ini mengalami
kemajuan dalam ilmu pengetahuan, yang terbukti dengan seringnya ia mengunjungi
perpustakaan dan berderma serta mendorong ilmu pengetahuan, pada masa ini
Industri tumbuh subur dan perdagangan meningkat. Dan pada Masa ini juga awal
munculnya pengaruh turki dalam pemerintahan Abbasiyah, dengan berakhirnya kekuasaan
al Wasiq maka pemerintahan Bani Abbas bagian pertama berakhir. Dapat dikatakan
masa pemerintahan Abbasiyah pertama merupakan masa keemasan.
Sedangkan pada
bab III dipaparkan tentang “Peran dan pengaruh bangsa Turki dalam pemerintahan Dinasti
Abbasiyah”. Dan didalamnya dijelaskan bahwa peranan bangsa turki pada pemerintahan
Abbasiyah dimulai pada masa pemerintahan al Mu’tasim sampai pada akhi
pemerintahan al Wasiq. sebelumya, pemerintahan Bani Abbasiyah telah didominasi
oleh bangsa pesia yang mengantarkan kepada kemajuan dibidang ilmu pengetahuan.
Kebijakan yang dilakukan Pada masa al Mu’tasim ini adalah meneruskan
kebijaksanaan sebelumnya, bahwa al-Qur’an adalah Makhluq, yang merupakan
tindakan keras tehadap pengikut al Mu’tasim dan adanya jaminan terhadap Turki.
Al Mu’tasim mawas diri atas kekuasaannya dengan peistiwa – peistiwa yang terjadi sebelumnya, ia tidak percaya
dengan keturunan arab dan bangsa persi. Kesalahan yang dilakukan keturunan Arab
adalah adanya perlawanan atas khalifah al Ma’mun. Sedangkan kesalahan bangsa
persi adalah pembrontakan yang dilakukan oleh Salamah al Khallal dll. Terpaksa
al Mu’tasim melakukan peperangan yang berkelanjutan dan pertempuran yang sengit
melawan pembrontak zatt di Irak, Babuk al Khuasani, dan tentara romawi. Dari
peristiwa tersebut al Mu’tasim merekrut angkatan tentara yang tangguh dan
berani untuk memenangkan beberapa pertempuran tersebut.
Keberadaan bangsa Turki dalam pemerintahan dinasti Abbasiyah dimulai sejak
al Mu’tasim naik tahta, peranan mereka semakin meluas pada masa pemerintahan
sesudah al Mu’tasim. Yang berawal dari pengawal pribadi raja, kemudian menjadi
tentara kerajaan. Mereka diberi penghargaan oeh al Mu’tasim atas kerja keras
dan keberanian dalam peperangan. Dan mereka dikenal sebagai kekuatan pasukannya
yang gagah dan berani di medan perang, tapi mereka juga dikenal suka meremehkan
bangsa lain, sombong, dan angkuh. Dan untuk memperkuat posisi mereka, tentara
Turk berusaha menjatuhkan tokoh – tokoh tentara Islam dari keturunan Arab
karena merasa tersaingi, hal ini membuat keturunan Arab terdesak. Disamping
itu, banyaknya bangsa Turki yang berdomisili di Bagdad jumlahnya 75.000 orang. Rakyat
merasa terbebani. Khalifah membatasi gerak mereka dengan membangun kota sebagai
pusat kegiatan mereka. Akhirnya kota tersebut dijadikan ibu kota kerajaan yang
semula kota Bagdad yaitu kota Sammara (Surra man ra’a), kota Sammara
menyerupai kota bagdad dalam segi Bangunan Fisiknya.
