MENGAJAR
By: Evi Muzaiyidah Bukhori
(Mahasiswi PBA UIN Maliki Malang)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mengajar merupakan istilah
kunci yang hampir tak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan karena
keeratan hubungan antara keduanya. Sebagian orang menganggap mengajar hanya
sebagian dari upaya pendidikan. Mengajar hanya salah satu cara mendidik, maka
pendidikan pun dapat berlangsung tanpa pengajaran. Sebagian orang lagi menganggap
bahwa mengajar tak berbeda dengan mendidik. Setiap kegiatan kependidikan hanya
dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar, yakni
guru atau dosen. Meskipun hingga kini masih banyak orang yang bersikeras
mempertahankan ketidaksamaan antara mengajar dan mendidik, dalam kenyataan
sehari-hari tidak terdapat perbedaan yang tegas antara keduanya.
Dalam menjalankan tugasnya
sebagai penyaji pelajaran khususnya di kelas, guru tidak hanya dituntut
mentransfer pengetahuan atau isi pelajaran yang ia sajikan kepada para siswanya
melainkan lebih dari itu. Mengajar bahkan mengandung konotasi membimbing dan
membantu untuk meraih kecakapan cipta, rasa, dan karsa yang menyeluruh dan
utuh. Sudah tentu kecakapan-kecakapan seluruh ranah psikologis tersebut tak
bisa dicapai sekaligus tetapi berproses, setahap demi setahap. Dan dari
penjelasan diatas, kita sangat perlu mempelajari tentang arti penting mengajar.
1.2
Rumusan
Masalah
Berbagai masalah yang kami rumuskan dalam makalah ini
adalah:
1.
Apakah definisi mengajar dan bagaimana contohnya?
2.
Apa saja pandangan-pandangan pokok mengenai belajar?
3.
Apa saja model pokok mengajar?
4.
Apa saja metode pokok mengajar?
5.
Bagaimana strategi mengajar dan apa saja tahapan-tahapan
dalam proses mengajar?
1.3
Tujuan Pembahasan
Tujuan dalam pembahasan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui
definisi mengajar dan contohnya
2.
Mengetahui
pandangan-pandangan pokok mengenai belajar
3.
Mengetahui model
pokok mengajar
4.
Mengetahui metode
pokok mengajar
5.
Mengetahui
strategi mengajar dan tahapan-tahapan dalam proses mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI DAN CONTOH MENGAJAR
Pengertian
yang umum dipahami orang terutama mereka yang awam dalam bidang-bidang studi
kependidikan, ialah bahwa mengajar itu merupakan penyampaian pengetahuan dan
kebudayaan kepada siswa. Menurut Arifin (1978) mendefinisikan mengajar sebagai
suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat
menerima, menanggapi menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
Sedangkan menurut Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah suatu
aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.[1]
Kemudian
Biggs (1991), seorang pakar psikologi
kognitif masa kini, membagi konsep mengajar dalam tiga macam pengertian:
a)
Pengertian kuantitatif (yang
menyangkut jumlah pengetahuan yang diajarkan ).
b)
Pengertian intitisional (yang
menyangkut kelembangan atau sekolah).
CONTOH
MENGAJAR
Selaku pengelola kegiatan siswa, guru
sangat diharapkan menjadi pembimbing dan pembantu para siswa, bukan hanya
ketika mereka berada didalam kelas melainkan ketika mereka berada diluar kelas,
khususnya apabila berada dilingkungan sekolah, seperti di perpustakaan,
laboratorium, dan lain sebagainya. Dalam hal menjadi pembimbing, guru perlu
mengaktualisasikan (mewujudkan) kemampuannya dalam kegiatan-kegiatan sebagai
berikut: 1) membimbing kegiatan para siswa; 2) membimbing pengalaman belajar
para siswa.
Membimbing kegiatan belajar para siswa,
khusunya ketika mengajar tidak hanya berceramah dimuka kelas, tetapi juga
memberikan peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk melakukan antivitas
belajarnya. Sedangkan dalam membimbing pengalaman para siswa, guru dituntut
untuk menghubungkan mereka dengan lingkungannya. Hal ini penting karena dalam
pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya itulah sesungguhnya para siswa
mengalami proses belajar. [3]
Selanjutnya, selain membimbing, mengajar
juga berati membantu siswa agar berkembang dan sapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Alhasil, kegiatan mengajarkan sebuah materi pelajaran bukan
semata-mata agar siswa menguasai pengetahuan ( materi ) pelajaran tersebut lalu
naik kelas, melainkan juga agar ia memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilannya
dalam kehidupan sehari-hari.[4]
2.2 PANDANGAN-PANDANGAN POKOK MENGENAI
MENGAJAR
Ada dua macam aliran
pandangan yang berbeda dalam melihat profesi mengajar. Yaitu aliran pertama
yang menganggap mengajar sebagai “ilmu” dan aliran kedua yang menganggap
mengajar sebagai “seni”.[5]
1.
Mengajar sebagai ilmu
Guru merupakan sosok pribadi manusia yang sengaja dibangun untuk
menjadi tenaga profesional yang memiliki pengetahuan dan kemampuan tinggi dalam
dunia pendidikan yang berkompeten untuk melakukan tugas mengajar.
Siapa pun orangnya, asal ia memiliki pengetahuan dan kemampuan
tinggi dalam bidang ilmu pendidikan akan mampu melakukan perbuatan mengajar
dengan baik. penguasaan seorang guru terhadap materi pelajaran bidang tugasnya
penting juga.akan tetapi yang lebih penting adalah penguasaannya atas ilmu-ilmu
yang berhubungan dengan tugas mengajarnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami sekaligus menerapkan sebuah teori
proses mengajar, guru hendaknya pandai-pandai menyimpan perasaan dan harapan
emosinal dalam tempat penyimpanan yang dingin. Kemudian hendaknya ia berusaha
mengahadapi kenyataan dengan akal terbuka. Meskipun guru harus berani
mengahadapi kenyataan, ia tidak perlu mengorbankan diri menjadi hamba sahaya
kenyataan itu sendiri.
Aliran ini menimbulkan konotasi bahwa seseorang yang
dikehendaki menjadi guru, missal oleh
orangtuanya sendiri, akan dapat menjadi guru yang baik asal ia didik di sekolah
atau fakultas keguruan.
Menurut teori John Locke (1632-1704) perkembangan klasik yang disebut
empirisme yaitu pembawaan dan bakat yang
diturunkan oleh orangtua tidak beerpengaruh apa-apa terhadap perkembangan
kehidupan seseorang, karena pada dasarnya setiap manusia pasti lahir dalam
keadaan kosong. Hendak menjadi apa manusia itu kelak setelah dewasa, tergantung pada
lingkungan dan pengalamannya, terutama lingkungan dan pengalaman belajarnya.
Jadi, seorang anak manusia yang memperoleh peluang yang baik untuk belajar ilmu
pendidikan/keguruan, tentu ia akan menjadi seoranga guru yang profesionaldalam
mengajar, bukan menjadi petani walaupun kedua orangtuanya petani sejati.
2.
Mengajar sebagai seni
Sebagian ahli lainnya memandang bahwa mengajar
adalah seni (art), bukan ilmu. Karena tidak semua orang berilmu (termasuk orang
yang berilmu pendidikan) bias menjadi guru yang piawai dalam hal mengajar.
Untuk menjadi seorang guru yang profesional ,
orang harus belajar dan berlatih di lingkungan instansi pendidikan keguruan
selam bertahun-tahun. Namun, kenyataannya dalam mengajar terdapat faktor
tertentu yang abstrak dan hampir mustahil dipelajari.
Contohnya, seorang guru agama atau bahkan
terlanjur berpredikat seorang ulama yang sama sekali tidak menarik dan
membosankan ketika ia berceramah mengenai masalah keagamaan. Namun sebaliknya,
ada pula seorang seorang pelajar madrasah diniyah yang hanya berpredikat santri
biasa dan tidak pernah mengikuti sekolah keguruan tetapi ternyata berhasil
menjadi guru agama yang baik. Santri itu cukup piawai dalam mentransfer
pengetahuan, sikap, dan keerampilannya kepada murid-muridnya. Setiap mengajar,
ia selalu berpenampilan menarik dan selalu berbeda dalam gaya dan cara
penyampaian aneka ragam pokok bahasan pelajaran yang menjadi tugasnya. Sehingga
murid-muridnya tidak pernah merasa bosan atau terpaksa mengikuti proses belajar
yang dipimpin oleh “guru santri” itu.
Berdasarkan kenyataan yang ada, maka cukup
kuatlah aliran yang memandang bahwa mengajar adalah seni, dan kecakapan
mengajar yang notabene artistic itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang
berbakat. Denagn demikian, menurut aliran ini seseorang dapat mengajar dengan
baik semata-mata karena bakat yang dimilikinya. Dengan kata lain, orang itu
menjadi guru (yang kompeten dan
profesional) karena ia telah ditakdirkan lahir sebagai seorang guru.
Selain itu mengajar secara ilmiah (scientific
teaching) juga tidak akan pernah memadai selama guru dan sisiwa masih sama-sama
berstatus manusia yang tentu memiliiki perasaan dan nilai di luar jangkauan
ilmu. Mengajar menurut guru besar sastra Gilbert Hight….teaching is an art,
not a science yakni mengajar adalah sebuah seni, bukan sebuah ilmu itu
seperti membangkitkan reaksi kimiawi, melainkan seperti menggambar sebuah
lukisan, atau menata sebuah musik, atau menanami kebun bunga, atau menulis
sepucuk surat yang bersahabat. Ilmu memang perlu namun,namun dalam mengajar
seperti kegiatan tadi, memerlukan lebih banyak seni (art) daripada ilmu
(science).
Perbandingan aliran yang pertama dengan yang
kedua yaitu:
·
Pertama, menganggap mengajar sebagai ilmu itu sama
dengan gagasan sekelompok orang yang berusaha meyakinkan kita bahwa guru-guru
itu dibangun bukan dilahirkan. Aliran ini sama dengan aliran empirisme yang
melahirkan “optimisme pedagogis” yang terlalu mendewa-dewakan lingkungan dan
mengabaikan potensi psikologis pembawaan manusia.
·
Kedua, menganggap mengajar sebagai seni yang lebih
mengacu pada bakat sejak lahir tak berbeda dengan gagasan bahwa para guru itu
dilahirkan bukan dibangun atau dibuat. Dalam hai ini seseorang menjadi guru
yang baik atau guru yang buruk bukan karena hasil belajarnya melainkan karena
potensinya yang ia bawa sejak lahir. Aliran pandangan ini sama dengan aliran
nativisme yang melahirkan “pesimisme pedagogis” yang mengesampingkan arti
penting upaya pendidikan.
Untuk menjadi guru yang kompeten, orang perlu belajar dan
berlatih secara sungguh-sungguh selama kurun waktu tertentu. Akan tetapi,
kenyataannya tidak semua orang (mahasiswa) yang mengikuti pendidikan dan
pelatihan keguruan berhasil mencapai kinerja akademik keguruan yang memadai,
meskipun mereka telah menunjukkan usaha yang terkadang melebihi rekan
sejawatnya yang ternyata lebih berhasil.
Ada kemungkinan mengapa mahasiswa yang berkinerja tidak
memuaskan tersebut bisa muncul:
·
Mungkin upaya dan strategi mereka dalam
belajar tidak tepat dengan tuntutan bidang studi kependidikan, padahal secara
umum mereka memiliki potensi kognitif yang memadai.
·
Ada kemungkinan masuknya mahasiwa yang tidak
memuaskan tersebut ke fakultas keguruan hanya karena terpaksa atau karena
pelarian (tidak diterima di fakultas lain yang menjadi cita-cita dan sesuai
dengan jenjang pendidikan menengahnya).
Hasil antara mengajar sebagai ilmu dengan mengajar
sebagai seni itu terdapat benang merah yang membuat keduanya saling terikat dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan demikian, hubungan bakat keguruan
dengan proses belajar yang sesuai dengan bakat itu, ibarat hubungan antara dua
sisi mata uang logam yang berfungsi saling melengkapi.
2.3 MODEL
POKOK MENGAJAR
Untuk mengatasi beberapa problematika dalam
pelaksanaan pembelajaran, tentu diperlukan model-model mengajar yang dipandang
mampu mengatasi kesulitan guru dalam melaksanakan tugas mengajar dan kesulitan
peserta didik dalam belajar. Model dapat
diartikan sebagai suatu tipe atau desain yang digunakan untuk proses
visualisasi dalam penyampaian materi seorang guru kepada peserta didik.[6]
Sejalan dengan hal itu
William Stern implementasinya dalam hal belajar mengajar telah dalam kurikulum
menyebabkan munculnya berbagai teori-teori belajar dan teori atau model
mengajar. Model suatu pembelajaran yang disusun oleh guru dengan menjabarkan
tujuan instruksional umum yang ada dlam kurikulum.[7]
Kumpulan atau set model
yang dianggap komprehensif, menurut Tadrif (1989) adalah set model yang
dikembangkan oleh Brunce Joyce dan Marsya Weil dengan katagorisasi sebagai
berikut[8]:
1. Model Information Processing ( Tahap Pengolahan Informasi)
Information Processing adalah istlah kunci dalam psikologi kognitif
yang akhir-akhir ini semakin mendominasi sebagian besar upaya riset dan
pembahasan psikologi pendidikan.[9] Kata informasi processing digunakan untuk
menjelaskan bagaimana cara individu member respon yang matang dari
lingkungannya dengan cara mengoprasikan pengetahuan dan mengelolah informasi
yang dilestarikan dari peristiwa yang ada dilingkungan sekitarnya, seperti
suara atau kata, gerakan benda, gambar dan sebagainya.
2.
Model Personal (Pengembangan Pribadi)
Model Personal merupakan rumpun model pembelajaran yang menekan pada
proses mengembangkan kepribadian individu siswa dengan memperhatikan kehidupan
emosional.[10] Model personal ini lebih ditekankan pada
pembentukan dan perorganisasian realitas kehidupan lingkungan dan kehidupan
yang khas/unik.
3.
Model Sosial (Hubungan Kemasyarakatan)
Model Sosial adalah merpakan model mengajar
yang menitik beratkan pada proses interaksi antarindividu yang terjadi dalam
kelompok individu atau tesebut. Oleh karena itu, rumpun mouel ini lazim disebut
sebagai interactive model (model yang
berisifat hubungan antar-individu).[11]
4.
Model Behavioral (Pengembangan Prilaku)
Model Behavioral adalah tingkat dan
karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya pada saat akan memasuki
kegiatan belajar-mengajar.[12] Model system perilaku dalam pembelajaran ini
dibangun atas dasar kerangka teori perubahan perilaku, melalui teori ini siswa
dibimbing unuk dapat memecahkan masalah belajar melalui penguraian perilaku
kedalam jumlah yang kecil dan berurutan.[13]
2.4 METODE POKOK MENGAJAR
Metode secara harfiah artinya “ cara “ .Metode mengajar
adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pendidikan.[14] Metode mengajar berbeda dengan strategi mengajar
(teaching strategy).Metode belajar tidak berhubungan langsung dengan hasil
belajar yang diehendaki. Metode merupakan konsep yang lebih luas cakupannya dibanding dengan
strategi.[15]Strategi mengajar itu terangkum dalam metode mengajar.
Contoh : Metode ceramah yang digunakan guru , strategi untuk mendapatkan
perhatian murid-muridnya ia dapat menyampaikan dengan lucu atau sedih.
Ragam Metode Mengajar
Ada 4 metode yang dipandang representative dan dominan
dalam arti digunakan secara luas sejak dahulu hingga sekarang pada jenjang
pendidikan formal.[16]
1.
Metode ceramah
Metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang
dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan secara langsung terhadap
peserta didik.[17]Sampai saat ini metode ini masih dipergunakan. Hal ini
dapat dimaklumi karena metode ini paling mudah dilakukan dan sevara ekonomis
menguntungkan. Banyak guru yang belum merasa puas jika belum memberikan
penjelasan secara langsung kepada murid-murid.Begitupun para siswa ,merasa
belum belajar dan memahami materi jika tidak mendengarkan penjelasan guru
secara langsung.
Kelebihan:
·
Murah dan mudah.
·
Materi yang banyak dapat dijelaskan guru dalam
waktu singkat.
·
Guru dapat dengan mudah mengusai kelas
·
Guru dapat menjelasakan dengan menonjolkan
bagian-bagian yang penting.
Kelemahan :
·
Membuat siswa pasif
·
Mengandung unsur paksaan kepada siswa
·
Menghambat daya kritis siswa
Usaha mengefektifkan metode ini
·
Guru menguasai materi dengan baik
·
Menggunakan berbagai alat peraga
·
Mengkombinasikan dengan metode metode lain
·
Menguasai tekhnik-tenik didaktif dalam penceramahan.
2.
Metode diskusi
Metode diskusi yaitu cara penyajian pelajaran
di mana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang dapat berupa
pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematic untuk dibahas dan
dipecahkan bersama, [18]
Kelebihan :
·
Merangsang kreativitas siswa
·
Membiasakan siswa bertukar pikiran dengan yang
lain
·
Keterampilam menajikan pendapat ,
memertahankan pendapat ,menghargai dan menerima pendapat orang lain serta bersikap demokratis
·
Cakrawala berpikir menjadi lebih luas
Kelemahan
·
Memerlukan waktu yang lama
·
Diskusi hanya dipegang 2-3 oarang yang telah
terbiasa dan terampil mengemukakan pendapat
·
Pembahasan dapat meluas dan mengambang
sehingga sasaran pemecahan masalah pokok
tidak tercapai
·
Dapat memicu konflik akibat perbedaan pendapat
yang emosional
Upaya mengefektifkan diskusi
·
Guru menempatkan didrinya sebagai pemimpin
diskusi
·
Guru memperhatikan jalannya diskusi
Jenis-jenis diskusi
a.
Diskusi Formal :
Memakai aturan-aturan yang resmi dalam berdiskusi.Ada notulen. Moderator, dan
penyaji. Biasanya melibatkan seluruh kelas.
b.
Diskusi Informal : Diskusi tidak resmi.Tanpa aturan-aturan yang baku.
Biasanya hanya berupa kelompok kecil.
c.
Diskusi Panel :
Diskusi yang terdiri dari peserta aktif dan peserta pasif. Peserta aktif
langsung melibatkan diri dalam diskusi.Peserta pasif tidak.
d.
Diskusi Simposium : Sama dengan iskusi lain,hanya saja dalam diskusi ini masalah
dapat disajikan oleh seorang penyaji atau lebih.
3.
Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan
meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda
tertentu yang sedang dipelajari baik sebenarnya ataupun tiruan yang sering
disertai dengan penjelasan lisan. [20]
Kelebihan :
·
Pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih
konkret
·
Siswa lebih mudah memahami apa yang diajarkan
·
Proses pengajaran lebih menarik
·
Siswa dirangsang untuk aktif
·
Menjadikan hasil belajar yang lebih mantap dan
permanen
Kelemahan:
·
Memerlukan keterampilan guru secara khusus
·
Fasilitas dan biaya yang mahal
·
Memerlukan waktu yang panjang.
Upaya mengefektifkan metode demonstrasi
·
Kerjasama pihak sekolah dengan kalangan bisnis
dan industry untuk mendapatkan sumbangan
peralatan
·
Pelatihan guru dalam meningkatkan keterampilannya
4.
Metode ceramah plus
Metode ceramah masih dianggap metode yang relevan dengan
pembelajaran sampai sekarang. Hanya saja harus dikombinasikan dengan
metode-metode lain agar sesuai dan efektif
dalam proses pembelajaran.
a) Metode ceramah plus Tanya jawab dan tugas
Implementasi dari metode ini yaitu :
·
Penyampaian uraian materi oleh guru
·
Pemberian peluang Tanya jawab antara guru dan siswa
·
Pemberian tugas kepada siswa
b) Metode ceramah plus diskusi dan tugas
Implementasi
metode ini yaitu :
·
Guru menguraikan materi pelajaran
·
Mengadakan diskusi
·
Memberikan tugas
c) Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan
Implementasi dari metode ini yaitu :
·
Penyampaian materi oleh guru
·
Melakukan demonstrasi
·
Penyelenggaraan latihan materi yang telah didemonstrasika
Pada dasaranya metode pokok yang digunakan dalam mengajar adalah sama.
Hanya saja metodologi yang kita gunakan harus berbeda , dalam menghadapai objek
( siswa ) yang berbeda maupum materi
pelajaran yang berbeda. Metodologi Mengajar siswa SD tidak sama dengan siswa
SMP, mengajar akidah akhlak berbeda
dengan mengajar geografi.
Metode mengajar
Anak-anak
1. Ceramah
Ceramah pada anak –anak yang notabenenya masih suka
bermain dan tidakmemperhatikan guru
harus dilakukan menarik. Misalnya anak-anak duduk melingkar dan guru ada di
tengah lingkaran. Penyamapian harus menarik agar perhatian anak dapat terpusat
ke guru[22]
2. Diskusi
Diskusi anak-anak tentu berbeda dengan para mahasiswa.
Metodologi yang dapat digunakan misalnya anak disuruh bercerita tentang
cita-citanaya di depan kelas, kemudian teman-teman boleh menanyakan kepada
pencerita itu. Saya rasa inilah contoh diskusi pada anak=anak.Mereka mendiskusikan
hal-hal yang konkret .
3. Demonstrasi
Metodolgi yang digunakan dalam netode ini misalnya.Dalam
menunjukkan bangun bangun pada mata pelajaran matematika. Guru menunjukkan balok.
Dan cara memasukkan balok–balok ke tempatnya. Lalu anak-anak menirukan apa yang
dilakukan guru.
2.5 STRATEGI DAN TAHAPAN MENGAJAR
Strategi mengajar
didefinisikan sebagai sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan pengajaran tertentu. Sebuah strategi mengajar dapat berlaku
umum bagi semua guru bidang studi selama orientasi sasannya sama. Misalnya
dengan penyajian kisah-kisah dramatis sebagai selingan ceramahnya. Strategi
mengajar tidak terlepas dari metode mengajar, karena merupakan kiat praktis
yang dipakai guru untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu dengan metode
mengajar tertentu pula seperti metode ceramah, metode ceramah plus, dan
sebagainya.[23]
Menurut Newman dan Mogan,
strategi dasar setiap usaha meliputi empat masalah masing-masing:
1.
Pengidentifikasian
dan penetapan sesifikasi dan kualifikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi
sasaran usaha tersebut dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang
memerlukannya
2.
Pertimbangan dan
pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai sasaran
3.
Pertimbangan dan
penetapan langkah-langkah yanga ditempuh sejak awal sampai akhir
4.
Pertimbangan dan
penetapan tolok ukur dan ukuran baku yang akan digunakan untuk menilai
keberhasilan usaha-usaha yang dilakukan.[24]
Dalam dunia pendidikan dan
pengajaran modern terdapat cukup banyak strategi yang khusus dirancang untuk
mengajar dengan materi tertentu hingga mencapai kecakapan yang diinginkan.
Diantara macam-macam strategi mengajar/ pembelajaran yang sering digunakan
tenaga pendidik untuk mengajar adalah:
1. Strategi Mengajar SPELT
Strategi ini berdasarkan
strategi kognitif yang relatif masih aktual. Strategi ini bernama strategy
program for effective learning/ teaching disingkat SPELT. Strategi ini
sengaja direkayasa untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas
belajar dan berfikir siswa, terutama yang menduduki kelas akhir sekolah dasar
dan kelas-kelas sekolah menengah. Secara eksplisit tujuan strategi ini ialah
membuat siswa menjadi:
a.
Penuntut
ilmu yang aktif sebagai pemikir dan pemecah masalah
b.
Penuntut ilmu yang mandiri, memiliki rencana dan strategi
sendiri yang efisien dalam mendekati belajar
c.
Penuntut ilmu yang lebih sadar dan lebih mampu dalam
mengendalikan proses berpikirnya sendiri (metacognitive awareness).
Dalam melaksanakan
strategi SPELT, guru perlu mengikuti tiga macam langkah panjang dan terpisah
dalah arti mengambil waktu yang berbeda tetapi berurutan.
1.
Direct strategy instruction (pengajaran dengan strategi langsung)
2.
Teaching
for transfer ( mengajar untuk mentransfer strategi)
3.
Generating elaborative strategies (pembangkitan strategi belajar siswa yang luas dan
rinci)
Langkah-langkah ini dapat
diberlakukan untuk semua program pengajaran, khususnya program pengajaran yang
pelaksanaannya menggunakan metode ceramah, ceramah campuran/ ceramah plus. [25]
2. Pembelajaran Direct Instruction (Pembelajaran
Langsung/ Metode Exspositori)
Berbeda dengan metode
ceramah, dalam metode ekspositori dominasi guru banyak dikurangi. Guru tidak
terus bicara, tapi hanya memberi informasi kepada bagian atau saat-saat
diperlukan. Namun pembelajaran ini berpusat pada guru, tetap tetap menjamin
terjadinya keterlibatan siswa. Metode ini dirancang untuk menunjang proses
belajar siswa yang berkenaan dengan pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan
mengenai bagaiman orang melakukan sesuatu.[26]
Fase-fase pada model
pembelajaran langsung adalah:[27]
1)
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
2)
Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
3)
Membimbing pelatihan
4)
Mengecek pemahaman dan memeberikan umpan balik
5)
Memberikan latihan dan penerapan konsep.
Beberapa keuntungan dari
strategi pembelajaran langsung:
1)
Dapat mengontrol isi dan urutan informasi yang diterima
siswa, sehingga kita dapat mencapai fokus hasil yang dicapai siswa
2)
Dapat digunakan secara efektif di kelas besar maupun
kecil
3)
Pembelajaran ini menekankan pada pendengaran dan observasi,
keduanya dapat membantu siswa yang suka belajar dengan cara ini
4)
Guru dapat menguasai seluruh arah kelas. Dalam hal ini
guru dapat menentukan arah dengan jalan menetapkan sendiri apa yang akan
dibicarakan
5)
Oraganisasi kelas sederhana.
Beberapa keterbatasan dari
strategi pembelajaran langsung:[28]
a)
Agak berat bagi siswa untuk mengasimilasi informasi
melalui mendengar, observasidan mencatat (note-taking), karena tidak semua
siswa mempunyai ketrampilan ini
b)
Sangat susah melayani perbedaan individu antara siswa, pengetahuan
awal, tingkat pemahaman, gaya belajar, atau minat belajar selama pembelajaran
c)
Pembelajaran ini sangat tergantung dari gaya
berkomunikasi oleh guru. Komunikasi yang kaku cenderung menghasilkan
pembelajaran pembelajaran pasif
d)
Murid kurang aktif dan lebih banyak mengharapkan bantuan
guru
e)
Murid kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir.
Aspek kunci agar
pembelajaan ini efektif:
1)
Katakanlah pada siswa bahwa belajarlah apa yang mampu
dipelajari
2)
Sajikan materi pelajaran secara urutan logis
3)
Berikan contoh yang tepat saat menjelaskan
4)
Jelaskan kembali segala sesuatu jika siswa mendapatkan
kebingungan
5)
Jelaskan arti dari istilah-istilah baru
6)
Jawablah pertanyaan siswa sampai mereka puas
Biasanya strategi ini dipakai di sekolah menengah atas
atau perguruan tinggi.
3. Diskusi sebagai suatu Strategi Pembelajaran
Adalah suatu proses tatap
muka interaktif dimana siswa menukar ide tentang persoalan dalam rangka
pemecahan masalah, menjawab suatu pertanyaan, meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman, atau membuat keputusan. Dalam diskusi siswa dituntut untuk selalu
aktif berpartisipasi siswa dilatih
berpikir kritis, siap mengemukakan pendapat secara tepat, berpikir secara
objektif, dan menghargai pendapat orang lain.[29]
Beberapa keuntungan dari
penggunaan Diskusi:[30]
a)
Memaksa anak untuk berbicara dengan bahasa yang baik,
belajar mengemukakan pendapat dengan tepat dalam waktu relatif singkat, dan
belajar menanggapi pendapat orang lain secara benar
b)
Berlati memecahkan masalah
c)
Lebih efektif dalam mengubah sikap siswa dibanding dengan
ceramah, siswa menjadi aktif, lebih
mengerti, kreatif, berfikir kritis dan objektif
d)
Diskusi membangun kemampuan siswa untuk menganalisiskan
isi pelajaran, mengungkapkan ide secara lisan, dan berfikir ke depan
(Fergusson, 1977)
e)
Dapat menghasilkan aktivitas belajar yang lebih dinamis,
dibanding strategi lain. Ini terjadi karena mereka mampu mengkonstruk atau
mengkonstruk kembali pengetahuan dengan cara mereka sendiri
f)
Dapat membangkitkan ide baru atau menghasilkan
pnyelesaian yang asli.
Beberapa keterbatasan
diskusi:[31]
1)
Diskusi tidak mungkin produktif kalau siswa tidak
mempersiapaka diri dengan baik, dan ini biasanya syarat untuk mulai diskusi
2)
Beberapa siswa mungkin enggan mengeluarkan ide atau
pendapatnya. Mereka cenderung menurut
3)
Diskusi kelompok dapat memudahkan seseorang berkompetisi
secara emosional dan ini akan menyulitkan pemimpin diskusi
4)
Beberapa siswa mungkin akan mengeluarkan pendapat yang
tidak sesuai dengan alur diskusi, atau beberapa siswa mungkin terlalu banyak
berbicara dan cenderung merendahkan orang lain.
Strategi ini sering digunakan di sekolah menengah pertama
sampai perguruan tinggi.
4.
Penggunaan Small-Group Work sebgai suatu Strategi Pembelajaran
Apa itu Group-Work (kerja kelompok)? Suatu waktu kamu pernah menyuruh siswa bekerja
bersama-sama dalam suatu kelompok, dari pada kamu menjelaskan persoalan ini
kepada seluruh kelas (klasikal). Hal ini dapat dikatakan bahwa kamu telah
menggunakan group work (Killen, 1998).[32]
Keberhasilan group work
tergantung dari banyak faktor yang tentu dapat membantu diskusi kelas,
misalnya:[33]
1)
Fokus pembelajaran bagi siswa harus jelas
2)
Persiapan siswa harus memadai
3)
Bimbingan guru pada siswa harus jelas
4)
Arahan,tapi tidak intervensi oleh guru
5)
Monitoring dan feedback oleh guru
6)
Pengaturan waktu yang bagus dan kesimpulan yang logis
Kalau digunakan secara
efektif, strategi ini banyak keuntungannya dibandingkan dengan pembelajaran
langsung, diskusi dalam kelompok besar, (klasikal) dan bekerja secara
individual, antara lain:
a)
Group work memperbolehkan merubah materi pelajaran sesuai
latar belakang perbedaan antar group. Hal ini bertujuan untuk mengadaptasi
kebutuhan siswa, minat, dan kemampuan tanpa memperhatikan perbedaan antar siswa
b)
Group work mendorong siswa untuk secara verbalisme
mengungkapakan idenya, dan ini dapat membantu mereka memahami materi pelajaran
c)
Beberapa siswa akan sangat efektif ketika menjelaskan idenya
pada yang lain, dalam bahasa yang mudah mereka mengerti. Ini dapat membantu
pemahaman bagi anggota group untuk ketuntasan materi pelajaran
d)
Group work memberikan kesempatan kepada seluruh siswa
untuk menyumbangkan ide dan menuntaskan materi dalam suasana lingkungan yang
aman dan nyaman
e)
Group work melibatkan siswa secara aktif dalam belajar
dan ini dapat meningkatkan prestasi mereka serta retensi (Peterson, 1981)
f)
Group work membantu siswa belajar menghormati siswa lain,
baik yang pintar maupun yang lemah dan bekerja sama satu dengan lainnya.
Beberapa keterbatasannya:[34]
1)
Siswa harus belajar bagaimana belajar dalam lingkungan
2)
Beberapa siswa mungkin pada awalnya mendapatkan kesulitan
seperti yang dialami anggota group lainnya (mungkin karena mereka tidak populer
atau berbeda antara satu anggota dengan anggota lainnya dalam group)
3)
Seandainya dimonitoring interaksi siswa dalam setiap
group, beberapa siswa akan menghabiskan waktu diskusi dengan persoalan yang
tidak relevan
4)
Beberapa siswa lebih suka belajar secara langsung dan
tidak senang ketika guru menyuruh mereka untuk ”mengajar sesama mereka”
5)
Beberapa guru merasa tidak mudah mengontrol semua siswanya
dalam group
Karena membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam,
strategi ini banyak digunakan di sekolah menengah atas dan perguruan tinggi.
5.
Penggunaan Co-Operative Learning sebagai suatu Strategi Pembelajaran
Merupakan model
pembelajaran yang mengutamakan kerja sama diantara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan
antar siswa, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar
tetapi juga sesama siswa.[35]
Ciri-ciri pembelajaran
kooperatif adalah:
1.
Siswa belajar dalam kelompok kecil, untuk mencapai
ketuntasan belajar
2.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah
3.
Diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri dari
suku, ras, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda
4.
Pengahargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari
pada individual.
Terdapat beberapa pendekatan dalam belajar Cooperative
learning yaitu Student Team Achievement Divisions (STAD), Team-Games-Tournaments
(TGT), Jigsaw, Group Investigation (GI), dan Dyadic.[36]
Beberapa
keuntungan dari penggunaan Co-Operative Learning sebagai suatu Strategi
Pembelajaran adalah:[37]
1)
Co-Operative
Learning mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru
dan lebih percaya pada guru dan lebih percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk
berpikir, mencari informasi dari sumber lain, dan belajar dari siswa lain
2)
Co-Operative Learning mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal
dan membandingkan dengan ide temannya. Ini secara khusus bermakna ketika dalam proses
pemecahan masalah
3)
Co-Operative Learning membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan
siswa lemah serta menerima dan saling menghargai perbedaan ini
4)
Co-Operative Learning suatu strategi efektif
bagi siswa untuk mencapai hasil akademik dan sosial termasuk
meningkatkan prestasi, percaya diri, dan hubungan interpesonal positif antara
satu siswa dengan yang lain, meningkatkan ketrampilan manajemen waktu dan sikap
positif terhadap sekolah
5)
Co-Operative
Learning meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
Sedangkan beberapa keterbatasannya ialah:[38]
a)
Beberapa siswa mungkin pada awalnya segan mengeluarkn
ide, takut dinilai temannya dalam group
b)
Tidak
semua siswa secara otomatis memahami dan menerima philosophy Co-Operative
Learning. Guru banyak tersita waktu
untuk mensosialisasikan siswa belajar dengan cara ini
c)
Penggunaan Co-Operative Learning harus sangat
rinci melaporkan setiap penampilan siswa dan tiap tugas siawa, dan banyak
menghabiskan waktu menghitung hasil prestasi group
d)
Meskipun kerja sama sangat penting untuk ketuntasan
belajar siswa, banyakl aktivitas kehidupan didasarkan pada usaha individual.
Namun siswa harus belajar menjadi percaya diri. Itu susah untuk dicapai karena
memiliki latar belakang berbeda
e)
Sulit membentuk kelomok yang solid yang dapat bekerja
sama dengan secara harmonis
f)
Penilaian terhadap murid sebagai individu menjadi sulit
karena tersembunyi dibelakang kelompok.
Strategi ini bisa
digunakan dalam mengajar siswa pada tingkatan manapun, tergantung jenis
strategi yang digunakan. Baik dari tingkat dasar maupun tingkat atas.
6. Penggunaan Problem Solving sebagai suatu
Strategi Pembelajaran
Menurut Gagne (1996)
problem solving atau pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkahnya
paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya.[39]
Ciri-ciri pokok problem solving adalah:[40]
a)
Siswa bekerja secara individual atau dalam kelompok kecil
b)
Tugas yang diselesaikan adalah persoalan realistik untuk
dipecahkan, namun lebih disukai soal yang memiliki banyak kemungkinan jawaban
c)
Siswa menggunakan beberapa pendekatan belajar
d)
Hasil pemecahan masalah didiskusikan antara semua siswa.
Strategi ini banyak dipraktekkan pada siswa sains,
terutama untuk pelajaran matematika.
7. Penggunaan Strategi Think-Talk-Write sebagai
suatu Strategi Pembelajaran
Suatu strategi
pembelajaran yang diharapkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematik siswa adalah strategi think-talk-write (TTW). Strategi
yang diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin (1996:82) ini pada dasarnya
dibangun melalui berfikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW
dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau bedialog dengan dirinya
sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing)
dengan temannya sebelum menulis.[41]
Langkah-langkah
pembelajaran dengan strategi TTW:[42]
1. Guru membagi teks bacaan berupa lembaran
aktivitas siswa yang memuat situasi masalah bersifat open-ended dan petunjuk
serta prosedur pelaksanaannya
2. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari
hasil bacaan secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think)
3. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan
teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator
lingkungan belajar
4. Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan
sebagai hasil kolaborasi (write).
Strategi ini dapat
digunakan untuk melatih suswa dari sekolah menengah pertama sampaai ke jenjang
yang lebih tinggi.
8. Strategi Pembelajaran Berbasis Konstruktivis
Strategi pembelajaran
berbasis konstruktivisme menurut Peaget, dapat dikatakan berkenaan dengan
bagaiman anak memperoleh pengetahuan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Pola intelektual untuk berinteraksi dengan lingkungannya adalah melalui
asimilasi. Bila seorang siswa tidak memiliki pengetahuan memadai untuk
menanggapi suatu situasi yang datang dari lingkungannya, maka ia harus mengubah
pola intelektualnya, sehingga melakukan akomodasi terhadap lingkungannya.
Manakala siswa sudah mampu menyatukan atau mengintegrasikan antara pengetahuan
yang ada pada dirinya atau pengalamannya dengan pengetahuan yang timbul dari
lingkungannya (keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi), dikatakan siswa
telah mengadakan adaptasi.[43]
Selain Piaget,
konstruktivis yang lain yaitu Vygotsky berpendapat bahwa, perkembangan intelektual
anak dipengaruhi oleh faktor sosial. Lingkungan sosial dan pembelajaran secara
natural mempengaruhi perkembangan anak dalam meningkatkan kekomplekan dan
kesitematikan kognitif (Ginsburg at al. 1998: 409).[44]
Strategi ini banyak digunakan untuk bermacam-macam mata pelajaran, terutama
matematika. Dan bagus dipakai untuk siswa menengah atas.
Tahapan-tahapan dalam
proses mengajar memiliki hubungan erat dengan penggunaan strategi mengajar. Maksudmya
ialah bahwa setiap penggunaan strategi mengajar harus selalu merupakan
rangkaian yang utuh dalam tahapan-tahapan mengajar. Setiap proses mengajar
harus melalui tiga tahapan.[45]
1.
Tahap Prainstruksional, yaitu persiapan sebelum mengajar dimulai. Langkah ini
dilakukan oleh guru saat mulai memasuki kelas dan hendak mengajar. Pada tahap
ini guru dianjurkan untuk memeriksa kehadiran siswa, kondisi kelas, dan kondisi
peralatan yang tersedia dengan alokasi waktu yang singkat. Setelah itu, guru
perlu melakukan ”pemanasan” dengan menanyakan perihal materi yang disajikan sebelumnya,
serta materi yang akan diajarkan (pre-test). Kemudian guru melakukan kegiatan
apersepsi dengan mengungkapkan kembali secara sekilas materi yang diajarkan
sebelumnya lalu menghubungkannya dengan materi palajaran yang akan segera
diajarkan. Kegiatan ini penting, karena kediatan belajar dan memahami materi
pelajarn itu kebanyakan bergantung pada pengenalan siswa terhadap hubungan
antar pengetahuan yang telah ia miliki dengan pengetahuan yang akan diajarkan.
2.
Tahap Intruksional, yaitu saat-saat mengajar. Tahap ini merupakan tahap
inti dalam proses pengajaran. Pada tahap ini, guru menyajikan materi pelajaran
(pokok bahasan) yang disususn lengkap dengan persiapan model, metode, dan
strategi mengajar yang dianggap cocok. Seperti jika guru menggunakan metode
ceramah atau metode ceramah plus, maka pada tahap pelaksanaan pengajaran ini,
guru sangat dianjurkan menjelaskan pokok-pokok materi dan tujuannya. Sebelum
menguraikan pokok-pokok materi tersebut lebih lanjut, setiap uraian seyogyanya
dilengkapi dengan cotoh dan peragaan seperlunya. Terakhir guru hendaknya
membuat kesimpulan mengenai uraian yang yang telah disampaikan. Jika
memungkinkan, penulisan kesimpulan ada baiknya dilakukan oleh para siswa.
3.
Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut, yaitu penilaian atau hasil belajar siswa setelah
mengikuti pengajaran dan penindaklanjutannya. Tahap terakhir proses mengajar
terdiri atas kegiatan evaluasi dan tindak lanjut (follow up). Pada tahap ini guru
melakukan penilaian keberhasilan belajar siswa yang berlangsung pada tahap instruksional.
Caranya ialah dengan mengadakan post test (alat pengukuran prestasi belajar
siswa) sesudah menyajikan materi pelajaran. Kadar hasil pembelajaran (proses
mempelajari sesuatu) siswa dapat digunakan sebagai pedoman penindak- lanjutan,
baik yang bersifat pengayaan maupun perbaikan.
Ketiga tahapan yang telah
dibhas di atas merupakan satu rangkaian kegiatan terpadu, tidak terpisahkan
satu sama lain. Guru dituntut untuk mampu dan dapat mengatur waktu dan kegiatan
secara fleksibel. Sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara
utuh.[46]
Akhirnya, sebelum
meninggalkan kelas, guru dianjurkan untuk memberitahukan pokok bahasan yang
akan diajarkan kepada siswa pada pertemuan berikutnya. Langkah ini yang sangat
sering dilupakan para guru itu cukup penting artinya bagi para siswa dalam
mempersiapkan diri dalam menghadapi materi baru dengan cara membaca sumber yang
ada di rumah atau di perpustakaan.[47]
Selain itu, metode
mengajar memiliki kelemahan-kelemahan disamping keunggulan-keunggulannya sendiri.
Oleh karena itu guru perlu bijaksana dalam memilih atau memodifikasi metode
yang hendak digunakan.[48]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Mengajar sebagai
suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat
menerima, menanggapi menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
2. Ada dua macam aliran pandangan yang berbeda
dalam melihat profesi mengajar. Yaitu aliran pertama yang menganggap mengajar
sebagai “ilmu” dan aliran kedua yang menganggap mengajar sebagai “seni”.
Penjelasan mengenai hal ini telah dijelaskan pada bab pembahasan.
3. Kumpulan atau set model yang dianggap
komprehensif, menurut Tadrif (1989) adalah set model yang dikembangkan oleh
Brunce Joyce dan Marsya Weil dengan katagorisasi sebagai berikut: Model
Information Processing ( Tahap Pengolahan Informasi), Model Personal
(Pengembangan Pribadi), Model Sosial (Hubungan Kemasyarakatan), dan Model
Behavioral (Pengembangan Prilaku)
4. Ada 4 metode pokok mengajar yang dipandang
representative dan dominan dalam arti digunakan secara luas sejak dahulu hingga
sekarang pada jenjang pendidikan formal. Yaitu metode ceramah, diskusi,
demokrasi, dan metode ceramah plus.
5. Ada beberapa macam strategi mengajar yang diyakini efektif dan
sering digunakan oleh tenaga pendidik. Diantaranya adalah: Strategi SPELT (strategy
program for effective learning/ teaching), Pembelajaran Direct Instruction
(Pembelajaran Langsung/ Metode Exspositori), Diskusi sebagai suatu Strategi
Pembelajaran, Penggunaan Small-Group Work sebgai suatu Strategi
Pembelajaran, Penggunaan Co-Operative Learning sebagai suatu Strategi
Pembelajaran, Penggunaan Problem Solving sebagai suatu Strategi
Pembelajaran, Penggunaan Strategi Think-Talk-Write sebagai suatu
Strategi Pembelajaran, Strategi Pembelajaran Berbasis Konstruktivis.
6. Tahapan-tahapan dalam proses mengajar memiliki hubungan
erat dengan penggunaan strategi mengajar. Maksudmya ialah bahwa setiap
penggunaan strategi mengajar harus selalu merupakan rangkaian yang utuh dalam
tahapan-tahapan mengajar. Setiap proses mengajar harus melalui tiga tahapan,
yaitu tahapan prainstruksional, instruksional, serta tahapan evaluasi dan
tindak lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsiddin Makmun. 2007. Psikologi
Keperibadian Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung:Remaja Rosdakarya
Martinis Yamin & Bansu I. Ansari. 2009. Taktik
Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press
Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan makna pembelajaran.
Bandung: PT. Alfa Beta Bandung
Sudirman dkk. 1991. Ilmu Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Suyanto, Slamet. 2008. Strategi Pendidkan Anak.
Jogjakarta: Hikayat Publising
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
[5] Syah,Muhibbin.2006.Psikologi
Pendidikan.Bandung:PT.Remaja Rosda Karya,hal 186
[6]
Syaiful Sagala, 2010, Konsep dan
Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar,
Bandung; Alfabeta. Hal 175
[7]
Ibid… Hal. 178
[8]
Muhibbin Syah, 2010, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja rosdakarya. Hal. 187
[9] Ibid… Hal. 187
[10] Syaiful Sagala, op. cit… Hal
177
[12] Abin Syamsiddin Makmun, 2007, Psikologi Keperibadian Perangkat Sistem
Pengajaran Modul, Bandung, Remaja Rosdakarya, Hal. 224
[13] Syaiful Sagala, op. cit, Hal
. 177
[14] Tardif,1998
[15] Syah,Muhibbin.2006.Psikologi Pendidikan.Bandung:PT.Remaja
Rosda Karya,hal 201
[16] Syah,Muhibbin.2006.Psikologi
Pendidikan.Bandung:PT.Remaja Rosda Karya,hal 203
[17] Sudirman dkk.1991.Ilmu
Pendidikan.Bandung:PT.Remaja Rosda Karya,hal 113
[18] Sudirman dkk.1991.Ilmju
Pendidikan.Bandung:PT.Remaja Rosda Karya.hal 150
[19] Sagala,syaiful.2008.Konsep dan makna pembelajaran.Bandung:PT.Alfa
Beta Bandung.hal.209
[20] Sudirman dkk.1991.Ilmju
Pendidikan.Bandung:PT.Remaja Rosda Karya.Hal 133
[21] Syah,Muhibbin.2006.Psikologi
Pendidikan.Bandung:PT.Remaja Rosda Karya,hal 210
[22] Suyanto, Slamet.2008.Strategi Pendidkan
Anak. Jogjakarta : Hikayat Publising hal.41
[26] Martinis Yamin & Bansu I. Ansari. 2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press, hal. 66
[28] Martinis Yamin & Bansu I. Ansari. 2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press, hal. 68
[31] Martinis Yamin & Bansu I. Ansari. 2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press, hal. 71
[33] Ibid, hal. 72
[34] Martinis Yamin & Bansu I. Ansari. 2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press, hal. 73
[36] Martinis Yamin & Bansu I. Ansari. 2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press, hal. 75
[39] Martinis Yamin & Bansu I. Ansari. 2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press, hal. 81
[43] Martinis Yamin & Bansu I. Ansari. 2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press, hal. 91-92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar