Menulislah sesuai kemampuanmu

Selasa, 24 Maret 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR

By: Evi Muzaiyidah Bukhori
(Mahasiswi PBA UIN Maliki Malang)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan tuntutan zaman dan kemajuan sains dan teknologi, maka seorang siswa dituntut untuk bisa mengimbanginya. Untuk itu, salah satu cara yang harus dilakukan adalah melakukan suatu kegiatan yang disebut belajar. Berhasil tidaknya proses belajar tersebut dipengaruhi oleh banyak factor, baik yang berasal dari siswa itu sendiri maupun dari sarana-sarana yang menunjang dalam proses belajar misalnya: penyampaian pendidik dalam menyampaikan materi, dukungan keluarga dan masih banyak lagi.
Sebagai calon pendidik tentunya sangat lazim untuk mengetahui faktor pendukung kegiatan belajar ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara bimbingan dan konseling serta pemberian bahan pelajaran yang berstruktur dan berkualitas.

Belajar merupakan suatu proses yang kompleks. Oleh karena itu kesuksesan belajar tergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan belajar pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yatu faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor internal.

1.2.Rumusan Masalah
a.       Aspek apa sajakah yang termasuk dalam faktor internal belajar siswa?
b.      Aspek apa sajakah yang termasuk dalam faktor eksternal belajar siswa?
c.       Sejauh manakah pengaruh  faktor pendekatan dalam proses belajar siswa?

1.3.Tujuan
a.       Mengetahui Aspek apa saja yang termasuk dalam faktor internal belajar siswa
b.      Memahami Aspek apa saja yang termasuk dalam faktor eksternal belajar siswa
c.       Mengetahui Sejauh mana pengaruh  faktor pendekatan dalam proses belajar siswa

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Faktor-faktor Internal Belajar
Faktor-faktor internal. Yaitu semua faktor yang bersumber dari dalam diri anak atau siswa. Secara garis besar, faktor-faktor internal meliputi faktor-faktor fisik (jasmaniah) dan faktor-faktor psikis (mental).
(1)   Faktor-faktor fisik (jasmaniah). Faktor ini berkaitan dengan kesehatan badan kesempurnaannya, yaitu tidak mengalami cacat atau kekurangan, yang dapat menghambat dalam meraih sukses. [1]
Ø  Kesehatan badan. Dalam kegiatan belajar, jika peserta didik mengalami gangguan kesehatan maka ia tidak dapat belajar dengan maksimal dan optimal. Seperti pada saat peserta didik menjalani ujian dalam kondisi tidak sehat akan berbeda kondisi dan hasil belajarnya dengan peserta didik yang menjalani ujian dalam kondisi kesehatan yang prima. Oleh karena itu peserta didik sangat diharapkan untuk selalu menjaga kesehatan agar tetap sehat.[2]
Ø  Kesempurnaan badan. Peserta didik yang mengalami cacat tubuh juga mempengaruhi proses dan hasil belajarnya. Cacat-cacat walaupun kecil sering menjadi hambatan. Bayangkan, hanya kehilangan ibu jari, kesulitan-kesulitan akan menjadi banyak yang dihadapi. Memang banyak anak atau orang yang mengalami cacat serius tetapi dapatmencapai sukses yang gemilang. Kecacatannya meimbulkan kompensasi untuk memiliki keunggulan di bidang tertentu. Tetapi anak seperti itu mungkin sekali akan mencapai prestasi yang lebih jauh, seandainya ia tidak mengalami cacat seperti itu. Jadi bagaimanapun, kesempurnaan fisik yang dianugerahi oleh Tuhan sangat berpengaruh dalam mencapai sukses belajar.
(2)    Faktor-faktor psikis (mental). Banyak faktor-faktor mental yang sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belaja siswa. Yang perlu kita bahas adalah motivasi, intelegensi, sikap, minat, dan bakat siswa.[3]
Ø  Motivasi Siswa. Motivasi sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku ada dua macam: Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik. Motivasi intrinsik ialah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang atau motivasi yang erat hubungannya dengan tujuan belajar. Misalnya: ingin memperoleh pengetahuan, ingin memahami suatu konsep, ingin memperoleh kemampuan, dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik ialah motivasi yang menyertai tindakan belajar dan akan dicapai tujuan tertentu yang tidak langsung berkaitan dengan kegiatan belajar tersebut. Misalnya belajar karena ingin lulus, ingin memperoleh nilai tinggi. Motivasi sangat berperan dalam belajar. Dengan motivasi inilah siswa menjadi tekun dalam proses belajar, dan dapat mewujudkan kwalitas hasil belajar. Diantara fungsi motivasi yaitu:
a.       Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.
b.      Penentu arah perbuatan yakni kea rah tujuan yang hendak dicapai.
c.       Penyeleksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi senantiasa selektif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.[4]
Ø  Intelegensi Siswa. Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber,1988). Jadi intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tidak dapat diragukan lagi, sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorng siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses.[5]
Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tinkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata-rata, atau mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.[6]
Ø  Sikap siswa. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.[7]
Untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatife dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang peofesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.[8]

Ø  Minat siswa. Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginanyang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungan terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena member pengaruh terhadap aktivitas belajar. Jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia tidak akan bersemangat atau bahkan tidak mau belajar.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bias digunakan. Pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain siswa (kognitif, efektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.[9]
Ø  Bakat siswa. Secara umum bakat (uptitude) merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseoang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing dan merupakan salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya.  
Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki setiap individu, maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, yaitu dengan mendukung, ikut mengembangkan dan tidakmemaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.[10]
2.2  Faktor-faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal adalah faktor-faktor yang ada atau berasal dari luar si pelajar. Sifat faktor-faktor ini ada yang sosial, yaitu berkaitan dengan manusia, misalnya perilaku guru atau tekanan di rumah tangganya. Dan ada yang non-sosial, seperti alat atau media pendidikan dan sebagainya. Secara keseluruhan faktor-faktor eksternal adalah sebagai berikut:
(1)   Bahan pelajaran. Bahan pelajaran mempengaruhi hasil belajar yang dicapai, Karena bahan itu ada yang luas di samping yang sempit, ada yang kompleks di samping yang sederhana, ada yang sulit di samping yang mudah, ada yang abstrak di samping yang konkrit, ada yang belum mengandung aspek yang telah diketahui di samping yang mengandung aspek yang belum diketahui dan sebagainya. Oleh karena itu dalam penyajiannya dilakukan dengan cara berangsur-angsur dan berurut, dari yang sederhana menuju yang kompleks, dari yang mudah menuju yang sulit, dari yang konkrit menuju yang abstrak, dari yang telah diketahui menuju yang belum diketahui, dari yang bersifat umum menuju yang bersifat khusus dan seterusnya.
(2)   Metode mengajar. Yaitu cara yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Mungkin metide yang digunakan dirasa sulit oleh siswa, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Tetapi mungkin pula metode yang digunakan oleh guru cukup dirasakan mudah dalam penerimaan dan pengelolaan bahan itu. Sehingga guru yang terampil dan berpengalaman akan memilih strategi belajar mengajar yang dipandang paling tepat, sesuai dengan kondisi bahan pelajaran dan kondisi-kondisi yang lain.
(3)   Media pendidikan. Media pendidikan lazim disebut sebagai alat-alat belajar atau alat-alat mengajar, jika ditinjau dari pihak guru. Metode yang tepat untuk bahan pelajaran tertentu dapat lebih efektif jika disertai dengan media pendidikan yang tepat pula. Pada dasarnya sesuai dengan perkembangan siswa sebagai anak, pengajaran lebih mengutamakan sifat konkrit, sehingga alat-alat mengajar pun dimulai pemilihannya dari sifat itu. Pendidikan yang disertai media yang tepat, selain memudahkan siswa dalam mengalami, mengerti dan melakukan, juga menimbulkan motivasi yang lebih kuat ketimbang semata-mata dengan kata-kata abstrak.
(4)   Situasi lingkungan.  Situasi lingkungan amat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar, baik lingkungan dalam kelas sendiri, maupun lingkungan di luar kelas. Faktor-faktor lingkungan ini dapat berupa kondisi kesehatan ataupun kebisingan. Ruang kelas yang kotor, berdebu dan kurang ventilasi dapat mengganggu kesehatan, terutama pernafasan sehingga prosses belajar mengajar dapat mengalmi gangguan. Demikian pula situasi dalam kelas yang bising, ribut, tidak memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang diinginkan. Oleh karena itu guru harus berusaha agar ketenangan kelas dan kesehatan lingkungan kelas dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Situasi lingkungan di luar kelas pun harus sehat dan tenang, kebersihan halaman dan keindahan sekitar, serta ketertiban yang telah terbentuk, yang memungkinkan setiap orang  atau siswa menyadari perlunya ketenangan selama proses belajar mengajar berlangsung.[11]
2.3  Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. Di samping factor-faktor internal dan eksternal sisiwa sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, factor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive. Terdapat tiga ragam dalam pendekatan belajar yaitu: pendekatan hokum jost, pendekatan Ballar & Clanchy, dan pendekatan Biggs.
a.      Pendekatan hukum jost
Menurut Reber (1988), salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’s Law )  adalah siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Selanjutnya, berdasarkan asumsi Hukum Jost itu maka belajar engan kiat 5 x 3 adalh lebih baik daripada 3 x 5 walaupun hasil perkaliannya sama. Maksudnya, mempelajari sebuah materi mempelajari materi tersebut dengan alokasi waktu 5 jam sehari tetapi hanya selam 3 hari. Perumpamaan pendekatan belajar dengan cara mencicil seperti contoh di atas hingga kini masih dipandang cukup berhasil guna terutama untuk materi-materi yang bersifat hafalan.
b.      Pendekatan Ballard & Clanchy
Menurut Ballard & Chlancy, pendekatan  belajar siswa pada umumnya di pengaruhi oleh sikap terhaadap ilmu pengetahuan (attitude to know ledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu: 1) sikap melestarikan apa yang sudah ada dan 2) sikap memperluas.
Siswa yang bersikap conserving pada umumnya menggunakan pendekatan belajar “ reproduktif ” (bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi). Sedangkan siswa yang bersikap extending, biasanya menggunakan pendekatan belajar “analitis” (berdasarkan pemilihan dan interpretasi fakta dan informasi). Bahkan diantara mereka yang bersifat extending cukup banyak yang menggunakan pendekatan belajar yang lebih ideal yaitu pendekatan spekulatif (berdasarkan pemikiran mendalam), yang bukan saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga mengenbangkannya.
c.       Pendekatan Biggs
 Menurut hasil penelitian biggs (1991), pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk dasar:
1.      Pendekatan surface (permukaan atau bersifat lahiriah)
2.      Pendekatan deep (mendalam)
3.      Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)  
Siswa yang menggunakan pendekatan surface misalnya, mau belajar karenq dorongan dari luar antara lain takut tidak lulus yang mengakibatkan dia malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
Sebaliknya, siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya. Oleh karena itu, gay belajarnya serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara mengaplikasikannya. Bagi siswa ini lulus dengan nilai baik adalah penting, tetapi yang lebih penting adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan bermanfaat bagi kehidupannya.
Sementara itu, siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh motif extrinsic yang berciri khusus yang disebut “ego-enhancement” yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius daripada siswa yang menggunakan pendekatan-pendekatan lainnya. Dia memiliki keterampilan belajar (study skills) dalam arti sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja, dan penelaahan isi silabus. Baginya, berkompetisi dengan teman-teman dalam meraih nilai tertinggi adalah penting, sehingga ia sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana maju ke depan.[12] 

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
a.       faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah). Aspek fisiologis meliputi keadaan mata dan telinga sedangkan aspek psikologis meliputi inteligensi siswa.
b.      faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan sosial dan non-sosial, yaitu bahan pelajaran, metode mangajar,mediapendidikan, dan situasi lingkungan. seperti para guru dan teman sekelasnya, rumah, gedung sekolah, dan sebagainya.
c.       faktor pendekatan belajar sangat mempengaruhi hasil belajar siswa, sehingga semakin mendalam cara belajar siswa maka semakin baik hasilnya. Ragam pendekatan belajar terdiri atas: 1) pendekatan Hukum Jost; 2) pendekatan Ballard & Clanchy; 3) pendekatan Biggs.
3.2  Saran
Alangkah baiknya bagi seorang pendidik mengetahui sejauh mana penting nya faktor faktor yang  mempengaruhi proses belajar mengajar, sehingga proses transformasi ilmu dari pendidik ke peserta didik berjalan dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Thonthowi, Ahmad. 1989. Psikologi Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Hadis, Abdul. 2006. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 
Sabri, M. Alisuf. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya.
Wahyuni, Esa Nur. 2007.  Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media Group.



[1] Drs. Ahmad Thonthowi. 1989. Psikologi Pendidikan. Bandung: Angkasa. Halm. 105
[2] Drs. Abdul Hadis, M. Pd. 2006. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Halm. 63-64
[3] Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Halm. 131 
[4] Drs. H. M. Alisuf Sabri. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya. Halm. 85-86
[5]Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Halm. 131
[6] Esa Nur Wahyuni, M. Pd. 2007.  Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media Group. Halm.  20-22
[7] Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Halm. 132
[8]Esa Nur Wahyuni, M. Pd. 2007.  Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media Group. Halm.  25
[9]Ibid. Halm. 24
[10]Ibid. Halm. 25-26.
[11] Drs. Abdul Hadis, M. Pd. 2006. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Halm. 62-63.
[12] Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Halm.125-127

Tidak ada komentar:

Posting Komentar