FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
By: Evi Muzaiyidah Bukhori
(Mahasiswi PBA UIN Maliki Malang)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan tuntutan zaman dan
kemajuan sains dan teknologi, maka seorang siswa dituntut untuk bisa
mengimbanginya. Untuk itu, salah satu cara yang harus dilakukan adalah
melakukan suatu kegiatan yang disebut belajar. Berhasil tidaknya proses belajar
tersebut dipengaruhi oleh banyak factor, baik yang berasal dari siswa itu
sendiri maupun dari sarana-sarana yang menunjang dalam proses belajar misalnya:
penyampaian pendidik dalam menyampaikan materi, dukungan keluarga dan masih
banyak lagi.
Sebagai calon pendidik tentunya sangat lazim untuk
mengetahui faktor pendukung kegiatan belajar ini sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara bimbingan dan konseling serta
pemberian bahan pelajaran yang berstruktur dan berkualitas.
Belajar merupakan suatu
proses yang kompleks. Oleh karena itu kesuksesan belajar tergantung pada banyak
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan belajar pada garis besarnya
dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yatu faktor-faktor eksternal dan
faktor-faktor internal.
1.2.Rumusan Masalah
a. Aspek apa sajakah yang termasuk dalam
faktor internal belajar siswa?
b. Aspek apa sajakah yang termasuk dalam
faktor eksternal belajar siswa?
c. Sejauh manakah pengaruh faktor pendekatan dalam proses belajar siswa?
1.3.Tujuan
a. Mengetahui Aspek apa saja yang termasuk
dalam faktor internal belajar siswa
b. Memahami Aspek apa saja yang termasuk
dalam faktor eksternal belajar siswa
c. Mengetahui Sejauh mana pengaruh faktor pendekatan dalam proses belajar siswa
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor-faktor Internal Belajar
Faktor-faktor
internal. Yaitu semua faktor yang bersumber dari dalam diri anak atau siswa.
Secara garis besar, faktor-faktor internal meliputi faktor-faktor fisik
(jasmaniah) dan faktor-faktor psikis (mental).
(1) Faktor-faktor fisik
(jasmaniah). Faktor ini berkaitan dengan kesehatan badan kesempurnaannya, yaitu
tidak mengalami cacat atau kekurangan, yang dapat menghambat dalam meraih
sukses. [1]
Ø Kesehatan badan.
Dalam kegiatan belajar, jika peserta didik mengalami gangguan kesehatan maka ia
tidak dapat belajar dengan maksimal dan optimal. Seperti pada saat peserta
didik menjalani ujian dalam kondisi tidak sehat akan berbeda kondisi dan hasil
belajarnya dengan peserta didik yang menjalani ujian dalam kondisi kesehatan
yang prima. Oleh karena itu peserta didik sangat diharapkan untuk selalu
menjaga kesehatan agar tetap sehat.[2]
Ø Kesempurnaan badan.
Peserta didik yang mengalami cacat tubuh juga mempengaruhi proses dan hasil
belajarnya. Cacat-cacat walaupun kecil sering menjadi hambatan. Bayangkan,
hanya kehilangan ibu jari, kesulitan-kesulitan akan menjadi banyak yang
dihadapi. Memang banyak anak atau orang yang mengalami cacat serius tetapi
dapatmencapai sukses yang gemilang. Kecacatannya meimbulkan kompensasi untuk
memiliki keunggulan di bidang tertentu. Tetapi anak seperti itu mungkin sekali
akan mencapai prestasi yang lebih jauh, seandainya ia tidak mengalami cacat
seperti itu. Jadi bagaimanapun, kesempurnaan fisik yang dianugerahi oleh Tuhan
sangat berpengaruh dalam mencapai sukses belajar.