Keinginan al Mu’tasim yang ingin menjauhkan kekuasaan dari pengaruh orang
Persi dan keturunan Arab yang menyebabkan ia dan keturunannya serta kerajaan
Islam ternyata jatuh ke tangan orang – orang Turki. Ketika al Mu’tasim
menyerahkan urusannya kepada orang Turki yang angkuh dan kejam itu membuat
sebagian sejarawan mengecamnya dan menuntut pertanggungjawaban al Mu’tasim
tersebut. Adapun reaksi orang Turki adalah adanya pembrontakan yang bertujuan
membunuh al Mu’tasim dan Afsyin (panglima keturunan Turki yang terkenal pada
masa al Mu’tasim) yang dilakukan oleh Abbas ibn al Ma’mun atas kekecewaanya
atas kebijakan dan sikap al Mu’tasim pada keturunan Arab dan Bangsa Persi dan
juga peranan orang tuki yang sangat Dominan. Berita tersebut telah diketahui
sebelumnya yang terlibat pembrontakan ditahan. Adanya ketergantungan
pemerintahan Abbasiyah terhadap Orang Turki menjadi faktor orang Arab melakukan
pembrontakan di Syiria, dipimpin Abu Harb al Mubarqa terjadi setelah kematian
al Mu’tasim. tapi bangsa turki terus berlanjut bahkan semakin kokoh.
Setelah kematian al Mu’tasim
digantikan anaknya al Wasiq (227 H./842) dan kedudukan panglima Turki berada
pada posisi tinggi. Kebijakannya tidak dapat dijalankan secara bebas akibat
ketergantungannya pada bangsa Turki dan kepercayanya terhadap Ashinas (panglima
keturunan Turki yang terkenal pada masa al Mu’tasim) dalam penyelenggaraan roda
pemerintahannya. Al Wasiq memberinya mahkota kehormatan yang diberi gelar
Sultan. Ashinas telah diberi hak yang lebih besar daripada tugas ketentaraan.
Bahkan seorang Budak Istana yang mewakili Ashinas juga diberikan hak yang
Istimewa yang mana ia berhak melantik siapa saja yang dikehendakinya sebagai
Khalifah. Menjelang wafatnya al Wasiq ia tidak mengangkat putera mahkota.
Al Wasiq pun meninggal Dunia dan keberadaan bangsa Turki dalam pemerintahan
Dinasti Abbasiyah terus berlanjut karena peranan mereka selalu deduktif yang
mana mudah sekali membuat khalifah terpengauh. Dengan berakhirnya pemeintahan
al Wasiq, berakhir pula masa keemasan Abbasiyah. Dan ketergantungan Turki
semakin berlanjut hingga sampai akhirnya Turki dapat mewujudkan Impiannya mendirikan
Negara, negara itu ialah Salajiqah, mamalik, dan Turki Usmani.
B.
ANALISIS JURNAL
Setelah
membaca pemaparan dari bab ke bab, maka dapat disimpulkan bahwa tulisan Muhammad Alfatih Suryadilaga ini telah mengulas secara ringkas dan detail terkait “Peranan Bangsa Turki Dalam Pemerintahan
Dinasti Abbasiyah”. Tulisan ini
dapat memberikan cukup informasi bagi para pembaca. Hal tersebut dapat
disingkronkan dengan buku Dinasti Abbasiyah
yang ditulis Yusuf al Isy. Didalamnya
disebutkan Al Mu’tasim berhayal bahwa dia telah mengumpulkan kekuatan dari unsur yang
sangat penting sehingga pemerintahanya akan aman dengan adanya unsur tersebut.
Pada periode pemerintahannya yang kedua al
Makmun berusaha untuk menguatkan pemerintahan tersebut, adapun al Mu’tasim dia
tidak bisa melakukan apapun. Digambarkan seakan – akan dia akan hilang Ibunya
berkebangsaan turki sehingga secara alami dia berkoalisi dengan orang – orang
turki. Dia menjadikan mereka sebagai pelayan, hamba, tentara, dan komandan.
Bangsa Turki adalah orang – orang yang sangat kuat, mereka terlatih perang,
naik kuda dan senjata. Orang Turki sama sekali bukanlah orang yang
berpendidikan seperti bangsa arab dan persia mereka mirip orang orang – orang
yang buta huruf dan kemampuan berfikir mereka sangat lemah. Yang bisa mereka
lakukan hanyalah memanggul senjata dan berperang, al Mu’tasim pun menyangka bahwa
mereka adalah sekutunya dan tidak berbahaya.[1]
Berdasakan pernyataan tersebut, bahwa al
Mu’tasim tertalu menganggap Orang Turki adalah dari golongan yang sama dan
mereka adalah orang kuat, tangguh, berani di medan perang. Yang mana mereka
tidak akan membrontak pemerintahan Abbasiyah dan dapat membantu kejayaan
pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Dalam buku tersebut di paparkan juga bahwa al
Mu’tasim mulai membangun kota Surra man ra’a (Samarra). Jarak dari Bagdad
sekitar seratus empat puluh kilometer. Dia memilih tempat yang tinggi dan
kokoh, dia mengalirkan air ke tempat tersebut dan memfasilitasinya dengan
pertahanan dan benteng. Dia memperluas kota dan membangun jalan – jalan supaya
antara tentara dan masyarakat tidak terjadi bentrok. Disamara dia membangun
sebuah jalan yang namanya Asy-syari’al ‘adzim (jalan yang luas). Jalan
tersebut sangat luas dan lebar. Diapun juga membangun istana – istana di samara
serta memberikannya kepada kerabat, tentara dan orang – orang Turki. Dengan
demikian, orang – orang Turki memiliki Tanah dan Rumah sendiri. Mereka pun menguasai
tempat yang mereka diami, Akhirnya mereka menjadi tuan – tuan kota dan kota
menjadi milik mereka. Karena merekalah kota tersebut dibangun dan dimakmurkan.
Tentu saja dimasa al Mu’tasim mereka tidak menggulingkan khalifah, Namun mereka
bisa melakukanya di samara. Negeri mereka. Akhirnya, seiring dengan waktu
kekuasaan merekapun terus bergerak.[2]
Dengan pernyataan tersebut yaitu dengan
dibangunnya kota Samarra, berpindahnya orang – orang Turki dari kota Bagdad
menuju ke kota Samarra karena adanya bentrok antara masyarakat dengan orang –
orang Turki yang kejam dan sombong tingkah lakunya, agar masyarakat dan Orang
Turki tersebut tidak terjadi bentrok maka al Mu’tasim memindahkan Orang Turki
beserta kerabatnya di kota Tersebut. Akan tetapi al Mu’tasim justru memberikan
kepada orang Turki hal yang Istimewa, tanpa ia sadari bahwa orang Turki akan
menghancurkan pemerintahannya.
Pemaparan senada dengan tulisan ini juga disampaikan
dalam buku “Sejarah Peradaban Islam” yang ditulis
oleh Badri Yatim. Didalamnya dituliskan bahwa Al Mu’tasim memberi peluang besar kepada orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Yang mana mereka dijadikan
tentara, tentara dibina secara khusus untuk menjadi prajurit – prajurit
professional. Agar kekuatan militer pada masa Dinasti Abbasiyah tersebut
menjadi sangat kuat.[3]
Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka
khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa – apa, bahkan merekalah yang
memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan olitik mereka.
Kekuasaan berada di tangan orang – orang Turki pada periode kedua, pada periode
ketiga (334 H/945 – 447 H/1055 M) Daulat Abbasiyah. [4]
Dengan demikian bahwa orang – orang Turki
telah menghancurkan pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Harapan – harapan al Mu’tasim
menjauhkan kekuasaanya dari keturunan Arab dan orang Persi menyebabkan ia dan
keturunan Islam harus jatuh dalam Tangan orang – orang Turki tanpa disadari
bahwa al Mu’tasim juga telah Membantu orang Turki untuk merebut kekuasaan pemerintahan.
Dengan Demikian bahwa Jurnal yang berjudul “Peranan Bangsa Turki Dalam
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah” yang ditulis oleh Muhammad Alfatih Suryadilaga, benar – benar
sesuai dengan kondisi Bani Abbasiyah tersebut. Tidak ada pembahasan yang
menyimpang didalamnya. Dan semua pembahasanya sesuai dengan sejarah peradaban
Islam yang ada.
C.
DAFTAR PUSTAKA
Al – Isy, Yusuf. Dinasti Abbasiyah, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2007.
El Harakah. Jurnal Studi
Islam, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2009.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar