PERKEMBANGAN ILMU FIQIH
PADA MASA SAHABAT
By: Evi Muzaiyidah Bukhori
(Mahasiswi PBA UIN Maliki Malang)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Fiqih telah mengalami
perkembangan dari abad ke abad, yakni dari masa pertama masa rosul dan sahabat,
masa kedua masa tabi`in, dan masa yang ketiga adalah masa pembukuan ilmu-ilmu
fiqih.
Tidak dapat di fikirkan
jika manusia tanpa mengetahui hukum-hukum fiqih dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari, pentingnya hukum fiqih akan terus berlanjut selama manusia
tersebut hidup di dunia. Dan hendaknya kita sebagai mahasisiwa mengetahui lebih
rinci berkenaan perkembangan fiqih, guna menambah cakrawala wawasan seputar
historia ilmu fiqih.
Dalam makalah ini
disajikan perkembangan ilmu fiqih beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya
bertepatan pada perkembangan fiqih pada masa sahabat.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan fiqih
pada masa sahabat?
2. Apa saja faktor yang mendorong
perkembangan fikih pada masa sahabat?
3. Apa sajakah sumber-sumber Tasyri` pada
masa sahabat?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sejarah perkembangan fiqih
pada masa sahabat.
2. Mengetahui faktor yang mendorong perkembangan
fiqih pada masa sahabat.
3. Mengetahui sumber-sumber Tasyri` pada
masa sahabat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.2
Sejarah perkembangan fiqih pada masa sahabat
Dengan
wafatnya Rasul pada tahun 11 Hijriah dan diakhiri pada pertengahan abad ke 2
Hijrah dinamakan dengan periode sahabat, karena kekuasaan tasyri’ dalam periode
ini dipegang oleh para sahabat besar. [1]
Rosulullah
wafat meninggalkan para sahabat yang merupakan alim ulama` dan cerdik pandai.
Mereka diserahi tugas untuk menggantikan beliau untuk memimpin negara dan
rakyat, memajukan agama, dan menghukum segala sesuatu dengan adil. Pengetahuan
mereka tentulah tidak sama, sebagian mereka merupakan `alim mutakhassis
spesialis dalam suatu ilmu, diantaranya ada yang mutakhassis dalam ilmu
hokum.[2]
Pada periode sahabat
ini terdapat dua golongan sahabat, yakni sahabat kecil dan sahabat besar.
1. Masa sahabat besar
: yaitu mulai dengan masa pemerintahan khulafaur Rasyidin; yaitu Abu bakar ,
Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib yang terhitung sejak
tahun 11-40 H.
Sahabat
yang hidup di zaman ini adalah Ulama hukum yang yang pernah mendapatkan
pengajaran fiqh secara langsung dari Rosulullah SAW. maka mereka dapat di
katakan bahwa persoalan hukum yang pernah di tetapkan oleh Rosulullah SAW. dapat
di ketauhinya, apalagi sebagian dari mereka tergolong Al-Huffad penghafal (Al-Qur’an).
Akan
tetapi semuanya terbalik ketika rasulullah wafat para sahabat mengalami
kesulitan dalam menghadapi masalah hukum yang tidak ada nashnya. Maka dari sini
para sahabat mulai mengarahkan kemampuannya untuk berjihad dengan cara
mengkiaskan sesuatu masalah dengan masalah yang sudah ada nashnya.[3]
Contoh langkah hukum
yang diambil salah satu sahabat, Umar Ibn Khattab, kebiasaan minum khamar waktu
jahiliayah kambuhlagi dikalangan orang Islam dan sanksi dera 40 kali sudah
kurang efektif sebagai alat penjera. Umar memikirkan cara untuk membuat orang
jera minum khamar yang merupakan tujuan dari hukum. Dalam hal ini Umar
menetapkan sanksi minum khamar menjadi 80 kali dera, sehingga orang menjadi
bertambah takut meminum khamar. Dengan demikian, sanksi yang ditetapkan umar
berbeda dengan yang ditetapkan Nabi sebelumnya, untuk mencapai tujuan larangan,
yaitu menjerakan berbuat kejahatan.
Dalam surat al-anfal ayat 41
Allah berfirman:
(#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqt Èb$s%öàÿø9$# tPöqt s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« íÏs% ÇÍÊÈ
41.
ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan
perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa
yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari
bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Nabi
membagi harta rampasan perang menjadi dua kelompok. Pertama 1/5 untuk
pihak-pihak yang disebutkan dalam al-Qur`an, sisanya diberikan kepada
orang-orang yang ikut dalam perang yang menghasilkan harta rampasan itu.
Sedangkan
pada masa Umar, beliau berpendapat lebih banyak maslahatnya bila tanah rampasan
itu tidak dibagikan untuk pasukan, tetapi dibiarkan digarap orang yang memiliki
tanah itu, namun sebagian hasilnya dipungut untuk kepentingan umat, termasuk
untuk keperluan perang.[4]
2. Masa sahabat kecil dan tabi’in besar
: yaitu mulai pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan hingga akhir abad pertama
Ada
di antara pendapat dari kalangan ahli sejarah Hukum Islam mengatakan :
1. Sahabat kecil adalah orang-orang yang
hidup di zaman Rasulullah, tetapi tidak pernah belajar secara langsung dengan
Rasulullah.
2. Sahabat kecil adalah sahabat yang sempat
belajar bersama Rasulullah, tetapi mereka belum terkemuka di zaman Rasulullah.
Di
antara orang-orang yang telah tergolong sahabat kecil adalah :
1. Aisyah (isteri Rasulullah) Wafat tahun 57
H.
2. Abu Hurairah Wafat tahun 59 H.
3. Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib Wafat tahun 68 H.
4. Abdullah bin Umar Wafat
tahun 73 H.
5. Abdullah bin Amr bin Ash Wafat tahun 90 H.
6. Anas bin Malik Al Anshary Wafat tahun 93 H.[5]
2.3 Faktor yang mendorong perkembangan fiqih
pada masa sahabat
Keimanan
umat yang sudah tinggi dan kepatuhannya akan perintah agama, menuntut mereka
untuk slalu menghubungkan tingkah lakunya sehari-hari dengan nilai agama.
Karena itu umat memerlukan jawaban hokum dalam menghadapi setiap persoalan
dalam kehidupannya.
Ada
tiga hal pokok yang berkembang waktu itu sehubungan dengan hukum.
Pertama,
begitu banyaknya muncul kejadian baru yang membutuhkan jawaban hokum yang
secara lahiriah tidak ditemukan jawabannya dalam al-Qur`an maupun penjelasan
dari sunah Nabi.
Kedua,
timbulnya masalah-masalah secara lahir
telah diatur ketentuan hukumnya dalam al-Qur`an maupun sunah Nabi, namun
ketentuan itu dalam keadaan tertentusulit untuk diterapkan dan menghendaki
pemahaman baru agar relevan dengan perkembangan dan persoalan yang dihadapi.
Ketiga,
dalam l-Qur`an ditemukan penjelasan
terhadap suatu kejadian secara jelas dan terpisah. Bila hal tersebut berlaku
dalam kejadian tertentu, para sahabat menemukan kesulitan dalam menerapkan
dalil-dalil yang ada.[6]
Perlu digaris bawahi
masa kecermelangan ilmu fiqih, yaitu pada jangka waktu 100 tahun pertama
berkuasanya Daulat Bani Abbasyiah (750M-1258M), yang puncaknya terjadi pada
masa Khalifah Harun al-Rasyid(786M-809M), dan Khalifah al-Makmun (813M-833M).[7]
4.2
Sumber-sumber Tasyri` pada masa sahabat
Sumber
Tasyri` di masa sahabat ada tiga:
a. Al-Qur`an
b. As Sunnah
c. Ijtihad sahabat.
Apabila terjadi suatu
peristiwa para ahli fatwa merujuk kepada Kitabullah. Mereka memperhatikan nash
yang menunjuk kepada hukum yang dimaksudkan, dan memahamkan nash itu. Jika
tidak terdapat di Kitabullah, mereka beralih memperhatikan sunnaturrosul atau
Hadits. Jila mereka dapati nash di dalam hadits, merekapun segera
menjalanknnya. Jika mereka tidak mendapat pula dalam nash-nash Hadits, barulah
mereka berijtihad, yakni mempergunakan qiyas memperhatikan jiwa syari`at dan
memperhatikan kemaslahatan masyarakat ummat.
Apabila
ijtihad para sahabat itu dilakukan bersama-sama dengan mengambil keputusan
bersama, dinamailah ijma` sahabat. Di dalam masa sahabat, ayat-ayat
hukum telah dibukukan bersama-sama dengan ayat-ayat lainnya dan telah
dikembangkan ke dalam masyarakat secara resmi, sehingga mudahlah bagi umat
menghafalnya dan mempelajari nash-nashnya. Akan tetapi sumber tasyri` yang ke
dua yaitu Hadits belum dibukukan pada masa itu.
Khalifah
Umar bin Khatab, pada mulanya berkeinginan untuk membukukan Hadits. Tapi
setelah bermusyawarah dengan para sahabat, beliau membatalkan maksudnya karena
khawatir akan bercampur dengan al-qur`an.[8]
Pada
masa sahabat sumber yang digunakan dalam merumuskan fiqih adalah al-Qur`an,
penjelasan Nabi yang disebut sunah, dan Ijtihad yang terbatas pada qiyas serta
Ijma` sahabat. Bila pada masa Nabi proses penetapan fiqih disebut pembinaan
fiqih, maka pada masa sahabat disebut periode pengembangan fiqih.[9]
BAB
III
KESIMPULAN
1. Masa sahabat dimulai setelah wafatnya
Nabi Muhammad SAW, hingga tersebutlah dua golongan yakni sahabat besar dan
sahabat kecil, dari tahun 11 H (sejak Nabi wafat) sampai pertengahan abad ke
dua Hijriyah.
2. Sejarah perkembangan fiqih pada masa
sahabat dipengaruhi oleh beberapa aspek yang menjadikan sahabat merasa
terdorong untuk memberikan segala hal yang perlu dijelaskan yakni:
a) Karena tidak semua orang dapat memahami
materi atau kaidah hukum yang terdapat dalam al-Qur`an dan Hadits secara benar.
b) Belum tersebar luasnya materi atau
teori-teori hukum itu di kalangan kaum Muslimin.
c) Banyaknya peristiwa hukum baru yang
belum pernah terjadi pada masa Rosulullah.
3. Adapun sumber-sumber Tasyri` pada masa
sahabat adalah al-Qur`an, as Sunnah, dan Ijtihad sahabat.
DAFTAR
PUSTAKA
Teungku
Muhammad Hasybi. 1997. Pengantar ilmu fiqih:PT Pustaka Rizki
Putra.Semarang.
Aliaddin
Koto. 2004. Ilmu fiqih dan ushul fiqih: Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Mahjuddin,1991.Pengantar Ilmu Fiqih:PT.Garoeda
Buana Indah.
Amir Syarifuddin. 2009. Usul fiqih:
Jakarta. Kencana.
Sulaiman Rasjid.2009. Fiqih Islam.Bandung.
Sinar Baru Algensindo.
Syadzali
Musthofa, Pengantar dan Azas-azas Hukum Islam Indonesia. Solo.Ramadhani.
izin copas ya buat bahan tugas :) thanks. Barakallah
BalasHapusIzin copas , syukron🙏
BalasHapusIya
BalasHapusIya
BalasHapusHeruwati
BalasHapusBerarti aisyah termasuk orang yang tidak terkemuka dizaman rosul ya?
BalasHapusIy
Hapusizin copas kak, makasi
BalasHapus