(2) Faktor-faktor
psikis (mental). Banyak faktor-faktor mental yang sangat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas perolehan belaja siswa. Yang perlu kita bahas adalah
motivasi, intelegensi, sikap, minat, dan bakat siswa.[3]
Ø
Motivasi
Siswa. Motivasi sebagai segala sesuatu yang
menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku ada dua macam: Motivasi
Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik. Motivasi intrinsik ialah motivasi
yang timbul dari dalam diri seseorang atau motivasi yang erat hubungannya
dengan tujuan belajar. Misalnya: ingin memperoleh pengetahuan, ingin memahami
suatu konsep, ingin memperoleh kemampuan, dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik
ialah motivasi yang menyertai tindakan belajar dan akan dicapai tujuan tertentu
yang tidak langsung berkaitan dengan kegiatan belajar tersebut. Misalnya
belajar karena ingin lulus, ingin memperoleh nilai tinggi. Motivasi sangat
berperan dalam belajar. Dengan motivasi inilah siswa menjadi tekun dalam proses
belajar, dan dapat mewujudkan kwalitas hasil belajar. Diantara fungsi motivasi yaitu:
a. Pendorong orang untuk berbuat dalam
mencapai tujuan.
b. Penentu arah perbuatan yakni kea rah
tujuan yang hendak dicapai.
c. Penyeleksi perbuatan sehingga perbuatan
orang yang mempunyai motivasi senantiasa selektif dan tetap terarah kepada
tujuan yang ingin dicapai.[4]
Ø
Intelegensi
Siswa.
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk
mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang
tepat (Reber,1988). Jadi intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak
saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi memang
harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia
lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak
merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau
intelegensi (IQ) siswa tidak dapat diragukan lagi, sangat menentukan
keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi
seorng siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin
rendah kemampuan intelegensi
seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses.[5]
Sebagai faktor psikologis yang penting dalam
mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan
perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru professional, sehingga mereka
dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat
diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui
konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik
berada pada tinkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata-rata,
atau mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang
merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kemampuan belajar
seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu
mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.[6]
Ø
Sikap
siswa. Sikap
adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif
tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun
negatif.[7]
Untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatife
dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang peofesional dan
bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,
seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha
mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus
kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik
dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan
tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari
bermanfaat bagi diri siswa.[8]
Ø
Minat
siswa. Secara
sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginanyang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003),
minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungan
terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian,
keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya
dengan kecerdasan dan motivasi, karena member pengaruh terhadap aktivitas belajar.
Jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia tidak akan bersemangat
atau bahkan tidak mau belajar.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut,
banyak cara yang bias digunakan. Pertama, dengan membuat materi yang
akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku
materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang
dipelajari, melibatkan seluruh domain siswa (kognitif, efektif, psikomotorik) sehingga
siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua,
pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini alangkah baiknya jika
jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.[9]
Ø
Bakat
siswa. Secara umum
bakat (uptitude) merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseoang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Sebetulnya
setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi
sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing dan merupakan
salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar. Apabila bakat
seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan
mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala
informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya.
Karena
belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki setiap individu, maka para
pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang
dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, yaitu dengan mendukung, ikut
mengembangkan dan tidakmemaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakatnya.[10]
2.2 Faktor-faktor Eksternal
Faktor-faktor
eksternal adalah faktor-faktor yang ada atau berasal dari luar si pelajar.
Sifat faktor-faktor ini ada yang sosial, yaitu berkaitan dengan manusia,
misalnya perilaku guru atau tekanan di rumah tangganya. Dan ada yang
non-sosial, seperti alat atau media pendidikan dan sebagainya. Secara
keseluruhan faktor-faktor eksternal adalah sebagai berikut:
(1) Bahan pelajaran.
Bahan pelajaran mempengaruhi hasil belajar yang dicapai, Karena bahan itu ada
yang luas di samping yang sempit, ada yang kompleks di samping yang sederhana,
ada yang sulit di samping yang mudah, ada yang abstrak di samping yang konkrit,
ada yang belum mengandung aspek yang telah diketahui di samping yang mengandung
aspek yang belum diketahui dan sebagainya. Oleh karena itu dalam penyajiannya
dilakukan dengan cara berangsur-angsur dan berurut, dari yang sederhana menuju
yang kompleks, dari yang mudah menuju yang sulit, dari yang konkrit menuju yang
abstrak, dari yang telah diketahui menuju yang belum diketahui, dari yang
bersifat umum menuju yang bersifat khusus dan seterusnya.
(2) Metode mengajar.
Yaitu cara yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya
atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Mungkin metide yang
digunakan dirasa sulit oleh siswa, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak
optimal. Tetapi mungkin pula metode yang digunakan oleh guru cukup dirasakan
mudah dalam penerimaan dan pengelolaan bahan itu. Sehingga guru yang terampil
dan berpengalaman akan memilih strategi belajar mengajar yang dipandang paling
tepat, sesuai dengan kondisi bahan pelajaran dan kondisi-kondisi yang lain.
(3) Media pendidikan.
Media pendidikan lazim disebut sebagai alat-alat belajar atau alat-alat
mengajar, jika ditinjau dari pihak guru. Metode yang tepat untuk bahan
pelajaran tertentu dapat lebih efektif jika disertai dengan media pendidikan
yang tepat pula. Pada dasarnya sesuai dengan perkembangan siswa sebagai anak,
pengajaran lebih mengutamakan sifat konkrit, sehingga alat-alat mengajar pun
dimulai pemilihannya dari sifat itu. Pendidikan yang disertai media yang tepat,
selain memudahkan siswa dalam mengalami, mengerti dan melakukan, juga
menimbulkan motivasi yang lebih kuat ketimbang semata-mata dengan kata-kata
abstrak.
(4) Situasi lingkungan. Situasi lingkungan amat berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar, baik lingkungan dalam kelas sendiri, maupun lingkungan di
luar kelas. Faktor-faktor lingkungan ini dapat berupa kondisi kesehatan ataupun
kebisingan. Ruang kelas yang kotor, berdebu dan kurang ventilasi dapat
mengganggu kesehatan, terutama pernafasan sehingga prosses belajar mengajar
dapat mengalmi gangguan. Demikian pula situasi dalam kelas yang bising, ribut,
tidak memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang diinginkan. Oleh karena itu
guru harus berusaha agar ketenangan kelas dan kesehatan lingkungan kelas dapat
dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Situasi
lingkungan di luar kelas pun harus sehat dan tenang, kebersihan halaman dan
keindahan sekitar, serta ketertiban yang telah terbentuk, yang memungkinkan
setiap orang atau siswa menyadari
perlunya ketenangan selama proses belajar mengajar berlangsung.[11]
2.3 Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar
dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam
menunjang keefektifan dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu.
Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa
sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.
Di samping factor-faktor internal dan eksternal sisiwa sebagaimana yang telah
dipaparkan di atas, factor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf
keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa
mengaplikasikan pendekatan belajar deep misalnya, mungkin sekali
berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang
menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive.
Terdapat tiga ragam dalam pendekatan belajar yaitu: pendekatan hokum jost,
pendekatan Ballar & Clanchy, dan pendekatan Biggs.
a. Pendekatan hukum jost
Menurut
Reber (1988), salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’s Law ) adalah siswa yang lebih sering mempraktikkan
materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang
berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Selanjutnya, berdasarkan
asumsi Hukum Jost itu maka belajar engan kiat 5 x 3 adalh lebih baik daripada 3
x 5 walaupun hasil perkaliannya sama. Maksudnya, mempelajari sebuah materi
mempelajari materi tersebut dengan alokasi waktu 5 jam sehari tetapi hanya
selam 3 hari. Perumpamaan pendekatan belajar dengan cara mencicil seperti
contoh di atas hingga kini masih dipandang cukup berhasil guna terutama untuk
materi-materi yang bersifat hafalan.
b. Pendekatan Ballard & Clanchy
Menurut Ballard & Chlancy,
pendekatan belajar siswa pada umumnya di
pengaruhi oleh sikap terhaadap ilmu pengetahuan (attitude to know ledge). Ada dua
macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu: 1) sikap melestarikan apa
yang sudah ada dan 2) sikap memperluas.
Siswa yang bersikap
conserving pada umumnya menggunakan pendekatan belajar “ reproduktif ”
(bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi). Sedangkan siswa yang
bersikap extending, biasanya menggunakan pendekatan belajar “analitis”
(berdasarkan pemilihan dan interpretasi fakta dan informasi). Bahkan diantara
mereka yang bersifat extending cukup banyak yang menggunakan pendekatan belajar
yang lebih ideal yaitu pendekatan spekulatif (berdasarkan pemikiran mendalam),
yang bukan saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga mengenbangkannya.
c.
Pendekatan Biggs
Menurut hasil penelitian biggs (1991),
pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk dasar:
1.
Pendekatan surface (permukaan
atau bersifat lahiriah)
2.
Pendekatan deep (mendalam)
3.
Pendekatan achieving (pencapaian
prestasi tinggi)
Siswa
yang menggunakan pendekatan surface misalnya, mau belajar karenq dorongan dari
luar antara lain takut tidak lulus yang mengakibatkan dia malu. Oleh karena
itu, gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang
mendalam.
Sebaliknya,
siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena memang dia
tertarik dan merasa membutuhkannya. Oleh karena itu, gay belajarnya serius dan
berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara
mengaplikasikannya. Bagi siswa ini lulus dengan nilai baik adalah penting,
tetapi yang lebih penting adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan
bermanfaat bagi kehidupannya.
Sementara
itu, siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh
motif extrinsic yang berciri khusus yang disebut “ego-enhancement” yaitu ambisi
pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara
meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius
daripada siswa yang menggunakan pendekatan-pendekatan lainnya. Dia memiliki
keterampilan belajar (study skills) dalam arti sangat cerdik dan efisien dalam
mengatur waktu, ruang kerja, dan penelaahan isi silabus. Baginya, berkompetisi
dengan teman-teman dalam meraih nilai tertinggi adalah penting, sehingga ia
sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana maju ke depan.[12]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
a. faktor internal adalah faktor yang
berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi aspek fisiologis (yang bersifat
jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah). Aspek fisiologis meliputi
keadaan mata dan telinga sedangkan aspek psikologis meliputi inteligensi siswa.
b. faktor eksternal terdiri dari faktor
lingkungan sosial dan non-sosial, yaitu bahan pelajaran, metode
mangajar,mediapendidikan, dan situasi lingkungan. seperti para guru dan teman
sekelasnya, rumah, gedung sekolah, dan sebagainya.
c. faktor pendekatan belajar sangat
mempengaruhi hasil belajar siswa, sehingga semakin mendalam cara belajar siswa
maka semakin baik hasilnya. Ragam pendekatan belajar terdiri atas: 1)
pendekatan Hukum Jost; 2) pendekatan Ballard & Clanchy; 3) pendekatan
Biggs.
3.2 Saran
Alangkah baiknya bagi seorang pendidik mengetahui sejauh
mana penting nya faktor faktor yang
mempengaruhi proses belajar mengajar, sehingga proses transformasi ilmu
dari pendidik ke peserta didik berjalan dengan maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Thonthowi, Ahmad. 1989. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Hadis, Abdul. 2006. Psikologi dalam
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Syah,
Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sabri, M. Alisuf. 1995. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya.
Wahyuni, Esa Nur. 2007. Teori
Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media Group.
[3] Muhibbin
Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Halm. 131
[4] Drs.
H. M. Alisuf Sabri. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Pedoman
Ilmu Jaya. Halm. 85-86
[5]Muhibbin
Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Halm. 131
[6] Esa
Nur Wahyuni, M. Pd. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogjakarta: Ar-ruzz Media Group. Halm. 20-22
[7] Muhibbin
Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Halm. 132
[8]Esa
Nur Wahyuni, M. Pd. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogjakarta: Ar-ruzz Media Group. Halm.
25
[9]Ibid.
Halm. 24
[12] Muhibbin
Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Halm.125-127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar