MACAM-MACAM TES OBJEKTIF
By : Evi Muzaiyidah Bukhori
(Mahasiswi PBA UIN Maliki Malang)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tes tertulis termasuk dalam kelompok tes verbal, ialah tes yang
soal dan jawaban yang diberikan oleh siswa
berupa bahasa tulisan. Kelebihantes ini dapat mengukur kemampuan sejumlah besar
peserta didik dalam tempat yang terpisah dalam waktu yang sama.
Dalam tes tulis, peserta didik relatif memiliki kebebasan untuk
menjawab soal, sebab tidak banyak pengaruh kehadiran pribadi pendidik dalam
soal tersebut, sehingga secara psikologi peserta didik lebih bebas tidak
terikat.
Tes tulis secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
Ø Tes Subyektif (tes uraian)
Ø Tes Obyektif (tes terstruktur)
Yaitu tes tulis
yang itemnya dapat dijawab dengan memilih jawaban yang sudah tersedia, sehingga
peserta didik dapat menampilkan keseragaman data, baik bagi yang menjawab benar
maupun mereka yang menjawab salah. Kesamaan data inilah yang memungkinkan
adanya keseragaman analisis, sehingga subyektifitas pendidik rendah, sebab
unsur subyektifnya sulit berpengaruh dalam menentukan skor jawaban.[1]
Dalam makalah ini batasan yang akan kami paparkan adalah tes
objektif serta macam-macam test objektif, karena menurut anilisis penulis, tes
objektif lebih praktis dan petunjuk-petunjuknya lebih mudah dipahami serta
penilaiannyapun mudah dilakukan.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan tes objektif hasil belajar?
2.
Apa
saja macam-macam tes objektif?
3.
Apa
saja kebaikan dan kelemahan dari tes objektif?
4.
Syarat
apa sajakah yang harus dipenuhi dalam penyusunan tes objektif?
1.3
Tujuan
Masalah
1.
Memahami
apa yang dimaksud dengan tes objektif
hasil belajar
2.
Mengetahui
apa saja macam-macam tes objektif
3.
Mengetahui
apa saja kebaikan dan kelemahan dari tes objektif
4.
Mengetahui
syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam penyusunan tes objektif
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Tes Objektif
Tes berasal dari bahasa latin testum yang berarti alat untuk
mengukur tanah. Dalam bahasa Perancis kuno, kata tes berarti ukuran yang dapat
dipergunakan untuk membedakan antara emas dan perak serta logam lainnya.
Sedangkan Sumadi Suryabrata, mengartikan tes sebagai “ pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang
mendasarkan harus bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan atau
melakukan perintah-perintah itu, penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan
dengan standar atau testee lainnya”. (Sumadi Suryabrata, 1984:22)
Sedangkan tes objektif adalah suatu tes yang tersusun dimana setiap
pertanyaan tes disediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih atau tes tulis
yang itemnya dapat dijawab dengan memilih jawaban yang sudah tersedia; sehingga
peserta didik menampilkan keseragaman data, baik bagi yang menjawab benar
maupun yang menjawab salah. Kesamaan data inilah yang memungkinkan adanya
kesergaman analisis, sehingga subyektifitas pendidik rendah, sebab unsur
subyektifnya sulit berpengaruh dalam menentukan skor jawaban. Tes objektif
dibentuk seperti apapun dan dinilai oleh siapapun akan menghasilkan skor yang
sama.[2]
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil
belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat
dicakup dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan.
2.2 Kebaikan dan kelemahan tes objektif
a)
Kebaikan
tes objektif
1.
Dapat
digunakan untuk menilai pelajaran yang banyak atau scope yang luas
2.
Bagi
yang dites, menjawabnya dapat bebas dab terpimpin (jawaban tersedia)
3.
Dapat
dinilai secara objektif
4.
Memaksa
siswa untuk belajar baik-baik karena sukar untuk berbuat spekulasi terhadap
bagian mana dari seluruh pelajaran yang harus dipelajari.[3]
5.
Pemberian nilai dan cara menilai
test objektif lebih cepat dan mudah karena tidak menuntut keahlian khusus dari
si pemberi nilai.[4]
6.
Objekti test tidak memperdulikan
penguasaan bahasa, sehingga mudah dilaksanakan.
b)
Kelemahan
tes objektif
1.
Kurang
memberi kesempatan untuk menyatakan isi hati kecakapan.
2.
Memungkinkan
adanya kesempatan coba-coba dalam menjawab.
3.
Menyusun
tes tidak mudah, memerlukan ketelitian dan waktu yang agak lama.
4.
Kurang
ekonomis karena memakan biaya dan kertas yang banyak dibanding tes essay.[5]
2.3
Syarat-syarat menyusun tes objektif
a)
Syarat-syarat
umum
1.
Ada
petunjuk mengerjakan
2.
Petunjuk
mengerjakan diusahakan tidak terlalu panjang, yang penting jelas
3.
Hindarkan
dari pertanyaan yang memiliki lebih dari satu pengertian
4.
Gramatika
atau bahasanya baik
5.
Jangan
menyusun item langsung menjiplak dari buku karena siswa akan cenderung
menghafal jawabannya
6.
Jangan
sampai ada item yang mempermudah tapi menyulitkan yang lain
7.
Urutan-urutan
jawaban yang benar salah janganlah menurut suatu pola (B,B,S,S)
8.
Janganlah
item yang satu bergantung pada item yang lain atau item terdahulu
b)
Syarat-syarat
khusus
Syarat-syarat khusus akan dibahas dalam pembagian atau macam-macam
tes
objektif secara keseluruhan
2.4 Macam-macam Tes Objektif
1.
Completion test (tes melengkapi)
Tes completion adalah merupakan salah satu bentuk tes jawaban
bebas, dimana butir-butir soalnya berupa satu kalimat dimana bagian-bagian
tertentu yang dianggaap penting dikosongkan. Kepada testee diminta untuk
mengisi bagian-bagian yang ditiadakan. (Stanley, and Kenneth, 1978: 221)
Adapun beberapa petunjuk penyusunannya adalah sebagai berikut[6]:
a.
Hindarkan
dari pernyataan yang tidak jelas
b.
Jangan
menghilangkan kata-kata kunci terlalu banyak
c.
Hilangkan
kata-kata yang mengandung arti penting
d.
Hindarkan
dari munculnya indikator jawaban yang bisa dibaca
e.
Jawaban
terdiri dari satu kata
f.
Jangan
membuang kata terdepan dari suatu kalimat
g.
Besar
kolom yang dikosongkan sama
h.
Disediakan
kolom jawaban untuk mempermudah skoring
i.
Sediakan
kunci tentang semua kemungkinan jawaban
j.
Meskipun
dalam satu kalimat ada lebih dari satu isian hendaknya skoring tetap
berdasarkan jumlah isian
Kelebihan Completion test
yaitu :
·
Sangat mudah dalam
penyusunannya.
·
Lebih menghemat tempat
( menghemat kertas ).
·
Persyaratan
komprehensif dapat dipenuhi oleh test model ini.
·
Digunakan untuk
mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar mengungkap taraf
pengenalan atau hafalan saja.
Kelemahan Completion test yaitu :
·
Lebih cenderung
mengungkap daya ingat atau aspek hafalan saja.
·
Butir- butir item dari test
model ini kurang relevan untuk diajukan.
·
Seringkali tester
kurang berhati-hati dalam menyusun kalimat dalam soal.[7]
CONTOH:
محمد يذهب {..............} المدرسة
{.............} فاطمة من الجامعة
يصلي أحمد في {................}
2.
Fill in (mengisi titik dalam kalimat yang dikosongkan)
Tes
isian terdiri dari kalimat yang dihilangkan (diberi titik-titik). Bagian yang
dihilangkan ini yang diisi oleh peserta tes merupakan pengertian yang diminta
agar pernyataan yang dibuat menjadi pernyataan yang benar.bahasa dalam fill in
hendaknya jelas, yang dihilangkan tidak hanya satu kata, jawaban merupakan
kata-kata pendek, dan jumlah jawaban harus tertentu.[8]
3.
True-false (benar-salah)
Soal-soalnya
berupa pernyataan-pernyataan (stetement). Stetement tersebut ada yang benar dan
ada yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing
pernyataan itu dengan melingkari huruf B jika pernyataan itu betul
menurut pendapatnya dan melingkari huruf Sjika pernyataannya salah.
Bentuk benar salah ada 2 macam yaitu:
1)
Dengan
pembetulan (with correction): siswa diminta membetulkan bila ia memilih jawaban
salah
2)
Tanpa
pembetulan (without correction): siswa hanya diminta untuk melingkari jawaban B
atau S
Petunjuk
penyusunan tes benar – salah adalah sebagai berikut:
Ø Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan
maksud untuk memprmudah mengerjakan dan menilai (scoring).
Ø Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama
dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola
jawaban tidak bersifat teratur misalnya: B-S-B-S-B-S atau
SS-BB-SS-BB-SS.
Ø Hindari item yang masih bisa diperdebatkan.
Contoh: B-S. Kekayaan lebih penting dari pada kepandaian.
Ø Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.[9]
Ø Hindarkan penggunaan kalimat yang sekedar bertujuan untuk menjebak
peserta didik.
Ø Hindarkan penggunaan kalimat, atau ilustrasi yang tidak dikenal
oleh peserta didik.
Ø Hindarkan penggunaan kalimat yang memiliki arti ganda.
Ø Hindarkan penggunaan kalimat yang panjang dengan struktur yang
rumit, sebab hal ini akan menimbulkan kecenderungan kepada peserta didik untuk
menganggap benar.
Ø Gunakanlah kalimat yang sikat tetapi padat isi.[10]
· Kelebihan Tes
Benar Salah
- Dapat
mencakup bahan yang luas dan tidak memakan tempat yang banyak
- Mudah
dalam penyusunannya
- Petunjuk
mengerjakannya mudah dimengerti
- Dapat
digunakan berkali-kali
- Objektif
· Kelemahan Tes Benar Salah
- Mudah
ditebak
- Banyak
masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan kemungkinan benar atau
salah
- Hanya
dapat mengungkapkan daya ingat dan pengenalan kembali
CONTOH TES
BENAR-SALAH
1)
Penyakit malaria dijangkitkan oleh
nyamuk Anopheles
(B - S)
2)
Nahwu adalah ilmu yang membahas kata
sebelum masuk pada kalimat (B - S)
4.
Multiple choice (pilihan ganda)
Pengertian
bentuk tes tersebut adalah “ tes pilihan ganda merupakan tes obyektif dimana
masing-masing item disediakan lebih dari dua kemungkinan jawaban, dan hanya satu
dari pilihan-pilihan tersebut yang benar atau yang paling benar. (Noeng
Muhajir, 1981:81).
Adapun
petunjuk umum untuk menyusun tes yang
berbentuk multiple choice ini adalah sebagai berikut:
Ø Hendaknya antara pernyataan dalam soal dengan alternatif jawaban
terdapat kesesuaian.
Ø Kalimat pada tiap-tiap butir soal hendaknya dapat disusun dengan
singkat dan jelas.
Ø Soal hendaknya disusun menggunakan bahasa yang mudah difahami.
Ø Alternatif jawaban hendaknya disusun dalam kalimat yang panjang
pendeknya relatif sama, sehingga tidak menimbulkan dugaan bahwa kalimat yang
panjang adalah jawaban yang benar.
Ø Gunakan perintah “ manakah alternatif jawaban yang paling baik”;
atau “ pilihlah jawaban yang lebih baik dari yang lain ” , apabila lebih dari
satu jawaban yang benar.
Ø Jangan menggunakan alternatif jawaban yang tumpang tindih, maupun
menggunakan kata-kata sinonim.
Ø Setiap butur pertanyaan hendaknya hanya mengandung satu masalah,
meskipun masalah itu agak kompleks.[11]
Ø Hindarkan pengulangan suara atau pengulangan kata pada kalimat
pokok dialternatif-alternatifnya, karena anak akan cenderung memilih alternatif
yang mengandung pengulangan tersebut. Hal ini disebabkan karena dapat diduga
itulah jawaban yang benar.
KEBAIKAN MULTIPLE CHOICE
1) Materi yang
diujikan dapat mencakup sebagian besar materi yang diajarkan
2) Jawaban
siswa dapat dikoreksi dengan mudah dan cepat menggunakan kunci jawaban
3) Jawaban
sudah pasti benar atau salah sehingga penilaian bisa objektif
KELEMAHAN MULTIPLE CHOICE
1) Kemungkinan
untuk melakukan tebakan masih cukup besar
2) Proses
berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata
CONTOH:
يدرس أحمد اللغة العربية. أين
الفاعل في هذه الجملة ؟
أ.
اللغة
ب.
يدرس
ج.
أحمد
د.
العربية
Cara
penulisan seperti diatas adalah lebih baik daripada pilihan jawaban disusun ke
samping.[12]
5.
Matching (menjodohkan)
Matching
test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan, mencocokan, memasangkan
atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri
jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawabnya yang tercantum dalam seri
jawaban. Tugas murid adalah: mencari dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga
sesuai atau cocok dengan pertanyaannya.
Contoh:
“
pasangkanlah pertanyaan yang ada pada lajur kiri dengan yang ada pada lajur
kanan dengan cara menempatkan huruf yang terdapat di muka pernyataan lajur kiri
pada titik-titik yang disediakan pada lajur kanan”.
a)
Transmigrasi
........... 1. Masuknya
penduduk dari negara lain
b)
Imigrasi
................... 2. Pindahnya
penduduk ke negara lain
c)
Emigrasi
.................. 3.
Pindahnya penduduk dari desa ke kota
Petunjuk-petunjuk
yang perlu diperhatikan dalam menyusun bentuk matching adalah:
Ø Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya tidak
lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-pertanyaan yang pendek itu
akan membingungkan murid. Juga kemungkinan akan mengurangi homogenitas antara
item-item itu. Jika itemnya cukup banyak, lebih baik dijadikan dua seri.
Ø Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak dari pada
jumlah soalnya (kurang lebih 1 ½ kali). Dengan demikian murid dihadapkan kepada
banyak pilihan, yang semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid
terpaksa lebih mempergunakan fikirannya.
Ø Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching testharus
merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.[13]
Ø Statemen yang menjadi soal, diletakkan di sebelah kiri dengan
diberi nomor, sedangkan jawaban diletakkan di sebelah kanan dengan menggunakan
abjad.
Ø Dalam membuat petunjuk, jelaskan dasar yang digunakan untuk
menjodohkan. Dalam soal menjodohkan yang bersifat sederhana, dasar menjodohkan
mungkin sudah jelas.
Ø Jangan penjodohan sempurna satu lawan satu. Satu jawaban mungkin
dapat dijodohkan dengan lebih satu statemen. Adakalanya baik memasukkan jawaban
yang tidak ada pasangannya.
Adapun
kebaikan dan kelemahan matching test adalah sebagai berikut[14]:
KEBAIKAN
MATCHING TEST
1)
Penilaian
dapat dilakukan dengan cepat dan objektif
2)
Tepat
digunakan untuk mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi antara dua hal
yang saling berhubungan
3)
Dapat
mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang lebih luas
KELEMAHAN
MATCHING TEST
1)
Hanya
dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta dan hafalan
2)
Sukar
untuk menentukan materi atau pokok bahasan yang mengukur hal-hal yang saling
berhubungan
6.
Short answer test (tes jawaban singkat)
Bentuk
soal jaawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk
kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai banar
atau salah. Ada dua bentuk soal jawaban singkat yaitu bentuk pertanyaan
langsung dan bentuk pertanyaan tidak lengkap.
Beberapa
petunjuk khusus dalam penyusunan tes ini antara lain dijelaskan oleh Stanley,
sebagai berikut:
a.
Menggunakan
kalimat tanya
b.
Pertanyaan
disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang muncul dapat disampaikan
sesingkat mungkin, kalau perlu hanya dijawab dengan satu kata
c.
Disediakan
kolom jawaban kalau memang lembar jawaban ingin dijadikan satu dengan lembar
soal
d.
Hindarkan
susunan kalimat yang sama dalam buku teks
e.
Hanya
ada satu kemungkinan jawaban yang benar. (Stanley, and Kanneth 1978:220-221)
KEBAIKAN TES
JAWABAN SINGKAT:
1)
Menyusun
soal relatif mudah
2)
Kecil
kemungkinan siswa menjawan dengan menebak
3)
Menuntut
siswa untuk dapat menjawab dengan singkat dan tepat
4)
Hasil
penelitian cukup objektif
KELEMAHAN TES
JAWABAN SINGKAT:
1)
Kurang
dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi
2)
Memerlukan
waktu agak lama dalam penilaian meski tidak selama tes essay
3)
Menyulitkan
pemeriksaan apabila jawaban siswa membingungkan pemeriksa.[15]
Contoh
dari tes ini sebagai berikut:
1)
Khalifah
yang memprakarsai untuk menulis hadits adalah.............
2)
Sahabat
yang paling banyak meriwayatkan hadits adalah..............
3)
Khalifatur
rasul kedua adalah...................
7.
Rearrangement exercise (latihan menyusun kembali)
Rearrangement
exercise adalah bentuk tes berupa rangkaian kalimat utuh dan benar, kemudian
diceraikan secara tidak beraturan, sehingga bentuk aslinya sulit dikenali,
peserta didik diminta menyusun kembali sesuai dengan urutan yang benar.
Tes bentuk
inidapat mengukur kemampuan logik atau logical squence peserta didik. Bentuk
tes ini banyak digunakan untuk mata pelajaran bahasa. Kesulitannya adalah dalam
menentukan topik bahasan yang memiliki homogenitas yang cukup baik.
Contoh
soal rearrangement exercise:
محمد ـــــــــ إلى ـــــــــ
يذهب ـــــــــ المدرسة
السوق ـــــــ يبيع ــــــــ
في ـــــــ البائع ـــــــ البيضاء
خرج
ـــــــ الإدارة ـــــــ المدرسين ـــــــ من
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1)
Tes objektif
adalah suatu tes yang tersusun dimana setiap pertanyaan tes disediakan
alternatif jawaban yang dapat dipilih atau tes tulis yang itemnya dapat dijawab
dengan memilih jawaban yang sudah tersedia
2)
Kebaikan
tes objektif
a.
Dapat
digunakan untuk menilai pelajaran yang banyak atau scope yang luas
b.
Bagi
yang dites, menjawabnya dapat bebas dab terpimpin (jawaban tersedia)
c.
Dapat
dinilai secara objektif
d.
Memaksa
siswa untuk belajar baik-baik karena sukar untuk berbuat spekulasi terhadap
bagian mana dari seluruh pelajaran yang harus dipelajari
3)
Kelemahan
tes objektif
a.
Kurang
memberi kesempatan untuk menyatakan isi hati kecakapan
b.
Memungkinkan
adanya kesempatan coba-coba dalam menjawab
c.
Menyusun
tes tidak mudah, memerlukan ketelitian dan waktu yang agak lama
d.
Kurang
ekonomis karena memakan biaya dan kertas yang banyak dibanding tes essay
4)
Macam-macam
tes objektif adalah sebagai berikut:
a.
Completion
test
b.
Fill
in
c.
True-false
d.
Multiple
choice
e.
Matching
test
f.
Short
Answer test
g.
Rearrangement
test
5)
Setiap
sesuatu pasti memiliki kebaikan dan kelemahan, begitu juga dengan semua macam
tes objektif ini masing-masing memiliki kebaikan dan kelemahan. Masing-masing
tes juga memiliki cara penyusunan yang berbeda-beda tergantung cara
penilaiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 1989. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara
Hamalik,
Oemar. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. Bandung: Mandar
maju
Nurkancana,
Wayan. Sumartana. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Purwanto,
Ngalim. 2002. Prinsip-prinsip dan teknik Evaluasi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Sudjana,
Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Thoha,
Chabib. 1991. Teknik Evaluasi Penilaian. Jakarta: Rajawali
[1]M. Chabib Thoha. Teknik Evaluasi Pendidikan.
Jakarta. Rajawali pers. 1991 hal: 54-55
[2]Ibid. Hal: 55
[3]Ngalim Purwanto. Prinsip-prinsip dan Teknik
Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.2002. hal: 39
[5]ibid. Hal:39
[6]Chabib Thoha. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
rajawali. 1991.hal: 67-68
[8]Ibid. Hal: 40
[9]Suharsimi Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta. Bina Aksara. 1989 hal: 166
[10]M. Chabib Thoha. Teknik Evaluasi Pendidikan.
Jakarta. Rajawali pers. 1991 hal: 70
[11]Ibid. hal: 72-73
[12]Suhaimi Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bina Aksara. 1989. Hal: 169
[13]Suharsimi Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. 1989 hal: 172-173
[14]Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006. Hal:47
[15] Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006. Hal:44-45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar